Author : Shin Tama
Length : Oneshoot
Main cast : -Park Chanyeol (EXO)
-Yoo Rachel (The
Heirs)
Genre : Romance, school-life
“aku
ingin putus!” kata Rachel kepada seorang pria yang ada dihadapannya. “mwo?kenapa? apa masalahnya? Kita baru
saja memulai hubungan ini selama seminggu.” Balas Luhan dengan rentetan
pertanyaan. Ia heran dengan keputusan yeojacingu-nya
itu. Apakah ada yang salah dengannya? Selama ini ia selalu bersikap baik
dan bertutur kata sopan kepada gadis itu. Lalu, apa yang terjadi? Seakan Rachel
bisa membaca pikiran Luhan, lalu ia berkata “lebih baik kau tidak perlu tahu
alasannya.”
“tidak bisa, kau tidak boleh mencapakan aku tanpa
alasan yang jelas.”
“sejak awal aku tidak memiliki perasaan apapun
padamu. Aku menerimamu sebagai namjacingu-ku
karena aku ingin menghargai sahabatku yang sudah berusaha menjodohkanku
denganmu. Jadi, kita putus saja.”
Rachel
menekan suaranya di kata ‘putus’. Kata tersebut senjata andalannya untuk
mengakhiri sandiwaranya. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia bukanlah artis yang
pandai berakting. Ia hanyalah seorang gadis yang duduk di bangku SMA yang ingin
memahami perasaannya sendiri. Biarlah hidupnya mengalir bagaikan air. Jika
sudah saatnya ia menyukai seseorang , maka terimalah. Dan jika ia membenci
seseorang, maka jangan memaksanya untuk menyukai orang itu, karena berpura-pura
adalah perasaan yang sangat ingin ia hindari.
“hey...kau lebih kejam dari pemangsa berdarah
dingin.” Komentar Luhan.
Rachel
menghentikan langkahnya. Ia mengurungkan niatnya untuk meninggalkan restaurant ala Italia itu. Pria itu sudah
gila, pikirnya. Ia tidak terima jika harus disamakan dengan makhluk pemangsa.
Kedengarannya kasar sekali. Rachel berjalan kembali meja yang sengaja dipesan
Luhan untuk dinner. Ia meraih sebuah
gelas berisi sirup berwarna merah, lalu menumpahkannya ke wajah Luhan. “sudah
kukatakan: kau tidak perlu tahu alasannya. Tapi kau malah keras kepala. Jadi
terimalah akibatnya.” Kata Rachel, kemudian pergi meninggalkan pria itu dengan
sirup yang membasahi wajah dan mengotori kemeja putihnya.
***
Uhuhkkk....
Uhuhkkk....
Krystal tersedak minumannya saat mendengar
pernyataan sahabatnya. Saking terkejutnya, ia merasa tenggorokannya tercekat.
Rachel menepuk-nepuk punggung sahabatnya
itu untuk mengurangi penderitaanya.
“kenapa kau putus dengan Luhan oppa ?”
“aku tidak bisa terus membohongi perasaanku. Aku
tidak menyukainya.”
“daebak....”
balas Krystal dengan tatapan tak percaya. “apa yang salah dengannya? Bukankah
kau tahu sendiri, siapa Luhan dan bagaimana dia.” Lanjutnya.
Rachel
menghembuskan napas berat. Ya, ia tahu siapa Luhan dan bagaimana dia. Bahkan
semua wanita yang mengenalnya dapat melihatnya. Pria itu adalah ketua eskul
band sekolah yang dikagumi banyak murid perempuan. Selain itu, banyak nilai plus yang dimiliki Luhan. Dia pintar,
tampan, easy going dan populer. Namun
semua itu, tidak menjadi jaminan untuk menarik perhatian Rachel. Seorang gadis
angkuh yang tidak peka terhadap perasaan orang lain.
***
Semilir
angin menerbangkan ujung-ujung poni Rachel. Namun gadis itu sama sekali tidak
tergangggu. Ia tetap fokus dengan kegiatannya. Setiap 2 menit sekali, Rachel
membalik lembaran kertas yang telah disusun menjadi sebuah buku dengan judul sweet melody. Membaca novel dibawah
pohon rindang dan ditemani juice cup rasa
apel adalah kegiatan favorit gadis itu. Jika sudah begitu, maka ia akan
terhanyut dalam zona nyamannya.
“ehmm....” Rachel mendongak setelah mendengar suara
seseorang berdeham. Ia mendapati seorang pria yang memiliki rambut seperti
landak, tengah berdiri dihadapannya dengan tangan yang disembunyikan dibalik
punggungnya. “wae?” tanya Rachel.
