Romance Story of EXO
Selasa, 21 April 2015
ATTENTION
Hai para reader. author Shin Tama pindah lapak karena alasan tertentu. bagi yang berminat silakan kunjungi lapak aku yang baru : romancestoryofexo.wordpress.com sekian dan terimakasih :-)
Kamis, 02 April 2015
The Train Express
Tittle : The Express Train (Part 1)
Length : Twoshoot
Rating : PG-15
Main cast : -D.O (EXO)
-Soyul (Crayon Pop)
Other Cast : -Young Soo (OC)
-bibi Nam (OC)
***
***
SOYUL POV
Kupejamkan mata sejenak untuk
merasakan belaian lembut dan hangat angin musim semi. Aku suka musim semi dan
kota Jinhae. Mereka adalah dua element berbeda, namun saling melengkapi. Sangat
indah dan menakjubkan.
Aku adalah seorang gadis biasa yang
suka berkhayal dimanapun aku berada. Dan khayalanku itu seringkali kutuangakan
dibeberapa lembar kertas putih kosong bergaris. Singkat cerita, hobiku adalah
menulis cerita fiksi. Tempat favoritku untuk memikirkan ide-ide itu adalah kota
ini, kota Jinhae. Tepatnya di stasiun Kyeong Wha. Sudah menjadi kegiatan
rutinku di musim semi, menaiki kereta hanya untuk sekedar menikmati keindahan
cherry blossom yang bermekaran disepanjang kedua sisi rel kereta kota Jinhae.
D.O POV
waktu cepat sekali berjalan. Rasanya
baru kemarin rintik-rintik hujan membasahi kepalaku. Namun sekarang sudah
tergantikan oleh hamburan kelopak cherry blossom yang jatuh dihempas angin.
Musim semi telah tiba. Kata
kebanyakan orang, musim semi membawa aura ketenangan. Tapi tidak untukku. Aku
tidak sependapat dengan mereka. Dimusim apapun, rasanya sama saja. Aku selalu
dibebani pekerjaan kantor yang sudah di dateline. Aku hampir dirundung stres
dibuatnya. Untung saja, rasa stres itu tidak benar-benar menghampiriku. Sebagai
gantinya, rasa lelah selalu menguras sisa energi yang kumiliki.
Kelopak mataku sangat berat. Rasanya
tidak sabar ingin cepat sampai dirumah, lalu membenamkan diri di kasur dan
tenggelam dalam mimpi. Mataku semakin merapat. Oh tidak. Tunggulah beberapa
menit lagi...ah sial. Aku sangat mengantuk. Kulirik jam tangan. 25 menit lagi
aku akan sampai di stasiun tujuanku. 25 menit? Kupikir tidur sebentar tidak
masalah. Akhirnya aku menyerah kepada rasa kantukku dan memanfaatkan waktu
perjalananku untuk mengobati kantuk beratku.
60 menit kemudian...
Aku terbangun dari tidurku. Dimana aku sekarang? Kenapa keretanya berhenti? Apakah sudah sampai? Aku melihat kekiri dan kekanan. Gerbong keretanya sudah kosong. Para penumpang yang lainnya sudah turun. Kecuali aku dan seorang gadis yang sedang duduk disebrang tempat dudukku.
“chogiyo...kenapa anda tidak turun?” tanya gadis itu tiba-tiba. Aku hanya menoleh kearahnya tanpa sempat menjawabnya. “ini pemberhentian terakhir.” Lanjut gadis itu.
Mwo? Terakhir? Itu berarti...
“seharusnya aku turun di pemberhentian ke-3, tapi karena aku ketiduran...stasiun tujuanku jadi terlewat.” Jawabku.
“kau sendiri, kenapa tidak turun?” aku balik bertanya.
“aku ingin ke stasiun Kyeong Wha.”
Seingatku, aku dan gadis itu naik kereta ini dari stasiun Kyeong Wha. Ya,tidak salah lagi. gadis itu berjalan didepanku saat hendak memasuki gerbong. Lalu...kenapa dia ingin kembali ke sana legi? Ah...aku tidak peduli. Itu bukan urusanku. Memikirkan urusanku saja, sudah membuatku pusing. Tidak ada waktu untuk mencampuri urusan orang lain.
***
AUTHOR POV
Seperti biasa, D.O memasuki gerbong kereta dengan digelayuti rasa lelah. Kali ini dan untuk seterusnya, dia menuntut kepada dirinya sendiri : jangan sampai ia ketiduran di kereta lagi, karena itu sangat merepotkan dan membuang waktu saja.
Bicara memang mudah, tapi kenyataannya...berbanding terbalik dengan apa yang dibicarakan. Mata D.O mulai berat dan pelahan-lahan kelopak mata itu tertutup rapat, D.O tertidur. Gawat.
***
SOYUL POV
Aku
mengetuk-ngetukan ujung sepatuku ke lantai kereta. Aku bingung? apa yang harus
aku lakukan? Ada seorang pria yang sama sekali tidak kukenal, bersandar
dibahuku. Dia ketiduran. wajah pria itu tidak terlalu asing bagiku, karena
kemarin kita pernah bertemu dan membuat percakapan singkat.
Aku
melirik wajahnya sekilas. Kelihatnya, tidurnya sangat nyenyak. Pasti pria itu
sangat kelelahan, sampai dia tidak sadar bahwa kepalanya terkunglai di bahu
orang lain. Huh...aku jadi tidak tega membangunkannya.
“ya...chogiyo.” kataku seraya
menusuk-nusuk jari telunjukku ke bahunya.
“....” tidak berhasil. Pria itu masih
berada di bawah alam sadarnya.
“hei...kau sudah sampai di stasiun
tujuanmu.” Kataku lagi.
Kali
ini berhasil. Pria itu terlonjak. Sepasang mata bulatnya langsung terbuka
lebar. Dia menoleh kearahku dengan tatapan bingung. sepertinya, kesadaranyan
belum benar-bernar kembali.
“Joesong-hamnida...” ucap pria itu
sambil membungkuk kearahku, lalu dia segera meninggalkan gerbong sebelum
pintunya tertutup secara otomatis.
***
D.O POV
"Aku pesan 1 expresso coffe. " kataku kepada seorang
barista di sebuah cafe dekat stasiun.
Aku harus melakukan sesuatu untuk menghilangkan kebiasaan burukku
itu. Mungkin segelas kopi dapat membantu. Jika cara ini tidak berhasil juga,
haruskah aku menjepit kelopak mataku dengan penjepit pakaian agar aku tetap terjaga?
Aku meringis pelan ketika sebuah ingatan melintas dipikiranku.
Sebuah ingatan yang menggambarkan kejadian yang kualami kemarin dengan seorang
gadis di kereta api. Ah,,,itu memalukan.
"ini tuan pesanan anda. "
kata barista itu yang langsung memecahkan lamunanku.
"Eoh, iya. Aku pesan satu lagi.
"
"Baik tuan."
***
AUTHOR POV
D.O memasuki gerbong yang biasa ia tempati. Ia berharap bertemu
dengan gadis itu agar coffe cup yang sudah dibelinya tidak terbuang sia-sia.
"Ehm..." D.O berdeham. “permisi.” Lanjutnya kepada gadis
yang sedang asik memandang keluar jendela. Dia menoleh kearah D.O yang telah
duduk disebelahnya. “anda?” gumam gadis itu yang sudah familiar dengan wajah
D.O. “ini untukmu.” Kata D.O seraya menyodorkan segelas kopi. Melihat raut
wajah gadis itu yang terkejut dan kebingungan, D.O menyambung kalimatnya “mohon
diterima, anggap saja ini adalah tanda maaf dan terimaksihku karena kejadian
kemarin.”
Soyul tersenyum ramah, lalu menerima niat baik pria itu. “namaku
D.O. siapa namamu?” D.O mengulurkan tangan kanannya yang kemudian disambut oleh
Soyul.
“panggil saja aku Soyul.”
“oia...bagaimana kau bisa tahu
stasiun tujuanku?” tanya D.O mulai membuat percakapan.
“kau pernah berkata padaku
‘seharusnya aku berhenti di pemberhentian ketiga’. Apa kau lupa?”
“oh...waktu itu. Ya aku ingat.”
Sejak
moment perkenalan mereka terjadi, mereka menjadi sering membuat
percakapan-percakapan singkat di dalam gerbong. Mengenai kebiasaan buruk D.O?
kebiasaan ketiduran di kereta masih melekat pada pria itu. Namun bedannya,
semenjak D.O mengenal Soyul....stasiun tujuannya tidak pernah terlewat lagi.
Itu karena gadis itu seringkali menjadi alarm berjalan bagi D.O. cukup membantu
untuk meminimalisir kebiasaan pria itu.
