Selasa, 21 April 2015

ATTENTION

Hai para reader. author Shin Tama pindah lapak karena alasan tertentu. bagi yang berminat silakan kunjungi lapak aku yang baru : romancestoryofexo.wordpress.com sekian dan terimakasih :-)

Kamis, 02 April 2015

The Train Express


Tittle : The Express Train (Part 1)
Length : Twoshoot
Rating : PG-15
Main cast : -D.O (EXO)
-Soyul (Crayon Pop)
Other Cast : -Young Soo (OC)
-bibi Nam (OC)
***

“aku akan menunggumu bersama dengan kelopak cherry blossom yang jatuh dan menari bersama angin musim semi yang lembut.”
***


SOYUL POV
Kupejamkan mata sejenak untuk merasakan belaian lembut dan hangat angin musim semi. Aku suka musim semi dan kota Jinhae. Mereka adalah dua element berbeda, namun saling melengkapi. Sangat indah dan menakjubkan.
Aku adalah seorang gadis biasa yang suka berkhayal dimanapun aku berada. Dan khayalanku itu seringkali kutuangakan dibeberapa lembar kertas putih kosong bergaris. Singkat cerita, hobiku adalah menulis cerita fiksi. Tempat favoritku untuk memikirkan ide-ide itu adalah kota ini, kota Jinhae. Tepatnya di stasiun Kyeong Wha. Sudah menjadi kegiatan rutinku di musim semi, menaiki kereta hanya untuk sekedar menikmati keindahan cherry blossom yang bermekaran disepanjang kedua sisi rel kereta kota Jinhae.

D.O POV
waktu cepat sekali berjalan. Rasanya baru kemarin rintik-rintik hujan membasahi kepalaku. Namun sekarang sudah tergantikan oleh hamburan kelopak cherry blossom yang jatuh dihempas angin.
Musim semi telah tiba. Kata kebanyakan orang, musim semi membawa aura ketenangan. Tapi tidak untukku. Aku tidak sependapat dengan mereka. Dimusim apapun, rasanya sama saja. Aku selalu dibebani pekerjaan kantor yang sudah di dateline. Aku hampir dirundung stres dibuatnya. Untung saja, rasa stres itu tidak benar-benar menghampiriku. Sebagai gantinya, rasa lelah selalu menguras sisa energi yang kumiliki.
Kelopak mataku sangat berat. Rasanya tidak sabar ingin cepat sampai dirumah, lalu membenamkan diri di kasur dan tenggelam dalam mimpi. Mataku semakin merapat. Oh tidak. Tunggulah beberapa menit lagi...ah sial. Aku sangat mengantuk. Kulirik jam tangan. 25 menit lagi aku akan sampai di stasiun tujuanku. 25 menit? Kupikir tidur sebentar tidak masalah. Akhirnya aku menyerah kepada rasa kantukku dan memanfaatkan waktu perjalananku untuk mengobati kantuk beratku.

60 menit kemudian...
      Aku terbangun dari tidurku. Dimana aku sekarang? Kenapa keretanya berhenti? Apakah sudah sampai? Aku melihat kekiri dan kekanan. Gerbong keretanya sudah kosong. Para penumpang yang lainnya sudah turun. Kecuali aku dan seorang gadis yang sedang duduk disebrang tempat dudukku.
      “chogiyo...kenapa anda tidak turun?” tanya gadis itu tiba-tiba. Aku hanya menoleh kearahnya tanpa sempat menjawabnya. “ini pemberhentian terakhir.” Lanjut gadis itu.
      Mwo? Terakhir? Itu berarti...
“seharusnya aku turun di pemberhentian ke-3, tapi karena aku ketiduran...stasiun tujuanku jadi terlewat.” Jawabku.
“kau sendiri, kenapa tidak turun?” aku balik bertanya.
“aku ingin ke stasiun Kyeong Wha.”
      Seingatku, aku dan gadis itu naik kereta ini dari stasiun Kyeong Wha. Ya,tidak salah lagi. gadis itu berjalan didepanku saat hendak memasuki gerbong. Lalu...kenapa dia ingin kembali ke sana legi? Ah...aku tidak peduli. Itu bukan urusanku. Memikirkan urusanku saja, sudah membuatku pusing. Tidak ada waktu untuk mencampuri urusan orang lain.
***

AUTHOR POV
      Seperti biasa, D.O memasuki gerbong kereta dengan digelayuti rasa lelah. Kali ini dan untuk seterusnya, dia menuntut kepada dirinya sendiri : jangan sampai ia ketiduran di kereta lagi, karena itu sangat merepotkan dan membuang waktu saja.
      Bicara memang mudah, tapi kenyataannya...berbanding terbalik dengan apa yang dibicarakan. Mata D.O mulai berat dan pelahan-lahan kelopak mata itu tertutup rapat, D.O tertidur. Gawat.
***

SOYUL POV
      Aku mengetuk-ngetukan ujung sepatuku ke lantai kereta. Aku bingung? apa yang harus aku lakukan? Ada seorang pria yang sama sekali tidak kukenal, bersandar dibahuku. Dia ketiduran. wajah pria itu tidak terlalu asing bagiku, karena kemarin kita pernah bertemu dan membuat percakapan singkat.
      Aku melirik wajahnya sekilas. Kelihatnya, tidurnya sangat nyenyak. Pasti pria itu sangat kelelahan, sampai dia tidak sadar bahwa kepalanya terkunglai di bahu orang lain. Huh...aku jadi tidak tega membangunkannya.
“ya...chogiyo.” kataku seraya menusuk-nusuk jari telunjukku ke bahunya.
“....” tidak berhasil. Pria itu masih berada di bawah alam sadarnya.
“hei...kau sudah sampai di stasiun tujuanmu.” Kataku lagi.
      Kali ini berhasil. Pria itu terlonjak. Sepasang mata bulatnya langsung terbuka lebar. Dia menoleh kearahku dengan tatapan bingung. sepertinya, kesadaranyan belum benar-bernar kembali.
“Joesong-hamnida...” ucap pria itu sambil membungkuk kearahku, lalu dia segera meninggalkan gerbong sebelum pintunya tertutup secara otomatis.
***

D.O POV
"Aku pesan 1 expresso coffe. " kataku kepada seorang barista di sebuah cafe dekat stasiun.
Aku harus melakukan sesuatu untuk menghilangkan kebiasaan burukku itu. Mungkin segelas kopi dapat membantu. Jika cara ini tidak berhasil juga, haruskah aku menjepit kelopak mataku dengan penjepit pakaian  agar aku tetap terjaga?
Aku meringis pelan ketika sebuah ingatan melintas dipikiranku. Sebuah ingatan yang menggambarkan kejadian yang kualami kemarin dengan seorang gadis di kereta api. Ah,,,itu memalukan.
"ini tuan pesanan anda. " kata barista itu yang langsung memecahkan lamunanku.
"Eoh, iya. Aku pesan satu lagi. "
"Baik tuan."
***

AUTHOR POV
D.O memasuki gerbong yang biasa ia tempati. Ia berharap bertemu dengan gadis itu agar coffe cup yang sudah dibelinya tidak terbuang sia-sia.
"Ehm..." D.O berdeham. “permisi.” Lanjutnya kepada gadis yang sedang asik memandang keluar jendela. Dia menoleh kearah D.O yang telah duduk disebelahnya. “anda?” gumam gadis itu yang sudah familiar dengan wajah D.O. “ini untukmu.” Kata D.O seraya menyodorkan segelas kopi. Melihat raut wajah gadis itu yang terkejut dan kebingungan, D.O menyambung kalimatnya “mohon diterima, anggap saja ini adalah tanda maaf dan terimaksihku karena kejadian kemarin.”
Soyul tersenyum ramah, lalu menerima niat baik pria itu. “namaku D.O. siapa namamu?” D.O mengulurkan tangan kanannya yang kemudian disambut oleh Soyul.
“panggil saja aku Soyul.”
“oia...bagaimana kau bisa tahu stasiun tujuanku?” tanya D.O mulai membuat percakapan.
“kau pernah berkata padaku ‘seharusnya aku berhenti di pemberhentian ketiga’. Apa kau lupa?”
“oh...waktu itu. Ya aku ingat.”
      Sejak moment perkenalan mereka terjadi, mereka menjadi sering membuat percakapan-percakapan singkat di dalam gerbong. Mengenai kebiasaan buruk D.O? kebiasaan ketiduran di kereta masih melekat pada pria itu. Namun bedannya, semenjak D.O mengenal Soyul....stasiun tujuannya tidak pernah terlewat lagi. Itu karena gadis itu seringkali menjadi alarm berjalan bagi D.O. cukup membantu untuk meminimalisir kebiasaan pria itu.
***