“ini untukmu.” Pria itu menyodorkan sebuket bunga anggrek yang di rangkai
dengan indah.
Rachel
tidak langsung menerima pemberian dari teman satu angkatannya itu. Ia menatap
pria itu dengan tatapan penuh tanya. Pria berpipi cuby yang biasa dipanggil Xiumin balas menatap Rachel dengan penuh
harap. Andai saja Xiumin mempunya telekinesis
power , mungkin ia bisa menjawab semua pertanyaan yang gadis itu lontarkan
lewat tatapan matanya itu. Setelah Rachel bergelut dengan kebingungannya, ia
memutuskan untuk menerima bunga itu. Tapi, kenapa bunga anggrek?
“boleh aku duduk?”
“tentu, duduklah.” Jawab Rachel seraya menggeser
tubuhnya untuk memberi tempat kepada pria itu.
“apakah kau tahu filosofi dari bunga anggrek?”
“anio.” Rachel
menggeleng.
“bunga anggrek melambangkan kecantikan yang sempurna
dan menurutku, kau seperti bunga anggrek itu, cantik dan sempurna.”
“gomawoyo
atas pujiannya.” Respon Rachel.
“kudengar, hubungannmu dengan Luhan sudah berakhir,
apa itu benar?”
Beritanya
cepat sekali menyebar. Seperti wabah penyakit yang tidak dapat dihentikan.
Rachel mengangguk lemah. Ia malas membahas Luhan, pria yang memiliki eksistensi
tinggi disekolahnya. Ia rasa anggukkan kepala adalah jawaban yang paling
efisien. “kalau begitu, apakah aku memiiki kesempatan untuk menjadi
penggantinya?” sambung Xiumin. “....” lagi-lagi tatapan ituyang Xiumin dapat
yang membuatnya mulai gelisah. Detik ini juga ia membutuhkan telekinesis power. Ia membawa tangan
Rachel dalam genggamannya. “sejak aku mengenalmu, aku sudah tertarik padamu.
Maukah kau menjadi pacarku?”
Rachel
menarik tangannya dari genggaman pria itu, lalu membalas pengakuan pria itu
“aku tidak bisa, karena aku tidak
menykaimu, sejak dulu aku menganggapmu teman.”
***
“jadi, Xiumin pria yang keberapa?” kata Krystal
sambil merangkul bahu Rachel.
“apa maksudmu? Tiba-tiba datang dan bertanya seperti
itu?” balas Rachel seraya menurunkan lengan yang menggelayut di pundaknya.
“jangan berpura-pura tidak tahu. Tadi aku tak
sengaja bertemu Xiumin. Dilihat dari ekspresi wajahnya, aku pikir ia sedang dia
sedang kacau dan saat ditanya: ada apa? Dia menjawab: hatinya sedang kacau
karena seorang gadis bernama Rachel.” Papar Krystal dengan nada bicara yang
menuntut kebenaran.
“aku rasa, satu porsi bulgogi dapat membuatmu berhenti bicara dan menutup mulutmu. Kajja, aku yang traktir.”
Krystal
hanya mendengus jengkel lalu menyusul sahabatya yang jalan lebih dulu. Temannya
yang satu ini memang pandai mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mengerti jalan
pikiran Rachel. Dari sekian banyak pria yang datang padanya, tak ada satupun
yang ia terima. Kalaupun ada, hubungan mereka hanya berjalan seumur jagung.
“aku heran, kenapa kau mudah sekali mematahkan hati
pria-pria itu? Sebenarnya, pria seperti apa yang kau sukai?” tanya Krystal
sambil mengaduk-ngaduk bulgogi-nya.
“entahlah. Mereka sama saja. Aku merasa biasa saja
saat didekat mereka.”
“asal kau tau, disekolah kita tidak ada namja seperti Daniel Radclife. Jadi,
jaga standarmu itu.”
Rachel hanya membalasnya dengan senyuman ringan,
lalu mulai melahap hidangannya.
***
Rachel
sudah jenuh dengan semua ini. ia tidak habis pikir, kenapa orangtuannya
berpikir seperti anak kecil. Hal sepele saja bisa menjadi masalah besar.
Telingannya bisa tuli, jika terus mendengar pertengkaran mereka. Bulir-bulir
bening menetes dari pelupuk mata Rachel. Ia sangat takut. Ia tidak tahu, apakah
ia bisa menanggung beban hatinya jika orangtuannya sampai berpisah.. Rachel
meluapkan air matanya tanpa khawatir ada yang melihat. Menurutnya, tempat ini
adalah tempat yang paling aman untuk menangis.