***
Soyul tersimpuh dipinggir ranjangnya. Matanya berderai air mata
sambil membaca selembar surat keterangan dari dokter. Surat itu berisi hasil
pemeriksaan kondisi adik laki-lakinya yang berumur 12 tahun, bernama Young Soo.
Young Soo di diagnosis mengidap penyakit sirosis (pengerasan hati),
dan anak laki-laki malang itu harus segera mendapatkan donor. Harus, dan hanya
orang yang memiliki hubungan darah yang erat yang bisa menjadi pendonornya.
Perasaan Soyul kalut. Beban hidupnya sudah sangat berat. Ibunya
meninggal dunia ketika beliau melahirkan Young Soo. Ayahnya pergi meninggalkan
Soyul dan adiknya sejak Soyul masih duduk dibangku SMA. Tidak ada guna lagi
berharap ayahnya kembali, karena pria itu melarikan diri entah kemana, Soyul
tidak tahu. Yang Soyul tahu, pria itu menghidari para penagih hutang yang
mencarinya. Sejak saat itu, Soyul-lah yang bertanggung jawab penuh atas adiknya
itu dan sekarang Soyul dan adikknya tinggal disebuah rumah yang mereka sewa.
***
SOYUL POV
Aku melongok ke ruang TV. Kulihat Young Soo sedang mengerjakan
sesuatu. Ia menoleh ke arahku. Sepertinya dia menyadari bahwa ada yg sedang
memperhatikannya. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya, memintaku untuk
menghampirinya.
"kau sedang apa?" Tanyaku
seraya duduk disampingnya.
"Aku sedang membuat miniatur
gedung. "
"Benarkah, kau bisa
melakukannya. Coba nuna lihat."
Young Soo memamerkan karya buatannya kepadaku. Bagus. Sangat
kreatif. Dia menggunakan kardus, kertas warna dan lem untuk membuat miniatur
itu.
"Eottae? "
"bagus sekali. "
"Syukurlah, berarti aku punya
bakat menjadi arsitek jika aku sudah dewasa nanti. " balas Young Soo
dengan wajah sumbringah.
"Cita-cita mu ingin menjadi
arsitek? "
"Ne, aku sangat ingin. Jika aku
sudah menjadi arsitek nanti, akur akan mendirikan sebuah istana modern yang
sangat mewah, untuk tempat tinggal kita. " balasnya antusias.
Aku terenyuh. Nuna sangat menyayangimu Young Soo. Hanya kau
satu-satunya keluarga yang ku miliki. Kaulah yang selama ini menjadi alasanku
untuk tetap bertahan di kehidupan yang keras ini. Aku tidak ingin kehilangan
mu. Tak kan aku biarkan penyakit terkutuk itu merenggut nyawamu. Aku rela
melakukan apapun demi kau, adikku. Bagaimanapun caranya.
***
AUTHOR POV
"Young Soo, nuna pulang!" Kata Soyul seraya membuka pintu
utama. Adik laki-lakinya itu tidak menyahut. Oh, mungkin adiknya sedang
menonton Tv, pikirnya. Soyul tahu betul kegiatan rutin adiknya disore hari.
"Bibi Nam ... " gumam Soyul ketika melihat bibinya sedang
duduk disofa ruang tv. Air wajah wanita paruh baya itu tampak berbeda dari
biasanya. Senyum ramah dan ocehan ringan tiba-tiba hilang dari karakter bibi
Soyul. Ada apa dengan wanita itu?
"Coba kau jelaskan tetang ini. " bibi Soyul mengacuhkan
selembar amplop yang didepannya terdapat logo rumah sakit. DEG... Soyul
terlonjak.
"aku menemukannya dinakas kamarmu ketika aku sedang merapikan
kamarmu. " lanjut bibinya sebelum Soyul menyuarakan isi pikirannya yang
bertanya-tanya mengenai asal-usul bibinya mendapatkan surat itu. Soyul yakin,
bibinya telah mengetahui isi surat itu. Gawat. Seharusnya ia bisa
menyembunyikan surat itu dengan baik. Ceroboh.
Soyul mengepal kedua telapak tangannya. Ia berusaha mengumpulkan
kekuatan batinnya. cepat atau lambat, bibinya pasti akan mengetahui masalah
ini. Amplop itu berisi surat keterangan pendonor hati untuk Young Soo. Diformat
nama pendonor, tertera nama Soyul.
"Aku sangat menyayangi Young
Soo. Aku hanya ingin menyelamatkannya. " suara Soyul melemah.
"Kau punya 2 ginjal, jika kau
memberikan satu untuk adik mu... kau masih bisa hidup dengan satu ginjal. Tapi
hati... kau hanya memiliki satu. Jika kau memberikannya... maka... " perkataan
bibi Soyul terputus, ia menarik napas panjang. Dadanya sesak karena menahan
isaknya. "Maka kau tidak punya
kesempatan hidup lagi... " lanjut bibinya seraya menitika air mata yang
tidak bisa dibendung lagi.
"Young Soo masih sangat muda,
dia masih memiliki cita-cita yang menggebu-gebu, dia juga belum mengenal dunia ini dan segala
hal yang ada didalamnya. Sedangkan aku.... aku sudah merasakan manis pahitnya
hidup ini. Membiarkan Young Soo tumbuh dengan sehat, itu bisa membuatku tenang,
walaupun aku tak disisinya lagi. " air mata Soyul menyusul.
"Pasti ada cara lain. Kau tidak
perlu berkorban sejauh ini. "
Soyul menggeleng. "Sangat sulit mencari pendonor lain, kemungkinan
ada sangat kecil, 1: 1.000.000. Hanya keluarganya lah yang dapat mendonorkan
hati untuknya. Dan hanya aku, satu-satunya keluarga yang Young Soo miliki.
" respon Soyul, lalu membekap mulutnya dengan salah satu tangannya untuk
meredam tangisnya. "Aku mohon, izinkan aku. Dan jangan beritahu Young Soo
mengenai ini." Sambung Soyul sambil menggenggam tangan bibinya dan menatap
lurus kedalam mata wanita itu. Bibi Soyul mengangguk lemah. Hatinya luluh saat
melihat binar mata gadis muda yang ada dihadapannya, penuh ketulusan.
Soyul memeluk wanita itu. Walaupun wanita itu bukan bibi kandungnya.
Tapi Soyul sayang padanya dan sudah menganggapnya bagian dari keluarga.
***
SOYUL POV
"Aku iri padamu." Statment D.O yang membuat kerutan di
dahiku. "Wae?" Tanyaku. "Hidupmu tampak ringan dan sederhana.
Jika aku boleh memilih, aku ingin menjalani hidup sepertimu. " jawab D.O,
lalu menghela napas berat.
Senyumku memudar. Kau salah D.O. hidupku tidak seperti apa yang kau
katakan. Diluar orang bisa melihatku tersenyum. Dan juga Mereka tak pernah
mendengar keluhan ku. mereka tidak tahu yang sebenarnya. Disisi lain dalam
diriku yang tak pernah terjangkau oleh kasat mata, terdapat beban hidup yang
entah sampai kapan aku bisa menanggungnya. Itu sangat berat. Andai kau tahu
itu.
"Aku
sama sepertimu, D.O-ssi." Balasku seraya mencoba menarik senyum di bibirku
yang terasa kaku. "Aku juga bekerja. Rasa lelah, jenuh, dan hampir stres
karena pekerjaan, semua itu pernah aku rasakan. Tapi, aku bisa mengatasinya
dengan caraku sendiri. " sambungku.
"Benarkah? menurutku itu sulit,
jika semua perasaan itu datang padaku, maka jalan pikiran ku tiba-tiba buntu.
Bagaimana caramu melakukan nya? "
"Misalnya seperti sekarang ini:
duduk dikereta sambil menikmati pemandangan musim semi Jinhae dan sekitarnya.
" jawabku sambil melempar pandanganku keluar jendela.
"Sesederhana itu? "
aku menoleh kearah pria itu, lalu mengangguk.
"Jika itu kurang berhasil, maka aku akan bermain dengan imajinasi ku.
Berkhayal kau bisa terbang bebas , padahal kau bukan burung atau imajinasi
lainnya yang kau suka dan inginkan. Menurutku itu sangat menghibur. Kau bisa
mencobanya. " tambahku panjang lebar. Ku harap bisa meringankan beban
pikiran pria itu.
"Ehm, akan kucoba. "
Tepat pada saat itu, kereta berhenti di stasiun tujuan D.O. pria itu
tersenyum dan melambaikan tangan padaku sebelum dia keluar gerbong. Senyuman
pria itu terlalu manis bagi ukuran seorang pria.
***
D.O POV
Aku merebahkan punggungku disandaran kursi. Melelahkan. Aku melirik
laptop yang masih menyala di meja kerjaku. Hah, file-file itu merengek-rengek
minta diselesaikan. Telfon kantor berbunyi. Aku bergegas menerimanya.