Soyul tersimpuh dipinggir ranjangnya. Matanya berderai air mata sambil membaca selembar surat keterangan dari dokter. Surat itu berisi hasil pemeriksaan kondisi adik laki-lakinya yang berumur 12 tahun, bernama Young Soo.
Young Soo di diagnosis mengidap penyakit sirosis (pengerasan hati), dan anak laki-laki malang itu harus segera mendapatkan donor. Harus, dan hanya orang yang memiliki hubungan darah yang erat yang bisa menjadi pendonornya.
Perasaan Soyul kalut. Beban hidupnya sudah sangat berat. Ibunya meninggal dunia ketika beliau melahirkan Young Soo. Ayahnya pergi meninggalkan Soyul dan adiknya sejak Soyul masih duduk dibangku SMA. Tidak ada guna lagi berharap ayahnya kembali, karena pria itu melarikan diri entah kemana, Soyul tidak tahu. Yang Soyul tahu, pria itu menghidari para penagih hutang yang mencarinya. Sejak saat itu, Soyul-lah yang bertanggung jawab penuh atas adiknya itu dan sekarang Soyul dan adikknya tinggal disebuah rumah yang mereka sewa.
***

SOYUL POV
Aku melongok ke ruang TV. Kulihat Young Soo sedang mengerjakan sesuatu. Ia menoleh ke arahku. Sepertinya dia menyadari bahwa ada yg sedang memperhatikannya. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya, memintaku untuk menghampirinya.
"kau sedang apa?" Tanyaku seraya duduk disampingnya.
"Aku sedang membuat miniatur gedung. "
"Benarkah, kau bisa melakukannya. Coba nuna lihat."
Young Soo memamerkan karya buatannya kepadaku. Bagus. Sangat kreatif. Dia menggunakan kardus, kertas warna dan lem untuk membuat miniatur itu.
"Eottae? "
"bagus sekali. "
"Syukurlah, berarti aku punya bakat menjadi arsitek jika aku sudah dewasa nanti. " balas Young Soo dengan wajah sumbringah.
"Cita-cita mu ingin menjadi arsitek? "
"Ne, aku sangat ingin. Jika aku sudah menjadi arsitek nanti, akur akan mendirikan sebuah istana modern yang sangat mewah, untuk tempat tinggal kita. " balasnya antusias.
Aku terenyuh. Nuna sangat menyayangimu Young Soo. Hanya kau satu-satunya keluarga yang ku miliki. Kaulah yang selama ini menjadi alasanku untuk tetap bertahan di kehidupan yang keras ini. Aku tidak ingin kehilangan mu. Tak kan aku biarkan penyakit terkutuk itu merenggut nyawamu. Aku rela melakukan apapun demi kau, adikku. Bagaimanapun caranya.
***

AUTHOR POV
"Young Soo, nuna pulang!" Kata Soyul seraya membuka pintu utama. Adik laki-lakinya itu tidak menyahut. Oh, mungkin adiknya sedang menonton Tv, pikirnya. Soyul tahu betul kegiatan rutin adiknya disore hari.
"Bibi Nam ... " gumam Soyul ketika melihat bibinya sedang duduk disofa ruang tv. Air wajah wanita paruh baya itu tampak berbeda dari biasanya. Senyum ramah dan ocehan ringan tiba-tiba hilang dari karakter bibi Soyul. Ada apa dengan wanita itu?
"Coba kau jelaskan tetang ini. " bibi Soyul mengacuhkan selembar amplop yang didepannya terdapat logo rumah sakit. DEG... Soyul terlonjak.
"aku menemukannya dinakas kamarmu ketika aku sedang merapikan kamarmu. " lanjut bibinya sebelum Soyul menyuarakan isi pikirannya yang bertanya-tanya mengenai asal-usul bibinya mendapatkan surat itu. Soyul yakin, bibinya telah mengetahui isi surat itu. Gawat. Seharusnya ia bisa menyembunyikan surat itu dengan baik. Ceroboh.
Soyul mengepal kedua telapak tangannya. Ia berusaha mengumpulkan kekuatan batinnya. cepat atau lambat, bibinya pasti akan mengetahui masalah ini. Amplop itu berisi surat keterangan pendonor hati untuk Young Soo. Diformat nama pendonor, tertera nama Soyul.
"Aku sangat menyayangi Young Soo. Aku hanya ingin menyelamatkannya. " suara Soyul melemah.
"Kau punya 2 ginjal, jika kau memberikan satu untuk adik mu... kau masih bisa hidup dengan satu ginjal. Tapi hati... kau hanya memiliki satu. Jika kau memberikannya... maka... " perkataan bibi Soyul terputus, ia menarik napas panjang. Dadanya sesak karena menahan isaknya.  "Maka kau tidak punya kesempatan hidup lagi... " lanjut bibinya seraya menitika air mata yang tidak bisa dibendung lagi.
"Young Soo masih sangat muda, dia masih memiliki cita-cita yang menggebu-gebu,  dia juga belum mengenal dunia ini dan segala hal yang ada didalamnya. Sedangkan aku.... aku sudah merasakan manis pahitnya hidup ini. Membiarkan Young Soo tumbuh dengan sehat, itu bisa membuatku tenang, walaupun aku tak disisinya lagi. " air mata Soyul menyusul.
"Pasti ada cara lain. Kau tidak perlu berkorban sejauh ini. "
Soyul menggeleng. "Sangat sulit mencari pendonor lain, kemungkinan ada sangat kecil, 1: 1.000.000. Hanya keluarganya lah yang dapat mendonorkan hati untuknya. Dan hanya aku, satu-satunya keluarga yang Young Soo miliki. " respon Soyul, lalu membekap mulutnya dengan salah satu tangannya untuk meredam tangisnya. "Aku mohon, izinkan aku. Dan jangan beritahu Young Soo mengenai ini." Sambung Soyul sambil menggenggam tangan bibinya dan menatap lurus kedalam mata wanita itu. Bibi Soyul mengangguk lemah. Hatinya luluh saat melihat binar mata gadis muda yang ada dihadapannya, penuh ketulusan.
Soyul memeluk wanita itu. Walaupun wanita itu bukan bibi kandungnya. Tapi Soyul sayang padanya dan sudah menganggapnya bagian dari keluarga.
***

SOYUL POV
"Aku iri padamu." Statment D.O yang membuat kerutan di dahiku. "Wae?" Tanyaku. "Hidupmu tampak ringan dan sederhana. Jika aku boleh memilih, aku ingin menjalani hidup sepertimu. " jawab D.O, lalu menghela napas berat.
Senyumku memudar. Kau salah D.O. hidupku tidak seperti apa yang kau katakan. Diluar orang bisa melihatku tersenyum. Dan juga Mereka tak pernah mendengar keluhan ku. mereka tidak tahu yang sebenarnya. Disisi lain dalam diriku yang tak pernah terjangkau oleh kasat mata, terdapat beban hidup yang entah sampai kapan aku bisa menanggungnya. Itu sangat berat. Andai kau tahu itu.
"Aku sama sepertimu, D.O-ssi." Balasku seraya mencoba menarik senyum di bibirku yang terasa kaku. "Aku juga bekerja. Rasa lelah, jenuh, dan hampir stres karena pekerjaan, semua itu pernah aku rasakan. Tapi, aku bisa mengatasinya dengan caraku sendiri. " sambungku.
"Benarkah? menurutku itu sulit, jika semua perasaan itu datang padaku, maka jalan pikiran ku tiba-tiba buntu. Bagaimana caramu melakukan nya? "
"Misalnya seperti sekarang ini: duduk dikereta sambil menikmati pemandangan musim semi Jinhae dan sekitarnya. " jawabku sambil melempar pandanganku keluar jendela.
"Sesederhana itu? "
aku menoleh kearah pria itu, lalu mengangguk. "Jika itu kurang berhasil, maka aku akan bermain dengan imajinasi ku. Berkhayal kau bisa terbang bebas , padahal kau bukan burung atau imajinasi lainnya yang kau suka dan inginkan. Menurutku itu sangat menghibur. Kau bisa mencobanya. " tambahku panjang lebar. Ku harap bisa meringankan beban pikiran pria itu.
"Ehm, akan kucoba. "
Tepat pada saat itu, kereta berhenti di stasiun tujuan D.O. pria itu tersenyum dan melambaikan tangan padaku sebelum dia keluar gerbong. Senyuman pria itu terlalu manis bagi ukuran seorang pria.
***