“sedang
apa seorang yeoja diatap sendirian?”
suara seorang pria mengagetkan Rachel. Ia menoleh ke arah sumber suara dan
berkata “kau tidak mengenalku dan akupun sebaliknya. Jadi kau tidak perlu tahukaren
ini bukan urusanmu.” Pria itu tidak merespon statment Rachel. Ia malah berjalan mendekati gadis itu dan tanpa
izin mengambil tempat disebelah Rachel. “aku tidak bisa berpura-pura tidak
tahu, saat ada orang yang menangis dihadapanku.” “lalu, kau mau apa?” tanya Rachel
dengan alis terangkat.
Pria
itu melepas earphone yang menyakut
dilehernya, lalu memakaikannya ke telinga Rachel. “cara ini selalu berhasil
padaku, ku harap kau merasa lebih baik.” Ucapnya tanpa melepas tangannya di
kedua sisi kepala Rachel. Rachel membeku. Tubuhnya tidak menolak saat sepasang
tangan pria itu menangkup kepalanya. Hangat. Senyum pria itu tak pudar
sedikitpun, walaupun Rachel bersikap acuh padanya. Pria aneh, pikir Rachel.
Rachel mulai mendengar alunan musik dari benda yang bertengger dikepalanya itu.
Aliran musik slow jazz memasuki
gendang telinganya. Ia tidak tahu, jika mendengarkan musik bisa membuat suasana
hatinya lebih baik. Selama ini ia sibuk dengan tumpukan buku, sampai-sampai ia
tidak menyadari ada hal sederhana yang bisa membuat hatinya tenang.
Pria
itu menurunkan tangannya setelah merasa bahwa gadis itu mulai menikmati lagu
Jason Mraz yang ia putar. “ini, hapus air matamu!” pria itu memberikan baju
seragamnya. Rachel heran. Apa lagi ini? “karena aku tidak punya sapu tangan,
jadi pakai saja ini.” lanjut pria itu. Baginya tak masalah meminjamkan baju
seragamnya, toh ia masih menyisakan kaos oblong ditubuhnya.
Rachel
menerima seragam yang bertuliskan Park Chanyeol di name tag-nya. Dengan cepat, ia menghapus air matanya. Sungguh
memaluka jika menangis didepan orang yang tidak dikenalnya.
“aku rasa, aku harus pergi.” Kata Chanyeol setelah
melirik jam tangannya.
“earphone dan
bajumu?”
“nanti saja kau kembalikan itu, aku pikir kau masih
membutuhkannya.” Chanyeol berdiri, lalu melangkah pergi meninggalkan atap
gedung sekolahnya itu.
“Park Chanyeol!” panggil Rachel setelah membaca name tag dibaju pria itu. “kapan dan
dimana aku bisa menemuimu?”
“diruang musik, aku selalu disana pada jam
istirahat.”
***
Aromanya
masih melekat, walaupun Rachel sudah mencucunya. Ternyata pria itu memiliki
selera yang bagus dalam memilih farfum. Rachel memasukkan baju dan earphone
milik Chanyeol kedalam tas karton. Ia berniat mengembalikan benda-benda itu
kepada pemiliknya.
“permisi.” Sapa Rachel
sambil mengetuk pintu yang diatasnya terdapat papan berukuran kecil yang
bertuliskan ‘ruang musik’. Chanyeol yang sedang mengatur senar-senar gitarnya
refleks menoleh ke arah pintu.
“eoh? Gadis atap....” gumam Chanyeol.
“panggil aku Rachel. Aku kurang suka julukan itu.”
Balas Rachel seraya berjalan menuju pria itu.
“oh, baiklah. Jadi, apa yang membawamu kemari?”
“kau lupa? Kau meminjamkanku earphone dan baju. Aku
kesini untuk mengembalikannya.”
“oia, benar juga.”
“gomawoyo....” kata Rachel setelah menyerahkan tas
kartonnya.
Pandangan
Rachel menyisir ruangan itu. Banyak sekali alat musik dengan berbagai jenis dan
bentuk. Pandangannya berhenti disalah satu sudut ruangan. Ssebuah biola menarik
perhatiannya. Seakan tahu apa yang Rachel lihat, Chanyeol mengambil biola
tersebut, lalu menyerahkannya kepada gadis itu. “mainkanlah!” pinta Chanyeol.
Rachel ragu apakah ia masih ingat bagaimana caranya mengalukan nada-nada dengan
benda itu. Sudah lama sekali ia tidak menyentuh biola. Terakhir kali ia
memainkan biola, saat ia duduk dibangku sekolah dasar.
“aku
tidak yakin akan mampu menghasilkan nada yang bagus.” Ungkap Rachel dengan
jujur. “cobalah.” Tatapan itu....apa pria itu seorang ilusionis ? kenapa tatapan matanya membuat Rachel tidak bisa bilang
‘tidak’. Seolah-olah pria itu sedang menghipnotisnya.