"15 menit lagi, anda ada jadwal
meeting dengan client dari Jepang." Kata sekertaris Han dari ujung sana.
"Baik, aku akan bersiap-siap.
" balasku, lalu menutup sambungan telfon kami.
1
Pekerjaan belum selesai, datang lagi pekerjaan baru. Dan begitu seterusnya. Aku
lelah, jenuh dan frustasi. Oh ya, aku ingat. Seperti ada bola lampu yang
menyala di atas kepalaku, aku teringat saran Soyul. Imajinasi? Apa salahnya
dicoba. Mungkin saja itu berlaku padaku juga.
sesuatu
yang kau sukai, sesuatu yang kau inginkan, dan semua hal yang bisa membuatmu
tenang. Baiklah. Ayo kita mulai. Aku memejamkan mataku, mengosongkan pikiranku
untuk saat ini saja, dan merelakskan tubuhku.
“Soyul...” kataku lirih, lalu membuka
mataku.
***
AUTHOR POV
D.O melangkah dengan ringan memasuki pintu masuk stasiun. Jam pulang
kantor adalah saat -saat dimana D.O merasa menjadi seseorang yang lemah dan
rapuh. Tapi itu dulu. Sekarang berbeda. karena Ada gadis itu, jam pulang kantor
menjadi saat yang ditunggu -tunggu oleh D.O.
Gadis berparas manis itu telah mengubah sisi kelabu dalam hidup D.O.
Menghembuskan udara segar di tengah hiruk pikuk kehidupan D.O yang penat. Hanya
dengan melihat wajahnya dan mendengar suaranya, D.O sudah merasa lebih baik,
lebih tenang, lebih nyaman dan meningkatkan hormon serotonin-nya. Ajaib bukan?
Baginya gadis itu seperti obat yang menyembuhkan penyakit fisik dan batinnya.
Lebih menenangkan daripada benzodiazepin. Dan lebih membuatnya candu daripada
narkotika. "Soyul, kau adalah imajinasiku yang nyata." Ucap D.O dalam
hatinya.
***
SOYUL POV
aku memasukan buku draf cerpen ku ke tas selempang biru faforitku.
Aku tidak sabar pergi ke stasiun. melihat cerry blossom mekar, merasakan
belaian angin musim semi, dan mencari inspirasi untuk cerpen tulisanku. Bukan
hanya itu alasanku. Ada alasan yang lebih menarik perhatianku, yaitu pria
bermata bulat itu. Ah, aku semakin sadar, jika pria itu memiliki daya tarik
tersendiri.
Pria itu adalah orang pertama yang membaca cerpen -cerpen buatanku.
Dia juga memberi komentar yang positif, kritik dan saran. Aku menjadi bertambah
semangat.
"Nuna, mau kemana? Bekerja?
bukankah ini hari minggu? " tanya Young Soo ketika aku sedang memakai
sepatu.
Oia, hari ini hari libur. Pria sibuk itu pasti tidak berangkat
bekerja. "nuna ingin jalan-jalan, untuk menghirup udara segar, kau mau
ikut? "
"maaf nuna, sebenarnya aku ingin
sekali menemani mu, tapi aku ada latihan sepak bola dengan teman-teman
ku."
Aku berjalan mendekatinya. Lalu menepuk pundaknya. "Kau jangan
berlatih terlalu keras, jangan sampai terlalu lelah. Kondisimu tidak sebaik
mereka. Arrachi? " Young Soo tersenyum dan mengangguk.
***
AUTHOR POV
Dihari minggu, stasiun Kyeong Wha tampak lengah dari lalu lalang
orang-orang yang biasa pulang-pergi kerja/sekolah. Dengan hati kecewa, Soyul
melangkah menuju gerbong. Kecil kemungkinan bertemu pria itu, pikirnya.
“Soyul...”
panggil D.O seraya meraih pergelangan tangan gadis itu. Napas D.O
terengah-engah. Pria itu berlari kecil untuk mencegah Soyul masuk gerbong.
Hampir saja, satu langkah lagi, maka sosok gadis itu akan pergi dari
pandangannya.
1
detik....2 detik...3 detik...
Soyul mematung. Apakah ini imajinasi?
Tanyanya dalam pikirannya. “Soyul-ssi...” panggil D.O lagi. Soyul langsung
terbangun dari lamumannya ketika mendengar suara pria itu yang begitu nyata.
“ke-kenapa kau disini?” tanya Soyul yang belum sepenuhnya sadar.
“ayo kita pergi ke festiva Jinhae Gunhangje.”
Ajak D.O
Soyul
mengangguk pelan. Sepasang mata pekat itu berhasil memperdayanya. Dan senyum
itu...bagaikan mantra paling mujarab untuknya. Soyul tidak dapat mengelak,
walaupun ia ingin sekalipun. Ia tidak mampu.
festiva
Jinhae Gunhangje
adalah festival cherry blossom terbesar di korea selatan. Event itu digelar di Jungwon Rotary, tepatnya di
daerah tengah kota. Di sana, terdapat stand-stand yang menawarkan berbagai
produk, makanan maupun barang-barang. Stand-stand itu hampir memenuhi satu kota
Jinhae. Meriah sekali.
D.O
dan Soyul sangat menikmati acara itu. Mereka berkunjung ke beberapa stand,
membeli sesuatu di tempat itu, dan berjalan-jalan untuk sekedar melihat-lihat.
Indra pengelihatan mereka juga dimanjakan oleh parade militer yang disuguhkan
militer angkatan laut yang mengenakan seragam lengkap. Benar-benar memukau.
Setelah
puas berkeliling di festival itu, mereka memilih sebuah bangku panjang yang ada
di pinggir kota untuk beristirahat. Tempat itu tidak terlalu padat oleh
pengunjung. Cukup tenang.
“sepertinya musim semi akan berakhir.” Kata
D.O seraya memperhatikan bunga-bunga dan dedaunan yang mulai tanggal dari
batangnya.
“iya, kau benar. Pemandangan yang indah ini
akan segera berakhir.”
Senyum
Soyul perlahan memudar. Ada pesan tersembunyi dibalik ucapannya. Musim semi
berakhir, begitu pula dengan hidupnya. Dokter telah menetapkan waktu operasi
transplatasi ginjal untuk Young Soo, yaitu akhir musim semi ini.
“aku harap musim semi tahun depan, kita bisa
berkunjung ke acara ini lagi. Bukankah menyenangkan?”
“bagaimana jika kita tidak dapat bertemu
lagi?”
“maka aku akan sangat kecewa.” Balas D.O,
lalu menghembuskan napas berat, mempertegas perasaannya jika itu sungguh
terjadi nanti. “kupastikan kita bertemu lagi. Untuk itu...berikan nomor
ponselmu atau alamat rumahmu padaku.” Sambung D.O.
DEG.
Jantung Soyul seakan berhenti berpacu. Akhirnya, hal yang paling ditakutinya
datang. Bagaimana ia harus menjawabnya? Kini Soyul berbeda dari orang lain.
Hidupnya klise. Sulit baginya mengucapkan hal-hal yang nyata. Karena itu, akan
menimbun beban dihatinya.
Ponsel
Soyul berdering. Ada panggilan masuk dari adiknya. “Young Soo-ah ada
apa?....hah?....kau dimana? Nuna akan segera menjemputmu....” Soyul memutus
sambungan telfonya. Lalu berkata kepada D.O “Maafkan aku D.O-ssi, aku harus
pergi sekarang. Kaki adikku terkilir.”
“biar ku antar.” Tawar D.O
“Anio, tidak usah. Aku permisi.” Soyul
membungkukkan tubuhnya sekilas, kemudian mengambil langkah cepat meninggalkan
pria itu.
“dia
sudah pergi. Aku bahkan tidak berhasil mendapatkan kontaknya.” Dengus D.O
karena kecewa. Ia merasa ada yang janggal dengan gadis itu. Ini bukan pertama
kalinya D.O menanyakan kontak Soyul. Sebelumnya ia juga pernah bertanya, tapi
ada saja alasan gadis itu untuk menghindari pertanyaannya. Seperti ada yang
ditutup-tutupi. Misterius. “tapi itu menarik dan aku suka.” Ucap D.O sambil
senyum-senyum sendiri.
***
SOYUL POV
“apakah bibi sangat menyayangi paman?”
“iya, tentu saja.”
“kenapa kau sangat menyayanginya?”
“kedengarannya, itu pertanyaan mudah.
Tapi sulit untuk menjelaskannya.”
“mungkinkah jawabannya adalah
kelebihan yang dimiliki paman?”
“kau kurang tepat. Jika kau
menyayangi seseorang karena kelebihannya, maka itu bukan sayang, tapi
tuntutan.”
“lalu?”