D.O POV
Aku merebahkan punggungku disandaran kursi. Melelahkan. Aku melirik laptop yang masih menyala di meja kerjaku. Hah, file-file itu merengek-rengek minta diselesaikan. Telfon kantor berbunyi. Aku bergegas menerimanya.
"15 menit lagi, anda ada jadwal meeting dengan client dari Jepang." Kata sekertaris Han dari ujung sana.
"Baik, aku akan bersiap-siap. " balasku, lalu menutup sambungan telfon kami.
      1 Pekerjaan belum selesai, datang lagi pekerjaan baru. Dan begitu seterusnya. Aku lelah, jenuh dan frustasi. Oh ya, aku ingat. Seperti ada bola lampu yang menyala di atas kepalaku, aku teringat saran Soyul. Imajinasi? Apa salahnya dicoba. Mungkin saja itu berlaku padaku juga.
      sesuatu yang kau sukai, sesuatu yang kau inginkan, dan semua hal yang bisa membuatmu tenang. Baiklah. Ayo kita mulai. Aku memejamkan mataku, mengosongkan pikiranku untuk saat ini saja, dan merelakskan tubuhku.
“Soyul...” kataku lirih, lalu membuka mataku.
***

AUTHOR POV
D.O melangkah dengan ringan memasuki pintu masuk stasiun. Jam pulang kantor adalah saat -saat dimana D.O merasa menjadi seseorang yang lemah dan rapuh. Tapi itu dulu. Sekarang berbeda. karena Ada gadis itu, jam pulang kantor menjadi saat yang ditunggu -tunggu oleh D.O.
Gadis berparas manis itu telah mengubah sisi kelabu dalam hidup D.O. Menghembuskan udara segar di tengah hiruk pikuk kehidupan D.O yang penat. Hanya dengan melihat wajahnya dan mendengar suaranya, D.O sudah merasa lebih baik, lebih tenang, lebih nyaman dan meningkatkan hormon serotonin-nya. Ajaib bukan? Baginya gadis itu seperti obat yang menyembuhkan penyakit fisik dan batinnya. Lebih menenangkan daripada benzodiazepin. Dan lebih membuatnya candu daripada narkotika. "Soyul, kau adalah imajinasiku yang nyata." Ucap D.O dalam hatinya.
***

SOYUL POV
aku memasukan buku draf cerpen ku ke tas selempang biru faforitku. Aku tidak sabar pergi ke stasiun. melihat cerry blossom mekar, merasakan belaian angin musim semi, dan mencari inspirasi untuk cerpen tulisanku. Bukan hanya itu alasanku. Ada alasan yang lebih menarik perhatianku, yaitu pria bermata bulat itu. Ah, aku semakin sadar, jika pria itu memiliki daya tarik tersendiri.
Pria itu adalah orang pertama yang membaca cerpen -cerpen buatanku. Dia juga memberi komentar yang positif, kritik dan saran. Aku menjadi bertambah semangat.
"Nuna, mau kemana? Bekerja? bukankah ini hari minggu? " tanya Young Soo ketika aku sedang memakai sepatu.
Oia, hari ini hari libur. Pria sibuk itu pasti tidak berangkat bekerja. "nuna ingin jalan-jalan, untuk menghirup udara segar, kau mau ikut? "
"maaf nuna, sebenarnya aku ingin sekali menemani mu, tapi aku ada latihan sepak bola dengan teman-teman ku."
Aku berjalan mendekatinya. Lalu menepuk pundaknya. "Kau jangan berlatih terlalu keras, jangan sampai terlalu lelah. Kondisimu tidak sebaik mereka. Arrachi? " Young Soo tersenyum dan mengangguk.
***

AUTHOR POV
Dihari minggu, stasiun Kyeong Wha tampak lengah dari lalu lalang orang-orang yang biasa pulang-pergi kerja/sekolah. Dengan hati kecewa, Soyul melangkah menuju gerbong. Kecil kemungkinan bertemu pria itu, pikirnya.
“Soyul...” panggil D.O seraya meraih pergelangan tangan gadis itu. Napas D.O terengah-engah. Pria itu berlari kecil untuk mencegah Soyul masuk gerbong. Hampir saja, satu langkah lagi, maka sosok gadis itu akan pergi dari pandangannya.
1 detik....2 detik...3 detik...
Soyul mematung. Apakah ini imajinasi? Tanyanya dalam pikirannya. “Soyul-ssi...” panggil D.O lagi. Soyul langsung terbangun dari lamumannya ketika mendengar suara pria itu yang begitu nyata. “ke-kenapa kau disini?” tanya Soyul yang belum sepenuhnya sadar.
“ayo kita pergi ke festiva Jinhae Gunhangje.” Ajak D.O
      Soyul mengangguk pelan. Sepasang mata pekat itu berhasil memperdayanya. Dan senyum itu...bagaikan mantra paling mujarab untuknya. Soyul tidak dapat mengelak, walaupun ia ingin sekalipun. Ia tidak mampu.
      festiva Jinhae Gunhangje adalah festival cherry blossom terbesar di korea selatan. Event itu digelar di Jungwon Rotary, tepatnya di daerah tengah kota. Di sana, terdapat stand-stand yang menawarkan berbagai produk, makanan maupun barang-barang. Stand-stand itu hampir memenuhi satu kota Jinhae. Meriah sekali.
      D.O dan Soyul sangat menikmati acara itu. Mereka berkunjung ke beberapa stand, membeli sesuatu di tempat itu, dan berjalan-jalan untuk sekedar melihat-lihat. Indra pengelihatan mereka juga dimanjakan oleh parade militer yang disuguhkan militer angkatan laut yang mengenakan seragam lengkap. Benar-benar memukau.
      Setelah puas berkeliling di festival itu, mereka memilih sebuah bangku panjang yang ada di pinggir kota untuk beristirahat. Tempat itu tidak terlalu padat oleh pengunjung. Cukup tenang.
“sepertinya musim semi akan berakhir.” Kata D.O seraya memperhatikan bunga-bunga dan dedaunan yang mulai tanggal dari batangnya.
“iya, kau benar. Pemandangan yang indah ini akan segera berakhir.”
      Senyum Soyul perlahan memudar. Ada pesan tersembunyi dibalik ucapannya. Musim semi berakhir, begitu pula dengan hidupnya. Dokter telah menetapkan waktu operasi transplatasi ginjal untuk Young Soo, yaitu akhir musim semi ini.
“aku harap musim semi tahun depan, kita bisa berkunjung ke acara ini lagi. Bukankah menyenangkan?”
“bagaimana jika kita tidak dapat bertemu lagi?”
“maka aku akan sangat kecewa.” Balas D.O, lalu menghembuskan napas berat, mempertegas perasaannya jika itu sungguh terjadi nanti. “kupastikan kita bertemu lagi. Untuk itu...berikan nomor ponselmu atau alamat rumahmu padaku.” Sambung D.O.
      DEG. Jantung Soyul seakan berhenti berpacu. Akhirnya, hal yang paling ditakutinya datang. Bagaimana ia harus menjawabnya? Kini Soyul berbeda dari orang lain. Hidupnya klise. Sulit baginya mengucapkan hal-hal yang nyata. Karena itu, akan menimbun beban dihatinya.
      Ponsel Soyul berdering. Ada panggilan masuk dari adiknya. “Young Soo-ah ada apa?....hah?....kau dimana? Nuna akan segera menjemputmu....” Soyul memutus sambungan telfonya. Lalu berkata kepada D.O “Maafkan aku D.O-ssi, aku harus pergi sekarang. Kaki adikku terkilir.”
“biar ku antar.” Tawar D.O
“Anio, tidak usah. Aku permisi.” Soyul membungkukkan tubuhnya sekilas, kemudian mengambil langkah cepat meninggalkan pria itu.
      “dia sudah pergi. Aku bahkan tidak berhasil mendapatkan kontaknya.” Dengus D.O karena kecewa. Ia merasa ada yang janggal dengan gadis itu. Ini bukan pertama kalinya D.O menanyakan kontak Soyul. Sebelumnya ia juga pernah bertanya, tapi ada saja alasan gadis itu untuk menghindari pertanyaannya. Seperti ada yang ditutup-tutupi. Misterius. “tapi itu menarik dan aku suka.” Ucap D.O sambil senyum-senyum sendiri.
***