~skip~
Suara
tepuk tangan Chanyeol menggema diruangan yang sunyi itu setelah Rachel berhenti
memainkan jemarinya diatas dawai-dawai itu. Rachel memainkan instrumen sebuah
lagu dengan sukses. Itu melegakan. Berarti kemampuan bermain biolanya masih
ada.
“giliranmu!”
“mwo?”
“nyanyikan sebuah lagu.” Pinta Rachel.
“geurae, aku tidak akan mengecewakanmu.”
Chanyeol
memangku gitarnya dan memposisikannya senyaman mungkin. Jemarinya mulai memetik
senar-senar itu. Rachel menikmati permainan gitar pria itu. Melodi yang dihasilkan
ringan dan enak didengar. Setelah hampir satu menit Chanyeol memainkan
instrumen, ia mengeluarkan suaranya dalam bentuk lagu.
~skip~
“eotte?” tanya
Chanyeol setelah melakukan petikan terakhir di gitarnya.
“joah.” Jawab
Rachel seraya menganggukkan kepalanya. “lagunya enak didengar, apa judulnya?”
“lucky. Aku dan teman satu bandku yang membuatnya.”
“oh, jika aku ingin mendengarkan musik, bolehkah aku
datang kemari?”
“tentu saja.” Balas Chanyeol sambil memamerkan
deretan gigi putihnya.
Dibandingkan
mendengarkan musik lewat mp3 player, Rachel lebih suka mendengar dan melihat
pria itu bernyanyi. Suara berat pria itu terasa akrab ditelinganya.
***
Terik
matahari pagi tidak mematahkan semangat murid-murid kelas XI-2 untuk melakukan
olahraga. Sebenarnya Rachel tidak suka dengan pelajaran ini. melelahkan. Tapi
apa boleh buat, mau tidak mau, ia harus mengikutinya karena ia tidak ingin
mencari masalah dengar guru olahraganya yang bertubuh tinggi dan atletis itu.
Setelah melakukan pemanasan selama 10 menit, mereka ditugaskan bermain
permainan bola besar. Sepak bola, basket, atau voli.
“Rahel, ayo bermain voli?!” ajak Krystal.
“kau saja dengan yang lain. Aku sedang malas.” Tolak
Rachel, lalu berjalan meninggalkan lapangan dan mengambil tempat dikursi
panjang yang berada dipinggir lapangan. Ia lebih suka duduk sambil menonton
teman-temannya bermain bola voli, basket, sepak bola, dan sebagainya.
Menurutnya, risiko terkena lemparan bola dikepalanya akan lebih kecil.
“Rachel...awas!”
teriak seseorang.
DUG....saat Rachel menoleh, sesuatu yang keras
menghantam kepalanya. Apa itu? Kejadiannya sangat cepat. Rachel tidak dapat
menebak benda apa itu. Kepalanya terlalu pusing untuk berfikir. Pandangannya
kabur. Tidak lama setelah matanya berkunang-kunang, semuanya terlihat gelap.
Hitam.
“oh
tidak.” Gumam Chanyeol sambil meremas rambutnya. Ia segera berlari menghampiri
Rachel yang jatuh pingsan karena ulahnya. Seharunya ia bisa mengontrol lemparan
bola baseball-nya. Karena
kecerobohanya, seseorang menjadi tak sadarkan diri. “Rachel...Rachel....ireona!” Chanyeol menepuk-nepuk pipi
gadis itu. Dalam beberapa detik, teman-teman Rachel berkerumun di tempat
kejadian dan bertanya-tanya mengenai keadaan gadis itu. “aku akan membawanya
keruang kesehatan.” Kata Chanyeol seraya menggendong Rachel dengan ala bridal style.
Kesadaran Rachel tidak
hilang sepenuhnya. Ia masih bisa merasakan seseorang mencengkram bahunya.
Tubuhnya terasa melayang dan ia juga tidak dapat merasakan kakinya menginjak
tanah. Rachel berusaha membuka matanya. Sangat sulit dan berat seperti ada
perekat dimatanya. Walaupun begitu ia tetap mencobanya. Park
Chanyeol...samar-samar ia melihat wajah pria itu. Rachel tidak tahu apa yang
sebenarnya terjadi. Tapi ia merasa nyaman dengan posisinya sekarang. Ia berharap
waktu berjalan 2 kali lebih lambat dari biasanya, agar ia bisa lebih lama
merasakan perasaan ini. apakah ia sedang bermimpi?
~3 jam kemudian~
“Rachel ... kau sudah sadar?” kata Krystal sambil
mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah gadis itu.