“dia adalah lelaki yang dapat
mengubah kepribadianku sampai 180 derajat. Sebelum aku bertemu dengannya, aku
adalah seorang gadis ceria dan banyak bicara. Namun, entah kenapa...setelah aku
mengenal dia, aku menjadi gadis bisu. Banyak hal yang ingin kutanyakan padanya,
tapi ketika aku dihadapannya...rentetan pertanyaanku tiba-tiba ter-format dari
pikiranku. Aku gugup, malu, dan salah tingkah saat dia memandangiku. Terlepas
dari perasaan-perasaan kacau itu, aku merasa bahagia dan hatiku damai. Perasaan
unik, bukan? jatuh cinta memang seperti itu.”
“kisah yang manis.”
“kau juga bisa merasakannya.”
“tidak mungkin. Aku tidak punya waktu
lagi.”
Aku
mengalihkan pandanganku ke kelangit hitam kelam. Aku menahan air mataku agar
tidak jatuh dihadapan bibi. Biarlah rasa sesak ini menjalari dadaku, tanpa ada
siapapun yang tahu. Sebenarnya aku ingin merasakan jatuh cinta. Tidak! Bukan
ingin lagi. Tapi aku sudah merasakannya.
Aku jatuh cinta kepada pria itu, Doo
Kyusong. Celaka.
“kau masih sangat muda. Kau pantas
merasakannya.” Respon bibi dengan suara lirih. Hatiku terenyuh ketika
mendengarnya. Dia benar, tapi aku salah jika mengharapkannya terlalu besar.
Sangat salah, karena aku tidak punya kesempatan lagi.
“keputusanku sudah bulat. Aku tidak
akan berubah pikiran.”
“kau adalah seorang gadis berhati
malaikat. Jika aku diposisimu, belum tentu aku bisa mengambil keputusan itu. ”
Aku
memaksakan seulas senyum untuk menenangkan bibi yang matanya mulai berkaca-kaca
hendak menangis.
“bibimu ini memang tidak berguna. Aku
tidak dapat berbuat apapun disaat genting seperti ini.” runtuk bibi lebih
kepada dirinya sendiri.
“jangan bicara seperti itu. Aku hanya
ingin bibi menjaga Young Soo demi aku. Itu sudah cukup.”
bibi tersenyum
getir. “kemarilah!” katanya seraya meretangkan kedua tangannya. Dengan senang
hati, aku menghambur ke dalam pelukannya.Hah...aku akan sangat merindukan
pelukan ini.
***
SOYUL POV
Hari
ini tanggal 15 april. Hari H operasi transplatasi hatiku untuk Young Soo.
Semuanya sudah dipersiapkan. Dari dokter bedah, peralatan medis, dan yang
paling utama adalah mentalku. Jujur aku sangat takut. Makhluk hidup mana yang
tidak merasakannya jika kematian menantangnya? Namun, aku tidak boleh menuruti
egoku. Rasa sayangku kepada Young Soo, perlahan-lahan menguapkan rasa mencekam
itu dari benakku.
Dokter
menyuntikan obat bius ke selang infus yang melekat dilenganku. Untuk beberapa
detik setelah itu, tidak ada reaksi yang kurasakan. Lewat satu menit,
penglihatanku mulai kabur. Tiba-tiba saja sosok pria itu tergambar jelas di
pikiranku.
Aku
mohon, berhentilah berharap kita akan bertemu lagi. Jangan kecewa dan jangan
menungguku untuk kembali. Aku mencintaimu D.O-ssi, tapi kita tidak ditakdirkan
untuk bersama. Wajah pria itu terus terlukis sampai pengaruh obat bius
mengantarku ke alam bawah sadar.
***
D.O POV
15
april 2015, aku akan mengabadikan waktu ini. hari ini akan menjadi hari yang
sangat membahagiakan untukku jika gadis itu menerima perasaanku. Dan kalaupun
jawaban Soyul adalah yang sebaliknya. Itu bukan masalah bagiku. Karena aku
tidak akan menyesal telah menyatakan cinta kepadanya.
~2 jam kemudian~
Aku
mengecek jam tanganku. Aneh sekali. biasanya gadis itu sudah datang. Tapi,
sudah sesore ini, dia belum menampakkan dirinya di stasiun ini. aku menoleh ke
arah pintu masuk. Berharap gadis itu muncul, dan memberikan senyum ramahnya.
Ah,
mungkin sebentar lagi.
~3 jam kemudian~
Kuletakkan
sebuket bunga yang sengaja kubeli untuk Soyul di kursi tunggu stasiun. Kelopak-kelopak
itu tampak layu. Kuharap cintaku padanya tidak senasib seperti bunga itu. Gadis
itu tidak datang. tidak apa-apa. Mungkin dia sedang sibuk. Aku masih punya hari
esok. Aku akan datang lagi.
***
AUTHOR POV
Hari
silih berganti. Musim semi sudah berakhir. D.O belum menemukan titik temu
penantian cintanya. Setiap pulang kantor, pria itu selalu menyempatkan diri
untuk menunggu gadis itu distasiun. Namun hasilnya...ia harus mengecap
kenyataan pahit bahwa gadis itu tidak muncul.
“aku akan menunggumu bersama dengan
kelopak cherry blossom yang jatuh dan menari bersama angin musim semi yang
lembut.” lirih D.O
Suaranya
lebih pelan dari dari pada bisikan angin, namun lebih bernyawa dibandingkan
dengan sekedar jiwa yang bersemayam di raga seseorang. Cintanya kepada gadis
itu sangatlah kuat. Ia tidak akan berhenti sampai waktu menyerah, lalu
mempertemukannya kembali dengan Soyul.
~TBC~
Sabtu, 21 Maret 2015
The Glass Shoes
Title: The Glass Shoes
Autor: Shin Tama
Length: oneshoot
Genre: romance
Cast: Suho (EXO)
Kim Seo Yeon (Miss
korea 2014)
Meong...meong...meong....
Suho
keluar rumah, lalu mencari-cari dari
mana suara itu berasal. Berisik sekali. Ia jadi tidak fokus mengerjakan
pekerjaannya. Jika makhluk itu sudah ketemu, ia akan mengusirnya dengan cara
apapun. Memang kejam, tapi mau bagaimana lagi? Suara nyaring itu sungguh
mengganggunya. Suho berhenti di dekat pohon besar. Jelas-jelas suara itu bersumber
dari sekitar pohon besar itu. Namun ia tidak melihat makhluk itu. Ekornya sajapun,
ia tidak lihat. Ranting kecil jatuh mengenai kepala Suho. Refleks ia mendongak
ke atas. Takut-takut masih ada ranting yang akan jatuh lagi. Jadi ia bisa sigap
menghindar.
Meong...meong...meong....
“ternyata kau disana?” kata Suho yang melihat kucing
itu terjebak diatas pohon.
Bagaimana
Suho dapat mengusir hewan berbulu lebat itu? Ia sangat takut jika harus berkontak
fisik dengan hewan itu. benyak orang yang mengatakan bahwa hewan itu lucu dan
menggemaskan. Tapi tidak bagi Suho. Menurutnya, hewan itu adalah hewan yang
mengerikan. Lebih mengerikan daripada seekor buaya yang sedang membuka mulutnya.
Intinya, pria itu memiliki sejarah buruk dengan hewan yang disebut kucing.
“hey, apa yang kau lakukan? Kenapa diam saja?” kata
seorang gadis yang tiba-tiba saja muncul dibelakang Suho. “palli,
tolong kucing itu!” lanjut gadis itu.
“aku tidak bisa.” Balas Suho.
“wae?”
“karena aku...aku....” ucap Suho terbata-bata karena
malu mengakui jika ia takut dengan kucing. Jika gadis itu sampai tau, pasti dia
akan menjadi bahan tertawaan.
“hah...jika kucing itu tidak cepat ditolong, maka ia
akan jatuh.” Gadis itu menghembuskan napas berat, lalu segera memanjat pohon
itu.
Gadis
itu membuat Suho mematung dengan tingkahnya. Tidak disangka, ada gadis semacam
itu. Kukira semua gadis hanya bisa
kesalon dan menghabiskan uang di mall. ternyata dia berbeda. Komentar Suho
dalam pikirannya. Gadis itu dengan lincah menapakkan kakinya di dahan demi
dahan pohon. Mata Suho tak dapat berkedip saat melihat gadis itu. Terselip rasa
khawatir dalam hatinya. Beberapa menit kemudian, Suho dapat bernapas lega.
Gadis itu berhasil membawa kucing itu turun. Syukurlah.
“apakah kucing ini milikmu?” tanya gadis itu setelah
kakinya menginjak tanah.
“bukan.”
“ataukah kucing ini milik seseorang yang kau kenal?”
“bukan juga. Sepertinya itu kucing liar”
“kalau begitu, aku akan membawanya.”