SOYUL POV
“apakah bibi sangat menyayangi paman?”
“iya, tentu saja.”
“kenapa kau sangat menyayanginya?”
“kedengarannya, itu pertanyaan mudah. Tapi sulit untuk menjelaskannya.”
“mungkinkah jawabannya adalah kelebihan yang dimiliki paman?”
“kau kurang tepat. Jika kau menyayangi seseorang karena kelebihannya, maka itu bukan sayang, tapi tuntutan.”
“lalu?”
“dia adalah lelaki yang dapat mengubah kepribadianku sampai 180 derajat. Sebelum aku bertemu dengannya, aku adalah seorang gadis ceria dan banyak bicara. Namun, entah kenapa...setelah aku mengenal dia, aku menjadi gadis bisu. Banyak hal yang ingin kutanyakan padanya, tapi ketika aku dihadapannya...rentetan pertanyaanku tiba-tiba ter-format dari pikiranku. Aku gugup, malu, dan salah tingkah saat dia memandangiku. Terlepas dari perasaan-perasaan kacau itu, aku merasa bahagia dan hatiku damai. Perasaan unik, bukan? jatuh cinta memang seperti itu.”
“kisah yang manis.”
“kau juga bisa merasakannya.”
“tidak mungkin. Aku tidak punya waktu lagi.”
      Aku mengalihkan pandanganku ke kelangit hitam kelam. Aku menahan air mataku agar tidak jatuh dihadapan bibi. Biarlah rasa sesak ini menjalari dadaku, tanpa ada siapapun yang tahu. Sebenarnya aku ingin merasakan jatuh cinta. Tidak! Bukan ingin lagi. Tapi aku  sudah merasakannya. Aku  jatuh cinta kepada pria itu, Doo Kyusong. Celaka.
“kau masih sangat muda. Kau pantas merasakannya.” Respon bibi dengan suara lirih. Hatiku terenyuh ketika mendengarnya. Dia benar, tapi aku salah jika mengharapkannya terlalu besar. Sangat salah, karena aku tidak punya kesempatan lagi.
“keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan berubah pikiran.”
“kau adalah seorang gadis berhati malaikat. Jika aku diposisimu, belum tentu aku bisa mengambil keputusan itu. ”
      Aku memaksakan seulas senyum untuk menenangkan bibi yang matanya mulai berkaca-kaca hendak menangis.
“bibimu ini memang tidak berguna. Aku tidak dapat berbuat apapun disaat genting seperti ini.” runtuk bibi lebih kepada dirinya sendiri.
“jangan bicara seperti itu. Aku hanya ingin bibi menjaga Young Soo demi aku. Itu sudah cukup.”
bibi tersenyum getir. “kemarilah!” katanya seraya meretangkan kedua tangannya. Dengan senang hati, aku menghambur ke dalam pelukannya.Hah...aku akan sangat merindukan pelukan ini.
***

SOYUL POV
      Hari ini tanggal 15 april. Hari H operasi transplatasi hatiku untuk Young Soo. Semuanya sudah dipersiapkan. Dari dokter bedah, peralatan medis, dan yang paling utama adalah mentalku. Jujur aku sangat takut. Makhluk hidup mana yang tidak merasakannya jika kematian menantangnya? Namun, aku tidak boleh menuruti egoku. Rasa sayangku kepada Young Soo, perlahan-lahan menguapkan rasa mencekam itu dari benakku.
      Dokter menyuntikan obat bius ke selang infus yang melekat dilenganku. Untuk beberapa detik setelah itu, tidak ada reaksi yang kurasakan. Lewat satu menit, penglihatanku mulai kabur. Tiba-tiba saja sosok pria itu tergambar jelas di pikiranku.
Aku mohon, berhentilah berharap kita akan bertemu lagi. Jangan kecewa dan jangan menungguku untuk kembali. Aku mencintaimu D.O-ssi, tapi kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Wajah pria itu terus terlukis sampai pengaruh obat bius mengantarku ke alam bawah sadar.
***

D.O POV
      15 april 2015, aku akan mengabadikan waktu ini. hari ini akan menjadi hari yang sangat membahagiakan untukku jika gadis itu menerima perasaanku. Dan kalaupun jawaban Soyul adalah yang sebaliknya. Itu bukan masalah bagiku. Karena aku tidak akan menyesal telah menyatakan cinta kepadanya.
~2 jam kemudian~
Aku mengecek jam tanganku. Aneh sekali. biasanya gadis itu sudah datang. Tapi, sudah sesore ini, dia belum menampakkan dirinya di stasiun ini. aku menoleh ke arah pintu masuk. Berharap gadis itu muncul, dan memberikan senyum ramahnya.
Ah, mungkin sebentar lagi.
~3 jam kemudian~
      Kuletakkan sebuket bunga yang sengaja kubeli untuk Soyul di kursi tunggu stasiun. Kelopak-kelopak itu tampak layu. Kuharap cintaku padanya tidak senasib seperti bunga itu. Gadis itu tidak datang. tidak apa-apa. Mungkin dia sedang sibuk. Aku masih punya hari esok. Aku akan datang lagi.
***

AUTHOR POV
      Hari silih berganti. Musim semi sudah berakhir. D.O belum menemukan titik temu penantian cintanya. Setiap pulang kantor, pria itu selalu menyempatkan diri untuk menunggu gadis itu distasiun. Namun hasilnya...ia harus mengecap kenyataan pahit bahwa gadis itu tidak muncul.
“aku akan menunggumu bersama dengan kelopak cherry blossom yang jatuh dan menari bersama angin musim semi yang lembut.” lirih D.O
      Suaranya lebih pelan dari dari pada bisikan angin, namun lebih bernyawa dibandingkan dengan sekedar jiwa yang bersemayam di raga seseorang. Cintanya kepada gadis itu sangatlah kuat. Ia tidak akan berhenti sampai waktu menyerah, lalu mempertemukannya kembali dengan Soyul.
~TBC~
      

Sabtu, 21 Maret 2015

The Glass Shoes


Title: The Glass Shoes
Autor: Shin Tama
Length: oneshoot
Genre: romance
Cast: Suho (EXO)
Kim Seo Yeon (Miss korea 2014)

Meong...meong...meong....
            Suho keluar rumah, lalu  mencari-cari dari mana suara itu berasal. Berisik sekali. Ia jadi tidak fokus mengerjakan pekerjaannya. Jika makhluk itu sudah ketemu, ia akan mengusirnya dengan cara apapun. Memang kejam, tapi mau bagaimana lagi? Suara nyaring itu sungguh mengganggunya. Suho berhenti di dekat pohon besar. Jelas-jelas suara itu bersumber dari sekitar pohon besar itu. Namun ia tidak melihat makhluk itu. Ekornya sajapun, ia tidak lihat. Ranting kecil jatuh mengenai kepala Suho. Refleks ia mendongak ke atas. Takut-takut masih ada ranting yang akan jatuh lagi. Jadi ia bisa sigap menghindar.
Meong...meong...meong....
“ternyata kau disana?” kata Suho yang melihat kucing itu terjebak diatas pohon.
            Bagaimana Suho dapat mengusir hewan berbulu lebat itu? Ia sangat takut jika harus berkontak fisik dengan hewan itu. benyak orang yang mengatakan bahwa hewan itu lucu dan menggemaskan. Tapi tidak bagi Suho. Menurutnya, hewan itu adalah hewan yang mengerikan. Lebih mengerikan daripada seekor buaya yang sedang membuka mulutnya. Intinya, pria itu memiliki sejarah buruk dengan hewan yang disebut kucing.
“hey, apa yang kau lakukan? Kenapa diam saja?” kata seorang gadis yang tiba-tiba saja muncul dibelakang  Suho. “palli, tolong kucing itu!” lanjut gadis itu.
“aku tidak bisa.” Balas Suho.
wae?
“karena aku...aku....” ucap Suho terbata-bata karena malu mengakui jika ia takut dengan kucing. Jika gadis itu sampai tau, pasti dia akan menjadi bahan tertawaan.
“hah...jika kucing itu tidak cepat ditolong, maka ia akan jatuh.” Gadis itu menghembuskan napas berat, lalu segera memanjat pohon itu.
            Gadis itu membuat Suho mematung dengan tingkahnya. Tidak disangka, ada gadis semacam itu. Kukira semua gadis hanya bisa kesalon dan menghabiskan uang di mall. ternyata dia berbeda. Komentar Suho dalam pikirannya. Gadis itu dengan lincah menapakkan kakinya di dahan demi dahan pohon. Mata Suho tak dapat berkedip saat melihat gadis itu. Terselip rasa khawatir dalam hatinya. Beberapa menit kemudian, Suho dapat bernapas lega. Gadis itu berhasil membawa kucing itu turun. Syukurlah.