“apa yang terjadi?” Rachel mengerjap-ngerjapkan
matanya.
Krystal menghembuskan
napas lega. Syukurlah temannya sudah sadar.
“tadi pagi kau terkena lemparan bola baseball.” Jelas Krystal.
“mwo?”
Ternyata hipotesis
Rachel salah. Ia kira dengan duduk manis dipinggir lapangan akan terhindar
dari lemparan bola. Namun, tetap saja. Bola itu bisa datang kapan saja dan
dimanapun tanpa diduga.
“lalu siapa yang membawaku kesini?”
“eoh? Itu....aku tidak tahu namanya, tapi aku tahu
jika dia murid dari kelas IX-4.”
“bagaimana ciri-cirinya?” tanya Rachel penasaran.
“tubuhnya tinggi, kira-kira 185 cm dan matanya
lebar. Apakah kau mengenalnya?”
Rachel
berpikir sejenak. Ia berusaha mencerna kalimat teman sebayanya itu. Apakah mungkin pria itu? Park Chanyeol?
Tebak Rachel. Tapi...ia tidak bisa langsung menyimpulkannya begitu saja, karena
saat itu pengelihatannya kabur dan kepalanya sangat pusing. Rachel mendekatkan
wajah ke bahunya. Ia mencium parfum selain miliknya. Paefum ini...Rachel kenal
bau parfum ini, milik Park Chanyeol. Jadi ini bukan mimpi.
“oia, dia bilang merasa sangat bersalah mengenai
insiden ini. jadi dia berniat mengantarmu pulang.”
“....” Rachel tak berkomentar.
“itu dia sudah datang.”
Rachel
berpaling ke pintu dan melihat Chanyeol di sana. Ternyata memang dia. Setelah
melihat pria itu datang, Krystal berpamitan untuk pergi. Katanya dia ada
urusan. Itu takmasalah bagi Rachel karena ada Chanyeol yang akan menemaninya
pulang.
“bagaimana keadaanmu?”
“sudah lebih baik, tapi apa yang harus aku lakukan
dengan benjolan dikepalaku ini? ini sangat mengganggu.” Jawab Rachel sambil
menunjuk dahinya.
“coba kulihat.”
Chanyeol
mengamati wajah Rachel. DEG...semoga saja pria itu tidak mendengar suara
jantungnya yang bergemuruh, harap Rachel. Bagaimana tidak? Posisi wajahnya dan
Chanyeol begitu dekat. Hanya beberapa senti saja. “setelah sampai dirumah, kau
harus segera mengopresnya.” Saran Chanyeol. “n...ne...” turut Rachel sedikit terbata.
Mereka
meninggalkan ruang kesehatan , lalu berjalan menelusuri koridor. Tak ada
percakapan yang terjadi selama mereka melewati setiap koridor yang ada di
gedung sekolah itu. Barulah, setelah mereka menginjakkan kaki di halte bus,
Chanyeol membuka obrolan.
“mianhaeyo...aku
merasa sangat bersalah padamu.” Ungkap Chanyeol dengan nada rendah.
“Gwaenchana, kau
pasti tidak sengaja.”
“aku bingung, apa yang harus aku lakukan untuk
menebus kesalahanku?”
“jadilah pacarku?!” balas Rachel dengan pandangan
lurus menatap mata pria itu.
“eoh? Jangan bercanda! Pasti terjadi sesuatu dengan
kepalamu, gagar otak atau semacamnya. Mengingat lemparan bolaku cukup keras
menghantam kepalamu.” Chanyeol terkekeh mendengar penuturan Rachel.
“aku serius.” Tak butuh waktu lama bagi Rachel untuk
mengucapkan kalimat paten itu.
Chanyeol
terdiam. Sepertinya gadis itu tidak sedang bercanda. Terbukti dari caranya
menatap Chanyeol dan gaya bicaranya yang terkesan apa adanya. Eottokhae? Desah Chanyeol dalam hati.
Kenapa mendadak sekali. Ia bahkan belum bisa memahami perasaannya. ‘Saat kau tidak bisa membaca pikiranmu dan
tidak dapat memahami perasaanmu, kau hanya perlu mengikuti kata hatimu.biarkan
nalurimu yang memutuskan.’ Kalimat yang diucapkan ibunya, tiba-tiba saja
melintas dipikiran Chanyeol. Baiklah. Ia sudah menemukan jawabannya. Chanyeol
menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan cepat. Setelah merasa
sudah siap. Ia balas menatap gadis itu.
“aku....”