Sebuah
mobil convertable putih berhenti
didepan mereka berdua. Pengemudi mobil itu adalah seorang wanita yang terlihat
lebih tua dari gadis yang berdiri di samping Suho.
“Seo Yeon-ah, kau kemana saja? Sejak tadi, aku
mencarimu. Acaranya akan segera dimulai.”
Teriak wanita itu dari dalam mobil.
“oh tidak, aku terlambat.” Kata Seo Yeon setelah
melihat jam tangannya.
Seo
Yeon bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Suho yang masih berdiri
dibawah pohon besar itu.
***
Dddrrrttt....dddrrrttt....dddrrrttt....
Suara
getar ponsel menderu berkali-kali. Namun, sang pemilik ponsel tersebut belum
juga mengangkat panggilan itu. Di panggilang ke 8, pemilik ponsel tersebut baru
menerimanya.
“yeoboseyo.”
“yaaaa! Kim Seo Yeon....” teriak seorang wanita dari
ujung sana.
Seo
Yeon langsung menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Suara manajernya itu
sangat nyaring. Ia heran, kenapa wanita itu bisa jadi manajernya. Wanita itu
lebih pantas menjadi penyanyi seriosa, menurutnya.
Menjadi model terkenal, tidak semudah
orang-orang pikir. Ada kalanya masa-masa sulit itu datang. Sering kali ia kena
omel manajernya karena tidak on time.ya,
tidak mudah menghilangkan kebiasaan buruknya itu.
“tidak usah teriak begitu. Aku mendengarmu. Ada
apa?” tanya Seo Yeon yang baru saja membuka matanya.
“apa kau lupa? Malam ini kau ada jadwal kompetisi
model Korea.”
“astaga, aku ketiduran. kau tunggu saja. Aku akan
segera kesana.”
Seo
Yeon melirik jam dingding. 30 menit adalah waktu yang tersisa untuknya untuk
bersiap-siap. Ia berlari ke kamar mandi. 5 menit kemudian, ia keluar dari sana.
Dengan langkah cepat, ia meraih baju yang telah disiapkan manajernya. Setelah
selesai memakai baju, ia langsung melesat ke luar rumah. Tidak ada waktu untuk
memakai make up dirumah. Akan
menghemat waktu jika ia memakainya di mobil, pikirnya.
“taksi...mana taksi...” gumam Seo Yeon sambil
menyisir jalan raya. “itu dia.” Seo Yeon berlari menuju mobil itu.
“Ajusshi,
cepat antarkan aku ke Yeouido.”
Siapa yang dia sebut ajusshi? Memangnya aku
tampak sudah tua. Gerutu Suho dalam hati. Ia memutar kepalanya untuk
menegur orang itu bahwa ini bukan taksi. Ia memaklumi jika orang itu menganggap
mobilnya taksi karena warna mobilnya memang seperti taksi. Tapi biar
bagaimanapun, mobilnya bukanlah taksi. Jadi ia tidak bisa tinggal diam. Gadis itu...gumam Suho dalam hati. Ia
kenal gadis itu. Seo Yeon, gadis pemanjat pohon.
“Ajusshi, apa
yang kau tunggu, ayo jalan!”
“ye...”
Di
perjalanan, sesekali Suho melirik ke kaca sepion. Gadis itu tampak sibuk
mengurusi dirinya sendiri. Menata rambut, memakai lipstick, menyapukan bedak, dan mempoleskan eyes shadow. Apakah gadis itu tidak sadar, jika dia berlari dan masuk
ke mobilku tanpa alas kaki? Pikir Suho. Lucu sekali. Suho mengerem mobilnya
di depan sebuah gedung yang menjulang. Ketika Seo Yeon hendak membayar ongkos
transportasinya...suho menolak. Tentu saja, pria itu tidak dibayar untuk ini.
“chwesonghamnida,
aku sedang terburu-buru...jadi aku tidak menyadari jika mobilmu bukanlah
taksi.” Ucap Seo Yeon sambil membungkukkan tubuhnya setelah mendengarkan
penjelasan pria itu. Gadis itu lalu berjalan menuju lobi gedung itu.
“Seo Yeon-ssi....”
panggil Suho.
Langkah
Seo Yeon terhenti. Darimana pria itu tahu
namaku? Pikirnya. Ia memutar tubuhnya, lalu mendapati pria itu berjalan ke
arahnya dengan membawa sepasang high
hills. Melihat sepasang benda itu,
ia menjadi teringat sesuatu. Kakinya. Seo Yeon melirik kebagian bawah tubuhnya.
Astaga, aku lupa memakai alas kaki. Kata
Seo Yeon dalam hati.
“pakai ini, kau tidak mungkin berkeliaran tanpa
memakai alas kaki bukan?” Suho menyodorkan sepasang high hills itu. “ini
milik adikku. Aku rasa dia tidak akan keberatan jika aku menolong seseorang.”
Lanjut Suho. Ia merundukkan tubuhnya untuk meletakkan high hills itu di depan sepasang kaki jenjang Seo Yeon.
“darimana kau tau namaku? Apakah kita pernah bertemu
sebelumnya?”
“ya, aku adalah saksi saat kau memanjat pohon untuk
menolong seekor kucing.”
“oh...aku ingat.” Balas Seo Yeon. “Maaf, aku harus
segera pergi.” Sambung Seo Yeon.
gadis
itu melenggang masuk kedalam gedung setelah saling bertukar kartu nama dengan
Suho. Seo Yeon berjanji akan mengembalikan high
hills itu secepatnya. Suho tak beranjak dari sana sampai gadis itu
benar-benar hilang dari pandangannya.
***
I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Suho bersenandung sambil
memrapihkan meja kerjanya. Hari ini suasana hatinya sedang baik, didukung
dengan cuaca yang cerah. Lengkap sudah. “kau lebih pantas jadi penyanyi,
mengapa kau disini dan menjadi seorang dokter?” kata seorang pria yang
tiba-tiba saja ada diruangan itu.
“Lay...kau mengagetkanku saja. Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?”
“aku tidak mau mengganggu acara bernyanyimu itu.” Kata Lay yang masih
menyandarkan tubuhnya di ambang pintu sambil menlipat kedua tangannya didepan
dada.
“sejak kapan kau berada disini?” tanya Suho yang sedang duduk bersandar
di kursi nyamannya.
“sejak kau mulai benyanyi, membereskan meja kerjamu, dan kau
senyum-senyum sendiri. Sepertinya suasana hatimu sedang baik. Ada apa? Ceritakan
padaku!”
“nanti akan kuceritakan. Sekarang aku lapar. Kajja, kita keluar untuk makan siang!” jawab Suho seraya merangkul
pundak rekannya itu.
Mereka menyusuri jalan
setapak di antara keramaian kota. Mereka berniat mengisi perutnya di sebuah restaurant dekat rumah sakit. Langkah
kaki Suho terhenti di depan sebuah bangunan berdiding kaca. Ada sesuatu yang
menarik perhatiannya, selain gadis itu. Namun masih ada kaitannya dengan gadis
itu.
“kenapa berhenti? ayo jalan.bukankah kau lapar.”
“changkkamanyo, aku ingin
membeli sesuatu.” Jawab Suho, lalu
masuk ke bangunan itu.
Lay membaca plang yang menempel dibangunan itu. “toko sepatu wanita...”
dahinya mengkerut. Ia memutuskan untuk menyusul Suho. Ia menghampiri Suho yang
sedang memandangi sebuah sepatu yang dipajang di etalase dekat pintu masuk.
“bagaimana menurutmu sepatu itu?” tanya Suho setelah Lay berada
disampingnya.
“bagus. Untuk adikmu?”
“bukan.”
“....” Lay diam. Ia menunggu Suho melanjutkan kalimatnya. Pria itu sudah
berjanji akan menceritakan semuannya padanya. Menurutnya, rekannya itu akan
mulai bercerita.
“aku akan membelinya untuk seorang gadis.” Sambung Suho.
“sekarang aku tau alasannya kenapa kau terlihat begitu senang. Ternyata
karena gadis itu. Apa yang membuat kau tertarik padanya?” Timpal Lay.
“dia cantik...lebih cantik dari
sepatu itu. Dia juga seorang model.” Ucapa Suho dengan mata yang tak lepas dari
sepatu itu. “tapi, bukan itu yang membuatku tertarik padanya. Dia aneh, unik,
dan ceroboh. Karena terlalu bersemangat mengurusi karirnya, ia sampai bertindak
ceroboh. Aku suka itu.” Sambungnya.
“sebaiknya kau pertimbangkan lagi perasaanmu. Mungkin kemarin, hari ini,
atau besok...gadis itu masih cantik. Bagaimana jika suatu saat nanti penampilan
gadis itu berubah drastis, apakah kau akan tetap menyukainya?”
“jika itu terjadi, itu berarti cintaku sedang di uji.” Jawab Suho seraya
melemparkan senyum termanisnya.