“apakah kucing ini milikmu?” tanya gadis itu setelah kakinya menginjak tanah.
“bukan.”
“ataukah kucing ini milik seseorang yang kau kenal?”
“bukan juga. Sepertinya itu kucing liar”
“kalau begitu, aku akan membawanya.”
            Sebuah mobil convertable putih berhenti didepan mereka berdua. Pengemudi mobil itu adalah seorang wanita yang terlihat lebih tua dari gadis yang berdiri di samping Suho.
“Seo Yeon-ah, kau kemana saja? Sejak tadi, aku mencarimu. Acaranya akan segera dimulai.”
Teriak wanita itu dari dalam mobil.
“oh tidak, aku terlambat.” Kata Seo Yeon setelah melihat jam tangannya.
            Seo Yeon bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Suho yang masih berdiri dibawah pohon besar itu.
***

Dddrrrttt....dddrrrttt....dddrrrttt....
            Suara getar ponsel menderu berkali-kali. Namun, sang pemilik ponsel tersebut belum juga mengangkat panggilan itu. Di panggilang ke 8, pemilik ponsel tersebut baru menerimanya.
yeoboseyo.”
“yaaaa! Kim Seo Yeon....” teriak seorang wanita dari ujung sana.
            Seo Yeon langsung menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Suara manajernya itu sangat nyaring. Ia heran, kenapa wanita itu bisa jadi manajernya. Wanita itu lebih pantas menjadi penyanyi seriosa, menurutnya.
 Menjadi model terkenal, tidak semudah orang-orang pikir. Ada kalanya masa-masa sulit itu datang. Sering kali ia kena omel manajernya karena tidak on time.ya, tidak mudah menghilangkan kebiasaan buruknya itu.
“tidak usah teriak begitu. Aku mendengarmu. Ada apa?” tanya Seo Yeon yang baru saja membuka matanya.
“apa kau lupa? Malam ini kau ada jadwal kompetisi model Korea.”
“astaga, aku ketiduran. kau tunggu saja. Aku akan segera kesana.”

            Seo Yeon melirik jam dingding. 30 menit adalah waktu yang tersisa untuknya untuk bersiap-siap. Ia berlari ke kamar mandi. 5 menit kemudian, ia keluar dari sana. Dengan langkah cepat, ia meraih baju yang telah disiapkan manajernya. Setelah selesai memakai baju, ia langsung melesat ke luar rumah. Tidak ada waktu untuk memakai make up dirumah. Akan menghemat waktu jika ia memakainya di mobil, pikirnya.
“taksi...mana taksi...” gumam Seo Yeon sambil menyisir jalan raya. “itu dia.” Seo Yeon berlari menuju mobil itu.
Ajusshi, cepat antarkan aku ke Yeouido.”
            Siapa yang dia sebut ajusshi? Memangnya aku tampak sudah tua. Gerutu Suho dalam hati. Ia memutar kepalanya untuk menegur orang itu bahwa ini bukan taksi. Ia memaklumi jika orang itu menganggap mobilnya taksi karena warna mobilnya memang seperti taksi. Tapi biar bagaimanapun, mobilnya bukanlah taksi. Jadi ia tidak bisa tinggal diam. Gadis itu...gumam Suho dalam hati. Ia kenal gadis itu. Seo Yeon, gadis pemanjat pohon.
Ajusshi, apa yang kau tunggu, ayo jalan!”
ye...”
            Di perjalanan, sesekali Suho melirik ke kaca sepion. Gadis itu tampak sibuk mengurusi dirinya sendiri. Menata rambut, memakai lipstick, menyapukan bedak, dan mempoleskan eyes shadow. Apakah gadis itu tidak sadar, jika dia berlari dan masuk ke mobilku tanpa alas kaki? Pikir Suho. Lucu sekali. Suho mengerem mobilnya di depan sebuah gedung yang menjulang. Ketika Seo Yeon hendak membayar ongkos transportasinya...suho menolak. Tentu saja, pria itu tidak dibayar untuk ini.
chwesonghamnida, aku sedang terburu-buru...jadi aku tidak menyadari jika mobilmu bukanlah taksi.” Ucap Seo Yeon sambil membungkukkan tubuhnya setelah mendengarkan penjelasan pria itu. Gadis itu lalu berjalan menuju lobi gedung itu.
“Seo Yeon-ssi....” panggil Suho.
            Langkah Seo Yeon terhenti. Darimana pria itu tahu namaku? Pikirnya. Ia memutar tubuhnya, lalu mendapati pria itu berjalan ke arahnya dengan membawa sepasang high hills.    Melihat sepasang benda itu, ia menjadi teringat sesuatu. Kakinya. Seo Yeon melirik kebagian bawah tubuhnya. Astaga, aku lupa memakai alas kaki. Kata Seo Yeon dalam hati.
“pakai ini, kau tidak mungkin berkeliaran tanpa memakai alas kaki bukan?” Suho menyodorkan sepasang high hills itu. “ini milik adikku. Aku rasa dia tidak akan keberatan jika aku menolong seseorang.” Lanjut Suho. Ia merundukkan tubuhnya untuk meletakkan high hills itu di depan sepasang kaki jenjang Seo Yeon.
“darimana kau tau namaku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”
“ya, aku adalah saksi saat kau memanjat pohon untuk menolong seekor kucing.”
“oh...aku ingat.” Balas Seo Yeon. “Maaf, aku harus segera pergi.” Sambung Seo Yeon.

            gadis itu melenggang masuk kedalam gedung setelah saling bertukar kartu nama dengan Suho. Seo Yeon berjanji akan mengembalikan high hills itu secepatnya. Suho tak beranjak dari sana sampai gadis itu benar-benar hilang dari pandangannya.
***

I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
Nege marhejwo ige sarangiramyon
            Suho bersenandung sambil memrapihkan meja kerjanya. Hari ini suasana hatinya sedang baik, didukung dengan cuaca yang cerah. Lengkap sudah. “kau lebih pantas jadi penyanyi, mengapa kau disini dan menjadi seorang dokter?” kata seorang pria yang tiba-tiba saja ada diruangan itu.
“Lay...kau mengagetkanku saja. Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?”
“aku tidak mau mengganggu acara bernyanyimu itu.” Kata Lay yang masih menyandarkan tubuhnya di ambang pintu sambil menlipat kedua tangannya didepan dada.
“sejak kapan kau berada disini?” tanya Suho yang sedang duduk bersandar di kursi nyamannya.
“sejak kau mulai benyanyi, membereskan meja kerjamu, dan kau senyum-senyum sendiri. Sepertinya suasana hatimu sedang baik. Ada apa? Ceritakan padaku!”
“nanti akan kuceritakan. Sekarang aku lapar. Kajja, kita keluar untuk makan siang!” jawab Suho seraya merangkul pundak rekannya itu.
            Mereka menyusuri jalan setapak di antara keramaian kota. Mereka berniat mengisi perutnya di sebuah restaurant dekat rumah sakit. Langkah kaki Suho terhenti di depan sebuah bangunan berdiding kaca. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya, selain gadis itu. Namun masih ada kaitannya dengan gadis itu.
“kenapa berhenti? ayo jalan.bukankah kau lapar.”
changkkamanyo, aku ingin membeli sesuatu.” Jawab Suho, lalu masuk ke bangunan itu.
Lay membaca plang yang menempel dibangunan itu. “toko sepatu wanita...” dahinya mengkerut. Ia memutuskan untuk menyusul Suho. Ia menghampiri Suho yang sedang memandangi sebuah sepatu yang dipajang di etalase dekat pintu masuk.

“bagaimana menurutmu sepatu itu?” tanya Suho setelah Lay berada disampingnya.
“bagus. Untuk adikmu?”
“bukan.”
“....” Lay diam. Ia menunggu Suho melanjutkan kalimatnya. Pria itu sudah berjanji akan menceritakan semuannya padanya. Menurutnya, rekannya itu akan mulai bercerita.
“aku akan membelinya untuk seorang gadis.” Sambung Suho.
“sekarang aku tau alasannya kenapa kau terlihat begitu senang. Ternyata karena gadis itu. Apa yang membuat kau tertarik padanya?” Timpal Lay.
 “dia cantik...lebih cantik dari sepatu itu. Dia juga seorang model.” Ucapa Suho dengan mata yang tak lepas dari sepatu itu. “tapi, bukan itu yang membuatku tertarik padanya. Dia aneh, unik, dan ceroboh. Karena terlalu bersemangat mengurusi karirnya, ia sampai bertindak ceroboh. Aku suka itu.” Sambungnya.
“sebaiknya kau pertimbangkan lagi perasaanmu. Mungkin kemarin, hari ini, atau besok...gadis itu masih cantik. Bagaimana jika suatu saat nanti penampilan gadis itu berubah drastis, apakah kau akan tetap menyukainya?”
“jika itu terjadi, itu berarti cintaku sedang di uji.” Jawab Suho seraya melemparkan senyum termanisnya.
***
           