***
“pabo...pabo...pabo...” tutur Rachel sambil menghadap dingding dan
menempelkan dahinya berulang-ulang. Ia mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa
ia mengatakan kalimat itu kepada Chanyeol? Kalimat itu meluncur begitu saja
dari mulutnya tanpa bisa dicegah. Bahkan otaknyapun belum mengonfirmasi.
“eoh....ommona, apa yang kau lakukan? Kau bisa
saja meruntuhkan rumah ini.” pekik Krystal yang baru saja masuk kekamar Rachel
dan melihat gadis itu sedang membentur-benturkan kepalanya ke dingding.
Kelihatannya memang tidak keras, tapi tetap saja, lama-lama akan terasa sakit.
Rachel melirik sekilas ke arah temannya itu, lalu bergumam pelan “kau berlebihan.”
Ia tidak tahu kapan Krystal menerobos masuk rumahya dan masuk kekamarnya.
Hah...Rachel tidak punya cukup ruang diotaknya untuk memikirkan hal lain,
terkecuali pria itu. Saat ini Park Chanyeol tengah merajai setiap ruang dalam
dirinya. Hati dan pikirannya.
“ada apa denganmu? Kau
tampak kacau.” Krystal meninggalkan bingkai pintu, lalu menghampiri Rachel
dengan 2 gelas k-drink yang memenuhi
kedua tangannya. Rachel menerima k-drink yang
disodorkan Krystal, tapi ia malah meletakkannya di atas nakas tanpa menyesapnya
sedikitpun. Krystal benar, ia merasa sangat kacau. Tiba-tiba saja ia menjadi
malas makan dan minum. Rachel memandang pantulan dirinya dikaca meja rias. Ia
meringis pelan saat lingkaran hitam dibawah matanya. Sungguh, ia tampak seperti
vampire yang terjaga sepanjang malam. Mengerikan. Rachel menghela napas berat.
“aku ditolak oleh namja.” Pengakuan Rachel.
Uhukkk.... Uhukkk.... Uhukkk....
Krystal
menyemburkan minuannya yang belum sempat ia telan dan menyisakan butiran bubble yang tersangkut ditenggorokannya.
Gadis bernama lengkap Yoo Rachel itu sukses membuatnya tercengang.
“kenapa kau suka sekali membuatku tersedak eoh?”
“salahmu minum didepanku.” Celetuk Rachel.
“baiklah. Mulai sekarang aku tidak akan makan dan
minum dihadapanmu lagi. Aku khawatir tidak bisa bernapas lagi karena tersedak.”
Sebenarnya ia tidak mempermasalahkan hal ini, hanya saja Krystal sudah jengah
dengan sikap temannya itu yang memberitahu sesuatu disaat yang tidak tepat.
Rachel
mengabaikan ocehan temannya itu. Ia menjatuhkan tubuhnya di ranjang empuknya
tepat disebelah Krystal. Rasanya ia ingin membenamkan tubuhnya di ranjang
kesayangannya di sepanjang hari ini. entah kenapa, tubuhnya enggan diajak
kompromi untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dikerjakan.
“geunde,
siapa namja buta yang menolak
cintamu?” tanya Krystal setelah puas dengan ocehannya.
“dia tidak buta!” sanggah Rachel dengan cepat.
“aish...aku tahu itu. Aku hanya mengibaratkannya
saja. Kenapa kau mendadak bodoh seperti ini.” Krystal mendecakkan lidahnya
seraya menggelengkan kepala. “kau cantik, pintar, dan berbakat. Lalu kenapa dia
menolakmu?”
“mollayo...”
***
Hari
minggu pagi yang cerah bagi keluarga Park. Tuan Park sedang fokus membaca koran
dan sesekali membalik halamanya. Tidak jauh dari posisi tuan Park, ada nyonya
Park yang sedang menyiram bunga tulip koleksinya. Berpindah ke dalam rumah,
anak sulung keluarga Park-Yoora, tengah heboh mengomentari barang-barang di
situs belanja online. Sesekali ia berteriak meminta pendapat ibunya mengenai
barang mana yang pantas untuk dibeli. Mereka sibuk dengan kegiatan mereka
masing-masing sampai tidak menyadari bahwa anak bungsu keluarganya-Chanyeol,
sedang mondar-mandir seperti orang linglung. Tidak ada bedanya dengan seekor
anak ayam hilang yang sedang mencari induknya.