***
Suho melangkahkan kakinya secepat
mungkin menuju ruang UGD. Ada pasien kecelakaan lalu lintas yang harus ia tangani
dengan segera. Baginya...setiap detik yang berjalan sangat berharga. Semua jiwa
berhak bersemayam di raganya. Itu sebabnya ia berada di sini, rumah sakit. Ia
mengabdikan dirinya untuk memberi kesempatan bagi siapa saja yang masih
mempunyai garis kehidupan di takdirnya. Tak ada kata menyerah dalam kamusnya.
Ia akan berusaha sekeras mungkin. Itu adalah janjinya yang selalu ia genggam.
“ seonsaengnim, keadaan pasien
sangat kritis.” Kata seorang suster.
Suho mengenakan semua
perlengkapak dokternya. Ia bersiap memeriksa pasien tersebut. “ Seo Yeon...”
gumamnya. Mata Suho melebar. Ia sangat terkejut. Apa yang terjadi pada gadis
itu? “siapkan ruang operasi, kita akan segera mengoprasinya.” Lanjutnya setelah
memeriksa keadaan gadis itu.
***
“baiklah, saya akan menyebutkan siapa
pemenang dari kompetisi ini. apa kalian siap mendengarnya?” kata pembawa acara
dengan penuh semangat. Penonton membalasnya dengan tepuk tangan yang meriah.
“pemenangnya adalah....”
Seo Yeon mencengkram gaunnya. Jantungnya
berdegum sangat kencang. Tangannya dingin. “oh eonni, aku sangat gugup.” Adu Seo Yeon kepada manajernya.
“tenanglah, berdoa saja agar namamu yang disebut.” Balas manajernya. Raut wajah
Seo Yeon yang gugup tidak bisa disembunyikan. Ia sampai sulit bernapas karena
tidak sabar untuk mengetahui siapa pemenangnya. Pembawa acara itu benar-benar membuatnya
jengkel. Kenapa lama sekali? Dia malah mengulur-ulur waktu. Ingin rasanya ia
berlari keatas panggung dan merebut amplop berisi nama pemenangnya.
“pemenangnya adalah Kim Seo Yeon.” Teriak pembawa acara itu.
Gadis itu naik keatas
pangung dengan hati yang ringan. Ia tidak dapat merasakan kakinya menyentuh
lantai. Rasanya kebahagiaan telah membawanya terbang. Akhirnya ia naik satu
tangga. Satu langkah lagi, impiannya akan benar-benar terwujud. Diakui sebagai
model di kancah interasional adalah impian terbesarnya.
~skip~
“gomawo mentraktir kami makan
dan minum.” Kata manajernya, lalu memeluk artis kesayangannya itu.
“aish, sepertinya kau mabuk berat. Biar aku saja yang menyetir mobilnya.
Berikan padaku kuncinya.”
Percuma bicara dengan
orang yang sedang mabuk. Seo Yeon merogoh saku jaket manajernya itu. Setelah
menemukan apa yang ia cari, ia memapahnya ke dalam mobil. Seo Yeon berjalan
memutari mobilnya menuju ke pintu pengemudi. Ketika hendak masuk, ia melihat
sebuah mobil oleng kearahnya. Ia tidak punya cukup waktu untuk menghindar.
Bemper mobil itu pun menghantam tubuhnya.
Seo Yeon terbangun dari
tidurnya. ia terduduk diatas tempat tidurnya.
Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Ternyata
kecelakaan itu hanya mimpi. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia menyisir
ruangan yang sedang ditempatinya. Rasanya ada yang berbeda. Tunggu dulu....ini
memang berbeda. Ini bukan kamarnya. “ aahw...” ringis Seo Yeon. Ia menyingkap
selimut yang menutupi kakinya. Mimpi itu
memang nyata. Pikirnya. Ia terkejut saat melihat kedua kakinya dibebat.
***
Seo Yeon terduduk di sebuah kursi roda dengan pandangan keluar jendela.
Sudah hampir seminggu ia mendekam di rumah sakit ini. kau harus beristirahat total selama 3 bulan. Ucapan dokter muda itu
teringang-ngiang di telinganya. 3 bulan? Apa dokter itu bergurau? Kompetisi
model internasional akan di gelar bulan depan. Apakah ia harus mengakui kecelakaan
yang telah menimpanya ini?
“ini tidak mungkin.” Katanya dengan suara parau. Air matanya meluncur
dipipinya yang tirus. Sulit dipercaya. Hanya tinggal satu langkah lagi menuju
impiannya. Dan sekarang ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak dapat
ikut kompetisi bergengsi itu.
“Seo Yeon-ah, waktunya makan
siang.” Kata Raina yang baru saja masuk bersama dengan seorang suster yang
membawa senampan makanan.
“aku tidak lapar.” Balas Seo Yeon
tanpa mengalihkan pandangannya.
“kau harus makan agar kau cepat sembuh, cha...!”
PRAAAANG...
“sudah kubilang, aku tidak ingin makan.” Seo Yeon menepis nampan makanan
yang disodorkan manajernya hingga nampan itu jatuh dan menghamburkan semua yang
ada diatasnya. “makan atau tidak...tidak akan merubah segalanya. Aku tetap
duduk di kursi roda ini.” sambunya lagi.
“kau hanya butuh waktu. Jadi aku mohon, jangan mempersulit dirimu
sendiri.” Raina membungkuk untuk memeluk model asuhannya itu.
“tapi...impianku sudah kandas. Apa yang harus aku lakukan?” tangis Seo Yeon pecah dalam dekapan
Raina.
“kau jangan khawatir, setelah kau sembuh...kita bisa menata karirmu dari
awal lagi.”
“tapi aku sudah melangkah sejauh ini, hanya tinggal satu langkah lagi.”
***
“kopi” tawar Lay seraya
menyodorkan coffe cup kepada Suho.
“terimakasih.” Suho
menerima kopi tersebut.
Lay mengambil tempat di samping Suho. Akan menyenangkan jika mengobol di
suasana taman seperti ini, pikirnya. “jadi, apa yang sedang kau lakukan disini?
Tidak biasanya.” Lay membuka obrolan.
“aku sedang bingung.” jawab Suho setelah menyesap kopinya.
“wae?”
“apa yang harus aku lakukan dengan sepatu itu.”
“...” lay tidak langsung menjawab. Ia mencoba memahami situasi dan
membaca arah pembicaraan temannya itu. Ia menghembuskan napas berat, lalu
berkata “tentu saja kau harus memberikannya kepada gadis itu.” Lay tersenyum yang
menampakkan lesung pipinya itu.
“itu masalahnya....” balas Suho. “beberapa hari yang lalu, dia mengalami
kecelakaan. Dia menderita osteomyelitis.”
Lanjuutnya.
“apakah gadis itu dirawat dirumah sakit ini?”
“ya, dia pasienku. Namanya Kim Seo Yeon.”
“osteomyelitis adalah penyakit
yang sangat berbahaya. Dia bisa saja lumpuh.” Komentar Lay.
Suho tahu itu. Gadis itu
dalam masa sulit. Ia dapat merasakannya. Hatinya terasa sakit setiap kali ia
melihat gadis itu menangis dikamar rawatnya. Ia berharap dapat melihat lagi
senyuman di wajah gadis itu. Apapun akan ia usahakan agar raut kesedihan
diwajah gadis itu lenyap. Cintanya benar-benar sedang diuji.
“Suho-ssi...apakah itu benar?”
tanya seorang wanita.
Merasa namanya
dipanggil, Suho menoleh. Ia mendapati Seo Yeon tengah duduk dikursi rodanya
dengan jarak yang tidak jauh dari tempatnya berada. Gadis itu pasti telah
mendengar semuannya.
“kenapa kau diam saja. Jawab pertanyaanku! Apakah aku akan lumpuh
selamanya?” sambung gadis itu dengan mata yang mulai merah dan berkaca-kaca.
“tolong dengarkan penjelasanku.” Respon Suho seraya menghampiri gadis
itu. “setiap orang memiliki kesempatan untuk sembuh. Kau hanya perlu mengikuti
terapi.” Kata Suho setelah berada tepat dihadapan gadis itu.
“itu berarti benar. Aku lumpuh.” Balas Seo Yeon dengan suara yang mulai
melemah.
“bukan begitu. Maksudku....”
“percuma kau mengatakan itu kepada orang cacat. Aku tidak mau ikut
terapi.” Sela Seo Yeon dengan air mata yang mengalir. “suster, tolong antarkan
aku kekamarku.”
Suho tak dapat mencegah
gadis itu untuk pergi. Ia hanya bisa melihat gadis itu menjauh dari
pandangannya dan menghilang di tikungan koridor. Kau boleh saja cacat. Tapi aku tahu...hatimu tidak cacat. Aku akan
menunggu sampai saat itu tiba. Saat dimana kau menyadari bahwa hidup itu harus
terus berjalan. Ucap Suho dari hati kecilnya.