Suho melangkahkan kakinya secepat mungkin menuju ruang UGD. Ada pasien kecelakaan lalu lintas yang harus ia tangani dengan segera. Baginya...setiap detik yang berjalan sangat berharga. Semua jiwa berhak bersemayam di raganya. Itu sebabnya ia berada di sini, rumah sakit. Ia mengabdikan dirinya untuk memberi kesempatan bagi siapa saja yang masih mempunyai garis kehidupan di takdirnya. Tak ada kata menyerah dalam kamusnya. Ia akan berusaha sekeras mungkin. Itu adalah janjinya yang selalu ia genggam.
seonsaengnim, keadaan pasien sangat kritis.” Kata seorang suster.
            Suho mengenakan semua perlengkapak dokternya. Ia bersiap memeriksa pasien tersebut. “ Seo Yeon...” gumamnya. Mata Suho melebar. Ia sangat terkejut. Apa yang terjadi pada gadis itu? “siapkan ruang operasi, kita akan segera mengoprasinya.” Lanjutnya setelah memeriksa keadaan gadis itu.
***

“baiklah, saya akan menyebutkan siapa pemenang dari kompetisi ini. apa kalian siap mendengarnya?” kata pembawa acara dengan penuh semangat. Penonton membalasnya dengan tepuk tangan yang meriah. “pemenangnya adalah....”
Seo Yeon mencengkram gaunnya. Jantungnya berdegum sangat kencang. Tangannya dingin. “oh eonni, aku sangat gugup.” Adu Seo Yeon kepada manajernya. “tenanglah, berdoa saja agar namamu yang disebut.” Balas manajernya. Raut wajah Seo Yeon yang gugup tidak bisa disembunyikan. Ia sampai sulit bernapas karena tidak sabar untuk mengetahui siapa pemenangnya. Pembawa acara itu benar-benar membuatnya jengkel. Kenapa lama sekali? Dia malah mengulur-ulur waktu. Ingin rasanya ia berlari keatas panggung dan merebut amplop berisi nama pemenangnya.
“pemenangnya adalah Kim Seo Yeon.” Teriak pembawa acara itu.
            Gadis itu naik keatas pangung dengan hati yang ringan. Ia tidak dapat merasakan kakinya menyentuh lantai. Rasanya kebahagiaan telah membawanya terbang. Akhirnya ia naik satu tangga. Satu langkah lagi, impiannya akan benar-benar terwujud. Diakui sebagai model di kancah interasional adalah impian terbesarnya.
~skip~
gomawo mentraktir kami makan dan minum.” Kata manajernya, lalu memeluk artis kesayangannya itu.
“aish, sepertinya kau mabuk berat. Biar aku saja yang menyetir mobilnya. Berikan padaku kuncinya.”

            Percuma bicara dengan orang yang sedang mabuk. Seo Yeon merogoh saku jaket manajernya itu. Setelah menemukan apa yang ia cari, ia memapahnya ke dalam mobil. Seo Yeon berjalan memutari mobilnya menuju ke pintu pengemudi. Ketika hendak masuk, ia melihat sebuah mobil oleng kearahnya. Ia tidak punya cukup waktu untuk menghindar. Bemper mobil itu pun menghantam tubuhnya.
            Seo Yeon terbangun dari tidurnya. ia terduduk diatas tempat tidurnya. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Ternyata kecelakaan itu hanya mimpi. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia menyisir ruangan yang sedang ditempatinya. Rasanya ada yang berbeda. Tunggu dulu....ini memang berbeda. Ini bukan kamarnya. “ aahw...” ringis Seo Yeon. Ia menyingkap selimut yang menutupi kakinya. Mimpi itu memang nyata. Pikirnya. Ia terkejut saat melihat kedua kakinya dibebat.
***

Seo Yeon terduduk di sebuah kursi roda dengan pandangan keluar jendela. Sudah hampir seminggu ia mendekam di rumah sakit ini. kau harus beristirahat total selama 3 bulan. Ucapan dokter muda itu teringang-ngiang di telinganya. 3 bulan? Apa dokter itu bergurau? Kompetisi model internasional akan di gelar bulan depan. Apakah ia harus mengakui kecelakaan yang telah menimpanya ini?
“ini tidak mungkin.” Katanya dengan suara parau. Air matanya meluncur dipipinya yang tirus. Sulit dipercaya. Hanya tinggal satu langkah lagi menuju impiannya. Dan sekarang ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak dapat ikut kompetisi bergengsi itu.
“Seo Yeon-ah, waktunya makan siang.” Kata Raina yang baru saja masuk bersama dengan seorang suster yang membawa senampan makanan.
“aku tidak lapar.” Balas  Seo Yeon tanpa mengalihkan pandangannya.
“kau harus makan agar kau cepat sembuh, cha...!”
PRAAAANG...
“sudah kubilang, aku tidak ingin makan.” Seo Yeon menepis nampan makanan yang disodorkan manajernya hingga nampan itu jatuh dan menghamburkan semua yang ada diatasnya. “makan atau tidak...tidak akan merubah segalanya. Aku tetap duduk di kursi roda ini.” sambunya lagi.
“kau hanya butuh waktu. Jadi aku mohon, jangan mempersulit dirimu sendiri.” Raina membungkuk untuk memeluk model asuhannya itu.
“tapi...impianku sudah kandas. Apa yang harus aku lakukan?” tangis Seo Yeon pecah dalam dekapan Raina.

“kau jangan khawatir, setelah kau sembuh...kita bisa menata karirmu dari awal lagi.”
“tapi aku sudah melangkah sejauh ini, hanya tinggal satu langkah lagi.”
***

            “kopi” tawar Lay seraya menyodorkan coffe cup kepada Suho.
            “terimakasih.” Suho menerima kopi tersebut.
Lay mengambil tempat di samping Suho. Akan menyenangkan jika mengobol di suasana taman seperti ini, pikirnya. “jadi, apa yang sedang kau lakukan disini? Tidak biasanya.” Lay membuka obrolan.
“aku sedang bingung.” jawab Suho setelah menyesap kopinya.
wae?”
“apa yang harus aku lakukan dengan sepatu itu.”
“...” lay tidak langsung menjawab. Ia mencoba memahami situasi dan membaca arah pembicaraan temannya itu. Ia menghembuskan napas berat, lalu berkata “tentu saja kau harus memberikannya kepada gadis itu.” Lay tersenyum yang menampakkan lesung pipinya itu.
“itu masalahnya....” balas Suho. “beberapa hari yang lalu, dia mengalami kecelakaan. Dia menderita osteomyelitis.” Lanjuutnya.
“apakah gadis itu dirawat dirumah sakit ini?”
“ya, dia pasienku. Namanya Kim Seo Yeon.”
osteomyelitis adalah penyakit yang sangat berbahaya. Dia bisa saja lumpuh.” Komentar Lay.
            Suho tahu itu. Gadis itu dalam masa sulit. Ia dapat merasakannya. Hatinya terasa sakit setiap kali ia melihat gadis itu menangis dikamar rawatnya. Ia berharap dapat melihat lagi senyuman di wajah gadis itu. Apapun akan ia usahakan agar raut kesedihan diwajah gadis itu lenyap. Cintanya benar-benar sedang diuji.
“Suho-ssi...apakah itu benar?” tanya seorang wanita.
            Merasa namanya dipanggil, Suho menoleh. Ia mendapati Seo Yeon tengah duduk dikursi rodanya dengan jarak yang tidak jauh dari tempatnya berada. Gadis itu pasti telah mendengar semuannya.
“kenapa kau diam saja. Jawab pertanyaanku! Apakah aku akan lumpuh selamanya?” sambung gadis itu dengan mata yang mulai merah dan berkaca-kaca.
“tolong dengarkan penjelasanku.” Respon Suho seraya menghampiri gadis itu. “setiap orang memiliki kesempatan untuk sembuh. Kau hanya perlu mengikuti terapi.” Kata Suho setelah berada tepat dihadapan gadis itu.
“itu berarti benar. Aku lumpuh.” Balas Seo Yeon dengan suara yang mulai melemah.
“bukan begitu. Maksudku....”
“percuma kau mengatakan itu kepada orang cacat. Aku tidak mau ikut terapi.” Sela Seo Yeon dengan air mata yang mengalir. “suster, tolong antarkan aku kekamarku.”
            Suho tak dapat mencegah gadis itu untuk pergi. Ia hanya bisa melihat gadis itu menjauh dari pandangannya dan menghilang di tikungan koridor. Kau boleh saja cacat. Tapi aku tahu...hatimu tidak cacat. Aku akan menunggu sampai saat itu tiba. Saat dimana kau menyadari bahwa hidup itu harus terus berjalan. Ucap Suho dari hati kecilnya.
***
           