Chanyeol
berlabuh diruang keluarga. Mungkin dia lelah. Tanpa ia sadari dan tak
seorangpun tahu, ia sudah mengitari setiap sudut ruangan dirumahnya. Ini
konyol. Ya, ia tahu itu. Tapi, kenapa ia tetap melakukannya? Entahlah. Chanyeol
merasa ada yang hilang. Bukan benda ataupun hewan peliharaan. Tapi sebuah
kebiasaan. Biasanya ia mengisi hari liburnya bersama Dara. Bogoshipo. Kata Chanyeol dalam hati. Lagi-lagi ia mulai bosan. Chanyeol
beranjak dari sofa ruang keluarga dan berjalan gontai menuju kamarnya. Ia
menurunkan sebuah kotak karton berukuran sedang, tidak terlalu kecil dan
sebaliknya. Ada banyak benda didalamnya. Jika melihat benda-benda itu, chanyeol
jadi semakin rindu kepada gadis itu. Dara tega sekali, dia pergi dari hidupnya
dengan meninggalkan banyak kenangan manis yang menurutnya sukar untuk dilupakan.
CKLEK....
Pintu kamar Chanyeol dibuka dari luar.
“hey, apakah kau melihat sepatu kets berwarna biru
punyaku?” tanya kakaknya yang tiba-tiba datang tanpa mengetuk pintu.
“anio.”
Yoora melirik tangan Chanyeol yang dia sembunyikan
dibelakang punggungnya.
“apa yang sedang kau sembunyikan di balik
punggungmu?” tanya Yoora curiga.
“amugeotdoanya.”
Jawab Chanyeol cepat.
“jinjja?”
“ya,
sana kau lanjutkan saja pencarianmu!”
Bukannya
menuruti ucapan Chanyeol, Yoora malah mendekatinya. Pasti ada yang pria itu
sembunyikan. Sangat terlihat dari ekspresi wajahnya bahwa adik dari Yoora itu
tidak pandai berbohong. “kau jangan coba-coba membohongiku. Tertulis jelas
didahimu ‘aku sedang berbohong’ “ Yoora mendecakkan lidahnya.
Chanyeol
menelan ludah. Ia sudah tertangkap basah sedang berbohong. Mau tidak mau, ia
harus memberitahu kepada kakak perempuannya yang selalu ingin tahu itu. Tindakan
bodoh jika berbohong kepada anggota keluarganya. Chanyeol menyerahkan selembar
foto kepada Yoora. Sungguh, ia tidak ingin mendengar komentar pedas yang akan
dilontarkan ketika melihat foto itu.
“aish.... kau masih menyimpan foto gadis ini?”
“....” Chanyeol tak berkomentar.
Dari
awal Yoora memang tidak setuju hubungannya dengan Dara.
“dia sudah mencampakanmu. Jadi untuk apa kau masih
mengingatnya.” Yoora mendengus kesal.
“terserah apa katamu, aku masih sayang padanya.”
Akhirnya Chanyeol angkat bicara.
“kau tak pantas menyayangi yeoja yang sudah mengabaikanmu. Carilah yeoja yang bisa
menghargaimu dan semua yang kau miliki.” Timpal Yoora.
Yoora
meninggalkan Chanyeol bersama kenangannya setelah ia menyampaikan beberapa
patah kata yang berisi wejangan kepada adiknya itu. Melupakan? Bicara memang
mudah. Sandara. Gadis itu telah mengajarkan banyak hal penting yang tak pernah
Chanyeol ketahui dan tak pernah terjamah. Bahagia, sayang, dan cinta. Semua
perasaan itu, ia dapat pertama kali dari gadis itu. Itu sebabnya ia belum bisa
menerima wanita manapun.
***
Rachel
mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai. Pandangannya lurus kebawah. Namun
ia tidak benar-benar memperhatikan sesuatu. Bisa di katakan pandangannya
kosong. Aku tidak bisa. Bukan berarti aku
membencimu. Hanya saja....ada alasan lain. Mian.... suara Chanyeol
teringiang-ngiang ditelinganya. Jleb. Rasanya sakit sekali. Rasanya seperti
tertikam bumerang yang ia lempar sendiri. Apakah ini hukuman untuknya? Rachel
kerap kali mematahkan hati pria, memutus hubungan tanpa alasan yang jelas dan
mengabaikan perasaan pria. Inikah balasan untuknya? Oh, kini ia merasakan apa
yang mereka (pria-pria itu) rasakan. Tapi, apakah semenderita ini?
Mata
Rachel mulai panas. Sedetik kemudian, air matanya jatuh. Tergelincir dipipinya
Tanpa ia sadari. Yang benar saja? Rachel menangis? Karena pria? Sepertinya
sejarah baru telah tercatat. Daebak. Kata
Rachel dalam hati. Bisa-bisanya Chanyeol menarik perhatiannya, membuatnya
nyaman, dan sekaligus membuatnya patah hati. Ini konyol. Hidupnya seperti
lelucon. Chanyeol juga telah menciptakan sayap untuk terbang setinggi mungkin,
ketia ia sudah di puncak tertinggi....pria manis berhati dingin itu tiba-tiba
mencabut sayapnya dan menghempaskannya ke dasar bumi terdalam. Bisa jadi hatinya
sekarang, layaknya kepingan puzzel yang berserakan dipadang pasir.