***
PRAAAANG....
Seo Yeon melemparkan sebuah vas bunga kaca ke ke tembok. Tidak hanya itu,
semua barang yang ada di meja...ia raih dan melakukan hal yang sama seperti
nasib vas bunga. Meskipun ia menghancurkan benda-benda yang ada di ruangan itu,
tapi tetap saja rasa emosinya masih menggumpal. Apa lagi? Kemarin ia harus
menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mewujudkan mimpinya. Sekarang? Haruskah
ia menerima kenyataan jika kakinya tidak bisa digunakan lagi di runway? Besok? Apa lagi?
Seperti bunga yang
tumbuh di di tebing curam. Seo Yeon terbelunggu dalam sudut dunia yang gelap
seorang diri dengan hati yang rapuh. Kapan saja angin bisa datang dan
menerpanya sampai jatuh. Sejak kecil, ia sudah kehilangan kasih sayang seorang
ibu. Takdir tidak mengizinkannya untuk bersama orang yang sangat disayanginya
itu. Dan sekarang...ia harus bersiap untuk kehilangan Raina. Raina sudah
seperti kakakya sendiri. Hanya dia keluarga yang ia miliki. Namun, Raina juga
bukan wanita bodoh yang mau bekerja bagi gadis lumpuh yang tidak berguna. Seo
Yeon tahu itu.
“aigo... Seo Yeon-ah ada apa ini?” tanya Raina dengan ekspresi
terkejut saat melihat kamar rawat Seo Yeon yang porak-poranda.
“amugottoanieyo,hanya
saja....aku....sedikit frustasi.” Jawab Seo Yeon terpotong-potong. “ah lupakan
saja. Sekarang aku ingin menghirup udara segar diluar. Bisakah kau mengantarku
ke atap gedung?” sambungnya.
“atap? Kita ke taman saja, eotte?”
“tidak mau.”
“hah...baiklah baiklah, kita keatap.”
Raina menyetujui
permintaan gadis itu. Ia tahu betul sikap Seo Yeon. Jika ada kenginannya yang
tidak dituruti, maka dia akan uring-uringan. Dasar gadis keras kepala.
***
Banyak orang berkerumun
di depan gedung rumah sakit. Ada sesuatu yang menarik perhatian mereka.
“hey...nona, apa yang sedang kau lakukan disana?”
“ayo cepat turun!”
“kau bisa saja jatuh, cepat turun!”
Suara orang-orang itu saling bersahutan. Mereka meneriaki seorang gadis
yang tengah berdiri dibibir atap gedung. Sepertinya gadis itu ingin bunuh diri,
pikir mereka. Perhatian Suho juga tersedot. Ia menghampiri kerumunan orang
tersebut, lalu melihat apa yang mereka lihat. Mata Suho membulat seketika. Ia
sangat terkejut saat melihat seorang gadis yang ia kenal disana. Tanpa pikir
panjang. Ia berlari menuju lift dan
menekan tombol menuju lantai teratas dari gedung itu.
“Seo Yeon-ssi!” teriak Suho
setelah sampai ditempat tujuan.
Gadis itu menoleh.
“menjauh dari sana! Kau bisa jatuh.”
“memang itu tujuanku. Hidupku sangat sulit. Tidak ada gunanya aku hidup.”
Balas Seo Yeon
“jangan bicara begitu. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
Pikirkanlah baik-baik. Jangan seperti ini!”
“...”
“Seo Yeon-ah....!” teriak Raina
yang baru saja datang.
Perhatian Seo Yeon
tertarik pada manajernya. Ini kesempatan bagi Suho. Suho melangkah cepat menuju
bibir atap, lalu menarik gadis itu untuk menjauh dari kawasan berbahaya itu.
Dapat. Suho merengkuh gadis itu. Tidak akan ia biarkan gadis itu melakukan hal
bodoh lagi.
Gadis itu meronta-ronta
dalam dekapan tangan Suho. “lepaskan aku!” katanya dengan air mata yang mulai
mengalir. Suho tak bergeming. Semakin gadis itu berusaha lepas darinya, semakin
ia mempererat lingkar tangan di tubuh gadis itu. “tidak akan kulepaskan sampai
kau berubah pikiran.”
Tidak lama kemudian,
datang dokter Lay dengan asistennya. Lay segera menyuntikkan obat penenang
kepada Seo Yeon. Hanya itu satu-satunya cara untuk menenangkan gadis itu.
~di kamar rawat~
“maafkan aku dok, kami telah merepotkanmu. Ini semua gara-gara aku. Andai
saja aku tidak meninggalkannya untuk membeli coffe cup, masalah ini tidak mungkin terjadi.” Ungkap Raina dengan
penuh sesal.
“tidak ada orang yang selalu benar. Mulai sekarang, kau hanya perlu
menjaganya. Jangan sampai hal seperti tadi terjadi lagi.” Balas Suho.
Setelah membaringkan Seo
Yeon dikamar rawatnya, Suho meninggalkan gadis itu dalam lelapnya. Obat
penenang sangat berpengaruh ditubuhnya. Untuk sementara itu baik, gadis itu
jadi punya waktu untuk istirahat dan melupakan sejenak permasalahannya.
***
Seo Yeon melirik
kalender. Tanggal 4 Februari. Waktu terasa lama sekali berjalan. Padahal baru 2
minggu ia masuk rumah sakit ini. tapi, rasanya sudah berbulan-bulan.
Membosankan. CKLEK. Pintu kamarnya terbuaka. Ia melihat dokter muda itu dibalik
pintu. Kenapa pria itu tidak pernah bosan? Sudah berulang kali ia katakan bahwa
ia tidak ingin mengikuti terapi.
“jika kau kemari untuk menyuruhku mengikuti terapi...kurasa kau pasti
sudah tau jawabanku.”
“anieyo,
aku
ingin mengajakmu ke suatu tempat. Kau pasti bosan, bukan?” kata Suho.
“Eodi?”
Suho
mendorong kursi roda Seo Yeon menuju lobi. Tidak ada penolakan dari gadis
itu. Itu berarti dia memang sedang bosan, pikir Suho. terdengar suara riuh
menyelubungi area lobi saat mereka memasuki area itu. Banyak pasien yang
berkumpul ditempat itu.
“ada apa ini? kenapa ramai sekali?” tanya Seo Yeon
“hari ini adalah hari kanker sedunia. Pihak rumah sakit menggelar acara
ini untuk menghibur para pasien disini, terutama mereka yang menderita kanker.”
Jawab Suho. “bisakah kau tunggu disini, aku ingin ke tempat panitia, hanya
sebentar saja.”
“ye, pergilah.” Balas Seo Yeon.
Ia melihat pria itu berjalan menuju
belakang panggung. Apa yang akan pria itu lakukan? Seo Yeon berada diantara
pasien lainya yang sedang menikmati hiburan yang disuguhkan. Ada pertunjukkan
sulap klasik, ada pertunjukkan menyanyi, ada pertunjukan drama dan berbagai
permainan. Sekiranya daftar acara itu
yang ia tahu dari poster iklan yang membentang di dinding panggung.
Mata
Seo Yeon berkeliling area itu. Ia melihat banyak senyuman. Ia heran,
mengapa mereka masih bisa tersenyum? Apa yang membuat mereka setegar itu? Sepengetahuannya,
kanker adalah penyakit yang sangat mematikan yang ada di dunia ini. belum ada
obat yang ditemukan untuk mengobatinya. Yang ada hanya obat untuk mengurai
penderitaannya.
“hey nona...” panggil seorang wanita.
“apakah ajumma
memanggilku?”
tanya Seo Yeon kepada wanita yang ada disebelahnya.
“iya, kau.”
“ada apa?”
“apakah kau kekasih dokter Suho?” tanya wanita itu dengan penuh harap.
“anieyo,
aku
adalah pasiennya. Memangnya apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” respon Seo Yeon.
“cara dia memandangmu dan cara dia bicara denganmu...sama dengan cara
suamiku memandang dan bicara padaku.” Jelas wanita itu, wanita itu
menghembuskan napas berat lalu melanjutkan “ternyata bukan ya, sayang sekali. Padahal aku lihat, kalian
sangat serasi. Kau gadis yang cantik dan dia pria yang tampan.” Tersirat raut
kekecewaan di wajah wanita itu.
Seo Yeon tersenyum
samar. Tak banyak yang bisa ia katakan. Ajumma
itu
salah, pikirnya. Ia hanyalah seorang gadis cacat, sedangkan pria itu...ia
memiliki tubuh yang sempurna dan sehat. Mana ada pria yang akan melirik gadis
cacat sepertinya?
“ehem... annyeong
haseyo. Chonun Suho imnida.