            PRAAAANG....
Seo Yeon melemparkan sebuah vas bunga kaca ke ke tembok. Tidak hanya itu, semua barang yang ada di meja...ia raih dan melakukan hal yang sama seperti nasib vas bunga. Meskipun ia menghancurkan benda-benda yang ada di ruangan itu, tapi tetap saja rasa emosinya masih menggumpal. Apa lagi? Kemarin ia harus menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mewujudkan mimpinya. Sekarang? Haruskah ia menerima kenyataan jika kakinya tidak bisa digunakan lagi di runway? Besok? Apa lagi?
            Seperti bunga yang tumbuh di di tebing curam. Seo Yeon terbelunggu dalam sudut dunia yang gelap seorang diri dengan hati yang rapuh. Kapan saja angin bisa datang dan menerpanya sampai jatuh. Sejak kecil, ia sudah kehilangan kasih sayang seorang ibu. Takdir tidak mengizinkannya untuk bersama orang yang sangat disayanginya itu. Dan sekarang...ia harus bersiap untuk kehilangan Raina. Raina sudah seperti kakakya sendiri. Hanya dia keluarga yang ia miliki. Namun, Raina juga bukan wanita bodoh yang mau bekerja bagi gadis lumpuh yang tidak berguna. Seo Yeon tahu itu.
aigo... Seo Yeon-ah ada apa ini?” tanya Raina dengan ekspresi terkejut saat melihat kamar rawat Seo Yeon yang porak-poranda.
amugottoanieyo,hanya saja....aku....sedikit frustasi.” Jawab Seo Yeon terpotong-potong. “ah lupakan saja. Sekarang aku ingin menghirup udara segar diluar. Bisakah kau mengantarku ke atap gedung?” sambungnya.
“atap? Kita ke taman saja, eotte?”
“tidak mau.”
“hah...baiklah baiklah, kita keatap.”
            Raina menyetujui permintaan gadis itu. Ia tahu betul sikap Seo Yeon. Jika ada kenginannya yang tidak dituruti, maka dia akan uring-uringan. Dasar gadis keras kepala.
***

            Banyak orang berkerumun di depan gedung rumah sakit. Ada sesuatu yang menarik perhatian mereka.
“hey...nona, apa yang sedang kau lakukan disana?”
“ayo cepat turun!”
“kau bisa saja jatuh, cepat turun!”
Suara orang-orang itu saling bersahutan. Mereka meneriaki seorang gadis yang tengah berdiri dibibir atap gedung. Sepertinya gadis itu ingin bunuh diri, pikir mereka. Perhatian Suho juga tersedot. Ia menghampiri kerumunan orang tersebut, lalu melihat apa yang mereka lihat. Mata Suho membulat seketika. Ia sangat terkejut saat melihat seorang gadis yang ia kenal disana. Tanpa pikir panjang. Ia berlari menuju lift dan menekan tombol menuju lantai teratas dari gedung itu.
“Seo Yeon-ssi!” teriak Suho setelah sampai ditempat tujuan.
Gadis itu menoleh.
“menjauh dari sana! Kau bisa jatuh.”
“memang itu tujuanku. Hidupku sangat sulit. Tidak ada gunanya aku hidup.” Balas Seo Yeon
“jangan bicara begitu. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Pikirkanlah baik-baik. Jangan seperti ini!”
“...”
“Seo Yeon-ah....!” teriak Raina yang baru saja datang.
            Perhatian Seo Yeon tertarik pada manajernya. Ini kesempatan bagi Suho. Suho melangkah cepat menuju bibir atap, lalu menarik gadis itu untuk menjauh dari kawasan berbahaya itu. Dapat. Suho merengkuh gadis itu. Tidak akan ia biarkan gadis itu melakukan hal bodoh lagi.
            Gadis itu meronta-ronta dalam dekapan tangan Suho. “lepaskan aku!” katanya dengan air mata yang mulai mengalir. Suho tak bergeming. Semakin gadis itu berusaha lepas darinya, semakin ia mempererat lingkar tangan di tubuh gadis itu. “tidak akan kulepaskan sampai kau berubah pikiran.”
            Tidak lama kemudian, datang dokter Lay dengan asistennya. Lay segera menyuntikkan obat penenang kepada Seo Yeon. Hanya itu satu-satunya cara untuk menenangkan gadis itu.
~di kamar rawat~
“maafkan aku dok, kami telah merepotkanmu. Ini semua gara-gara aku. Andai saja aku tidak meninggalkannya untuk membeli coffe cup, masalah ini tidak mungkin terjadi.” Ungkap Raina dengan penuh sesal.
“tidak ada orang yang selalu benar. Mulai sekarang, kau hanya perlu menjaganya. Jangan sampai hal seperti tadi terjadi lagi.” Balas Suho.
            Setelah membaringkan Seo Yeon dikamar rawatnya, Suho meninggalkan gadis itu dalam lelapnya. Obat penenang sangat berpengaruh ditubuhnya. Untuk sementara itu baik, gadis itu jadi punya waktu untuk istirahat dan melupakan sejenak permasalahannya.
***

            Seo Yeon melirik kalender. Tanggal 4 Februari. Waktu terasa lama sekali berjalan. Padahal baru 2 minggu ia masuk rumah sakit ini. tapi, rasanya sudah berbulan-bulan. Membosankan. CKLEK. Pintu kamarnya terbuaka. Ia melihat dokter muda itu dibalik pintu. Kenapa pria itu tidak pernah bosan? Sudah berulang kali ia katakan bahwa ia tidak ingin mengikuti terapi.
“jika kau kemari untuk menyuruhku mengikuti terapi...kurasa kau pasti sudah tau jawabanku.”
anieyo, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Kau pasti bosan, bukan?” kata Suho.
Eodi?”
            Suho mendorong kursi roda Seo Yeon menuju lobi. Tidak ada penolakan dari gadis itu. Itu berarti dia memang sedang bosan, pikir Suho. terdengar suara riuh menyelubungi area lobi saat mereka memasuki area itu. Banyak pasien yang berkumpul ditempat itu.
“ada apa ini? kenapa ramai sekali?” tanya Seo Yeon
“hari ini adalah hari kanker sedunia. Pihak rumah sakit menggelar acara ini untuk menghibur para pasien disini, terutama mereka yang menderita kanker.” Jawab Suho. “bisakah kau tunggu disini, aku ingin ke tempat panitia, hanya sebentar saja.”
ye, pergilah.” Balas Seo Yeon.
           
Ia melihat pria itu berjalan menuju belakang panggung. Apa yang akan pria itu lakukan? Seo Yeon berada diantara pasien lainya yang sedang menikmati hiburan yang disuguhkan. Ada pertunjukkan sulap klasik, ada pertunjukkan menyanyi, ada pertunjukan drama dan berbagai permainan. Sekiranya daftar  acara itu yang ia tahu dari poster iklan yang membentang di dinding panggung.
            Mata Seo Yeon berkeliling area itu. Ia melihat banyak senyuman. Ia heran, mengapa mereka masih bisa tersenyum? Apa yang membuat mereka setegar itu? Sepengetahuannya, kanker adalah penyakit yang sangat mematikan yang ada di dunia ini. belum ada obat yang ditemukan untuk mengobatinya. Yang ada hanya obat untuk mengurai penderitaannya.
“hey nona...” panggil seorang wanita.
“apakah ajumma memanggilku?” tanya Seo Yeon kepada wanita yang ada disebelahnya.
“iya, kau.”
“ada apa?”
“apakah kau kekasih dokter Suho?” tanya wanita itu dengan penuh harap.
anieyo, aku adalah pasiennya. Memangnya apa yang membuatmu berpikir seperti  itu?” respon Seo Yeon.
“cara dia memandangmu dan cara dia bicara denganmu...sama dengan cara suamiku memandang dan bicara padaku.” Jelas wanita itu, wanita itu menghembuskan napas berat lalu melanjutkan “ternyata bukan  ya, sayang sekali. Padahal aku lihat, kalian sangat serasi. Kau gadis yang cantik dan dia pria yang tampan.” Tersirat raut kekecewaan di wajah wanita itu.
            Seo Yeon tersenyum samar. Tak banyak yang bisa ia katakan. Ajumma itu salah, pikirnya. Ia hanyalah seorang gadis cacat, sedangkan pria itu...ia memiliki tubuh yang sempurna dan sehat. Mana ada pria yang akan melirik gadis cacat sepertinya?
“ehem... annyeong haseyo. Chonun Suho imnida. Aku ingin menyanyikan sebuah lagu.” Kata Suho yang kini ada diatas panggung. “ lagu ini aku dedikasikan untuk kalian semua yang telah berjuang melawan penyakit yang bersarang tubuh kalian. Aku harap kalian dijauhkan dari rasa putus asa. Hwaiting!” Suho mengepalkan sebelah tangannya dan mengangkatnya sejajar bahu.