Aku ingin menyanyikan sebuah lagu.” Kata Suho yang kini ada diatas panggung. “
lagu ini aku dedikasikan untuk kalian semua yang telah berjuang melawan
penyakit yang bersarang tubuh kalian. Aku harap kalian dijauhkan dari rasa putus
asa. Hwaiting!” Suho mengepalkan
sebelah tangannya dan mengangkatnya sejajar bahu.
Machi
amugeotdo moreuneun airo geureoke dasi taeeonan sungan gachi
Jamsi
kkumilkkabwa han beon deo nun gamatda tteo boni
Yeoksi
neomu ganjeolhaetdeon ne ape gidohadeut seo isseo
Dan
han beonman ne yeoppeseo bareul matchwo georeo bogopa han beon,
ttak
han beonmanyo
....
I’m
eternally love
Neoui
suhojaro jeo geosen barameul makgo
Ne
pyeoneuro modu da deungeul dollyeodo
Hime
gyeoun eoneu nal ne nunmeureul dakka jul
Geureon
han saram deol su itdamyeon
Eodideun
cheongugilteni
Suara
tepuk tangan mengakhiri penampilan Suho. pria itu membungkuk sebagai tanda
terimakasih dan penghormatan. Setelah itu, ia kembali kebelakang panggung.
Perhatian Seo Yeon kembali kepada wanita itu, setelah sebelumnya perhatiannya
tertuju pada pria yang baru saja selesai bernyanyi di atas panggung.
“ehmm...Ajumma.
apakah kau menderita kanker?” tanya Seo Yeon sedikit ragu.
“iya, kanker sumsum tulang belakang. Itu sebabnya
aku duduk dikursi roda ini. apakah alasanmu duduk dikursi roda itu sama
denganku?”
“tidak, aku tidak menderita kanker. Hanya saja....”
“syukurlah, kau beruntung karena tidak menderita
penyakit terkutuk itu.” Potong wanita itu. “kau masih muda. Masa depanmu masih
panjang. Jadi, jangan kau sia-siakan hidupmu untuk menyesali musibah yang menimpamu.”
Sambungnya seraya membelai rambut panjang Seo Yeon.
“ehmm....boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Seo Yeon
“ya, katakanlah!”
“apa yang membuatmu dapat bertahan sampai sekarang
dan tersenyum dengan ringan? Seakan-akan kau tidak menganggap penyakit itu.”
Wanita
itu tersenyum setelah mendengar pertanyaan gadis muda itu. Seo Yeon tertegun
saat melihat senyuman itu. Teduh. Wanita itu mengeluarkan selembar foto dari
tas rajutnya. Kemudian memberikan foto itu kepada Seo Yeon dan berkata “alasan
satu-satunya aku bertahan yaitu karena mereka.”
Seo
Yeon menerima foto itu dan mendapati sebuah keluarga besar disana. Ada seorang
ayah, seorang ibu (yang diyakininya adalah wanita yang sekarang ini ada disebelahnya),
satu anak laki-laki, dan dua anak perempuan.
“kewajibanku sebagai ibu belum selesai. Aku ingin
melihat anak-anakku menikah. Aku ingin melihat anak-anakku mendapat kebahagian
di kehidupan barunya. Dan aku sangat ingin menggendong cucu-cucuku.” Ungkap
wanita itu. “jika itu semua sudah tercapai, aku tidak akan menahan rasa sakit ini
lagi. aku rela jika tuhan mengambil nyawaku.” Kata wanita itu dengan berderai
air mata.
“bolehkah
aku memelukmu? Kau mengingatkanku pada ibuku.” Tanya Seo Yeon meminta
persetujuan. Wanita itu mengangguk dan membuka kedua tangannya. Dengan senang
hati, Seo Yeon menyambutnya dan menghambur ke dalam pelukan wanita itu. Apa yang aku pikirkan selama ini? salahku
selalu melihat keatas, sampai tidak menyadari bahwa ada orang yang memiliki
nasib lebih buruk dariku. Jauh dibawahku. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia
merasa malu kepada dirinya sendiri. Padahal umurnya ½ dari umur wanita itu,
tapi semangat wanita itu lebih besar dari dirinya. Ironis memang....
***
“aku
harap kau menikmati hiburan tadi. Aku pergi dulu.” Kata Suho setelah
mengantarkan Seo Yeon ke kamar rawatnya.
“Suho-ssi....”
“ya.”
Suho menghentikan lagkahnya dan berbalik.
“kapan
aku bisa mulai terapi?”
“....”
Suho
tertegun. Apakah ia tidak salah dengar? Mengapa ia berubah pikiran?
Terselahlah. Yang jelas, ia senang mendengar gadis itu ingin mengikuti terapi.
Itu berarti gadis itu masih punya semangat. Tidak ada alasan lagi baginya untuk
mengulangi tindakan bunuh diri.
“Suho-ssi...” merasa
pertanyaannya tidak ditanggapi, Seo Yeon memanggil pria itu.
“akan ku atur jadwalmu. Kau telah membuat keputusan
yang benar. Itu bagus. Baiklah, aku harus menangani pasien lain.”
“Suho-ssi...” panggil Seo Yeon lagi. Pria itu menoleh.
“saat menyanyi tadi...suaramu bagus.” Lanjutnya. Pria itu membalasnya dengan
lengkung manis dibibirnya.
Seo
Yeon teringat ucapan wanita itu. Wanita
itu benar. Biar bagaimanapun, ia harus tetap menjalani hidupnya. Selama ada
keinginan, kesempatan itu pasti datang. Yang ia perlukan sekarang adalah usaha.
Setiap
kamis dan jumat, Seo Yeon rutin mengikuti terapi. Hari demi hari berlalu. Di
bulan ke-2 sejak ia mengikuti terapi, keadaannya semakin membaik, ya walaupun
kakinya belum bisa digunakan dengan normal. Tidak apa. Cepat atau lambat ia
pasti akan bisa merasakan kakinya lagi. Rasanya tidak sabar menunggu saat itu
tiba, saat dimana ia bisa menapakkan kakinya lagi. Jika saat itu tiba, orang
yang pertama yang ingin diberiatuhunya adalah orang itu. Entah kenapa, ia ingin
orang itu tahu setiap keadaannya.
***
“yeoboseyo.” Jawab Suho dari ujung sana.
“Suho-ssi, bisakah
kau menemuiku sekarang?” tanya Seo Yeon.
“ya tentu, eodiya?”
“di ruang terapi.”
TOK....
TOK.... TOK....
Suara ketukan pintu. pasti pria itu. Tanpa pikir
panjang, Seo Yeon mempersilakan pria itu masuk. Ia melihat stetoskop masih tersangkut di lehernya. Dia pasti sedang sibuk. Seo
Yeon jadi merasa tidak enak hati telah meminta seorang dokter untuk menemuinya
di jam kerja sepert ini.
“bagaimana keadaanmu hari ini?”
“changkkaman, tetap disana!” cegah Seo
Yeon yang melihat pria itu hendak mendekat.
Suho menatap gadis itu
dengan tatapan bertanya. Kenapa? Apa yang akan gadis itu lakukan? Dengan
perlahan Seo Yeon bangkit dari kursi rodanya. Masih
terbesit rasa khawatir di hati Suho. apakah gadis itu yakin?
Seo
Yeon menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Kakinya
sedikit bergetar. Walaupun begitu, ia tidak ingin mengurungkan niatnya. Ia
pasti bisa. Sudah banyak orang yang memberinya motivasi selama ini. termasuk
pria yang ada dihadapannya sekarang ini. tidak akan ia biarkan mereka merasa
kecewa. Ia mulai melangkahkan kakinya. Langkah demi langkah dengan berlahan.
“kau dapat melihatnya, bukan? Ini keadaanku
sekarang.” Kata Seo Yeon setelah sampai di depan Suho.
“kau berhasil Seo Yeon-ssi.” Respon Suho dengan senyum mengembang. “tunggu sebentar, aku
akan segera kembali.” Sambungnya, lalu pergi dari ruangan itu.
Beberapa
menit kemudian, Suho kembali dengan membawa sebuah kotak karton. Ia menghampiri
Seo Yeon yang sedang duduk di kursi rodanya. kemudian berlutut di depan gadis
itu. ia mengeluarkan sepasang high hills berwarna
merah terang dengan hiasan manik-manik yang terbuat dari krystal.
“ini untukmu. Bolehkah aku memakaikannya?”
Seo
Yeon mengangguk, itu berarti iya. “kamsahamnida”
lanjutnya kemudian. Manis sekali.aku
merasa seperti cinderella dari negeri dongeng, pikirnya.
“Suho-ssi...” panggil
Seo Yeon.
“ya.”
CUP.... Seo Yeon mendaratkan sebuah kecupan lembut
di pipi pria itu.
~FIN~
Langganan:
Postingan (Atom)