Machi amugeotdo moreuneun airo geureoke dasi taeeonan sungan gachi
Jamsi kkumilkkabwa han beon deo nun gamatda tteo boni
Yeoksi neomu ganjeolhaetdeon ne ape gidohadeut seo isseo
Dan han beonman ne yeoppeseo bareul matchwo georeo bogopa han beon,
ttak han beonmanyo
....
I’m eternally love
Neoui suhojaro jeo geosen barameul makgo
Ne pyeoneuro modu da deungeul dollyeodo
Hime gyeoun eoneu nal ne nunmeureul dakka jul
Geureon han saram deol su itdamyeon
Eodideun cheongugilteni

            Suara tepuk tangan mengakhiri penampilan Suho. pria itu membungkuk sebagai tanda terimakasih dan penghormatan. Setelah itu, ia kembali kebelakang panggung. Perhatian Seo Yeon kembali kepada wanita itu, setelah sebelumnya perhatiannya tertuju pada pria yang baru saja selesai bernyanyi di atas panggung.
“ehmm...Ajumma. apakah kau menderita kanker?” tanya Seo Yeon sedikit ragu.
“iya, kanker sumsum tulang belakang. Itu sebabnya aku duduk dikursi roda ini. apakah alasanmu duduk dikursi roda itu sama denganku?”
“tidak, aku tidak menderita kanker. Hanya saja....”
“syukurlah, kau beruntung karena tidak menderita penyakit terkutuk itu.” Potong wanita itu. “kau masih muda. Masa depanmu masih panjang. Jadi, jangan kau sia-siakan hidupmu untuk menyesali musibah yang menimpamu.” Sambungnya seraya membelai rambut panjang Seo Yeon.
“ehmm....boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Seo Yeon
“ya, katakanlah!”
“apa yang membuatmu dapat bertahan sampai sekarang dan tersenyum dengan ringan? Seakan-akan kau tidak menganggap penyakit itu.”
            Wanita itu tersenyum setelah mendengar pertanyaan gadis muda itu. Seo Yeon tertegun saat melihat senyuman itu. Teduh. Wanita itu mengeluarkan selembar foto dari tas rajutnya. Kemudian memberikan foto itu kepada Seo Yeon dan berkata “alasan satu-satunya aku bertahan yaitu karena mereka.”
            Seo Yeon menerima foto itu dan mendapati sebuah keluarga besar disana. Ada seorang ayah, seorang ibu (yang diyakininya adalah wanita yang sekarang ini ada disebelahnya), satu anak laki-laki, dan dua anak perempuan.
“kewajibanku sebagai ibu belum selesai. Aku ingin melihat anak-anakku menikah. Aku ingin melihat anak-anakku mendapat kebahagian di kehidupan barunya. Dan aku sangat ingin menggendong cucu-cucuku.” Ungkap wanita itu. “jika itu semua sudah tercapai, aku tidak akan menahan rasa sakit ini lagi. aku rela jika tuhan mengambil nyawaku.” Kata wanita itu dengan berderai air mata.
            “bolehkah aku memelukmu? Kau mengingatkanku pada ibuku.” Tanya Seo Yeon meminta persetujuan. Wanita itu mengangguk dan membuka kedua tangannya. Dengan senang hati, Seo Yeon menyambutnya dan menghambur ke dalam pelukan wanita itu. Apa yang aku pikirkan selama ini? salahku selalu melihat keatas, sampai tidak menyadari bahwa ada orang yang memiliki nasib lebih buruk dariku. Jauh dibawahku. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia merasa malu kepada dirinya sendiri. Padahal umurnya ½ dari umur wanita itu, tapi semangat wanita itu lebih besar dari dirinya. Ironis memang....
***
           
            “aku harap kau menikmati hiburan tadi. Aku pergi dulu.” Kata Suho setelah mengantarkan Seo Yeon ke kamar rawatnya.
            “Suho-ssi....
            “ya.” Suho menghentikan lagkahnya dan berbalik.
            “kapan aku bisa mulai terapi?”
            “....”
            Suho tertegun. Apakah ia tidak salah dengar? Mengapa ia berubah pikiran? Terselahlah. Yang jelas, ia senang mendengar gadis itu ingin mengikuti terapi. Itu berarti gadis itu masih punya semangat. Tidak ada alasan lagi baginya untuk mengulangi tindakan bunuh diri.
“Suho-ssi...” merasa pertanyaannya tidak ditanggapi, Seo Yeon memanggil pria itu.
“akan ku atur jadwalmu. Kau telah membuat keputusan yang benar. Itu bagus. Baiklah, aku harus menangani pasien lain.”
            “Suho-ssi...” panggil Seo Yeon lagi. Pria itu menoleh. “saat menyanyi tadi...suaramu bagus.” Lanjutnya. Pria itu membalasnya dengan lengkung manis dibibirnya.
            Seo Yeon teringat ucapan wanita itu.  Wanita itu benar. Biar bagaimanapun, ia harus tetap menjalani hidupnya. Selama ada keinginan, kesempatan itu pasti datang. Yang ia perlukan sekarang adalah usaha.
            Setiap kamis dan jumat, Seo Yeon rutin mengikuti terapi. Hari demi hari berlalu. Di bulan ke-2 sejak ia mengikuti terapi, keadaannya semakin membaik, ya walaupun kakinya belum bisa digunakan dengan normal. Tidak apa. Cepat atau lambat ia pasti akan bisa merasakan kakinya lagi. Rasanya tidak sabar menunggu saat itu tiba, saat dimana ia bisa menapakkan kakinya lagi. Jika saat itu tiba, orang yang pertama yang ingin diberiatuhunya adalah orang itu. Entah kenapa, ia ingin orang itu tahu setiap keadaannya.
***

 yeoboseyo.” Jawab Suho dari ujung sana.
“Suho-ssi, bisakah kau menemuiku sekarang?” tanya Seo Yeon.
“ya tentu, eodiya?”
“di ruang terapi.”
            TOK.... TOK.... TOK....
Suara ketukan pintu. pasti pria itu. Tanpa pikir panjang, Seo Yeon mempersilakan pria itu masuk. Ia melihat stetoskop masih tersangkut di lehernya. Dia pasti sedang sibuk. Seo Yeon jadi merasa tidak enak hati telah meminta seorang dokter untuk menemuinya di jam kerja sepert ini.
“bagaimana keadaanmu hari ini?”
changkkaman, tetap disana!” cegah Seo Yeon yang melihat pria itu hendak mendekat.
            Suho menatap gadis itu dengan tatapan bertanya. Kenapa? Apa yang akan gadis itu lakukan? Dengan perlahan Seo Yeon bangkit dari kursi rodanya. Masih terbesit rasa khawatir di hati Suho. apakah gadis itu yakin?
            Seo Yeon menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Kakinya sedikit bergetar. Walaupun begitu, ia tidak ingin mengurungkan niatnya. Ia pasti bisa. Sudah banyak orang yang memberinya motivasi selama ini. termasuk pria yang ada dihadapannya sekarang ini. tidak akan ia biarkan mereka merasa kecewa. Ia mulai melangkahkan kakinya. Langkah demi langkah dengan berlahan.
“kau dapat melihatnya, bukan? Ini keadaanku sekarang.” Kata Seo Yeon setelah sampai di depan Suho.
“kau berhasil Seo Yeon-ssi.” Respon Suho dengan senyum mengembang. “tunggu sebentar, aku akan segera kembali.” Sambungnya, lalu pergi dari ruangan itu.
            Beberapa menit kemudian, Suho kembali dengan membawa sebuah kotak karton. Ia menghampiri Seo Yeon yang sedang duduk di kursi rodanya. kemudian berlutut di depan gadis itu. ia mengeluarkan sepasang high hills berwarna merah terang dengan hiasan manik-manik yang terbuat dari krystal.
“ini untukmu. Bolehkah aku memakaikannya?”
            Seo Yeon mengangguk, itu berarti iya. “kamsahamnida” lanjutnya kemudian. Manis sekali.aku merasa seperti cinderella dari negeri dongeng, pikirnya.
“Suho-ssi...” panggil Seo Yeon.
“ya.”
CUP.... Seo Yeon mendaratkan sebuah kecupan lembut di pipi pria itu.
~FIN~