Rachel
mengangkat earphone dilehernya. Ia
memutuskan untuk mendengarkan beberapa lagu, daripada terus terngiang suara
pria itu, lebih baik ia menjejali telinganya dengan lagu-lagu yang menurutnya
cukup menghibur. Perlahan kelopak mata Rachel tertutup. Ia mencoba untuk
menghayati setiap syair lagu yang ia dengar, menyatu dengan lagu dan melupakan
sejenak beban hatinya.
“Yoo Rachel.”
Samar-samar terdengar suara seseorang yang memanggilnya. Tunggu dulu...suara
itu...Park Chanyeol. Rachel membuka matanya dengan cepat. “tidak ada siapapun”
gumamnya setelah membuka mata. “Rachel-ah.” Panggil pria itu lagi. Tapi kali
ini ia merasakan sesuatu menyentuh bahunya. Refleks ia menoleh ke samping.
Matanya membulat ketika melihat Chanyeol disebelahnya dengan tangan pria itu
berpangku dibahunya. Apa yang sedang Chanyeol lakukan disini? Jangan-jangan
atap gedung sekolah ini adalah tempat persembunyiannya juga, seperti yang
dilakukan Rachel selama ini.
Rachel mengerjapkan
matanya. Ia tersentak.tidak ada Chanyeol disebelahnya. Lalu, yang tadi itu apa?
Halusinasi? Tapi, kenapa begitu nyata? “oh astaga, sadarlah Rachel! Kau telah
ditolak. Berhntilah mengharapkannya. Kenapa kau malah semakin menginginkannya.
Ini tidak benar.” Rachel menasehati dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk
pipinya.
***
“apa yang sedang namja itu lakukan disana?”
Rachel melihat Chanyeol sedang berjongkok di depan
semak-semak dekat gerbang sekolah. Ingin rasanya ia menghampiri pria itu,
bertanya atau sekedar menyapanya. Namun ada secercah perasaan yang menahannya.
Jika kau mengsurvei seratus orang, lalu bertanya: apa yan anda lakukan jika
bertemu seseorang yang telah menolak cintamu? Jawaban terbesar pasti: mencoba
menghindarinya sebisa mungkin. Tapi Rachel mencoba membantah presepsi itu.
Setelah berpikir keras, Rachel menemukan sebuah prinsip: karena pria itu, ia
mengesampingkan harga dirinya. Ia sudah nekad mengakui perasaannya dihadapan
Chanyeol. Sekarang wajahnya seperti tembok yang tidak mengenal rasa malu. Jadi,
untuk apa ia menghindari pria itu. “joah,
aku akan kesana.” Kata Rachel kepada dirinya sendiri.
Chanyeol
menyingkap semak-semak dengan menggunakan ranting pohon. Ia ingat betul tempat
terakhir kali ia lewati adalah tempat ini. pasti benda itu jatuh disekitar
sini. Chanyeol yakin itu, karena ia sudah mencarinya ditempat lain yang pernah
ia kunjungi, tapi hasilnya nol besar. Harapan terakhirnya adalah tempat ini. ia
harus menemukannya. Jika tidak? Ia akan dihabisi ayahnya. Jangan sampai benda
itu hilang tanpa jejak. Benda itu adalah benda turun-temurun dari garis
keluarganya. Eodi?
“apa yang sedang kau lakukan?”
Jantung
Chanyeol seperti melompat dari tempatnya. Ia sangat terkejut mendengar suara
Rachel. Gadis itu datang tanpa suara sedikitpun dan tiba-tiba saja Chanyeol
mendapati gadis itu ada dibelakangnya. Untung saja Chanyeol tidak memiliki
sejarah penyakit jantung.
“kau mengagetkanku saja, kukira hantu.”
“mana ada hantu secantik aku.” Rachel mengerucutkan
bibirnya. Enak saja disebut hantu, ia tidak terima.
“syukurlah jika bukan. Aku paling benci makhluk
melayang yang disebut hantu.”
“benci atau takut?” goda Rachel.
“ah itu sama saja.”
“jadi, sedang apa kau disini?”
“aku sedang mencari barangku yang hilang.” Jawab
Chanyeol setelah detak jantungnya kembali stabil.
“bentuknya seperti apa? Barangkali aku pernah
melihatnya disuatu tempat.”
“sebuah kalung yang terbuat dari emas putih dan ada
liontin berbentuk segi 6.”
Rachel mengangguk pelan. “aku belum pernah
melihatnya, tapi aku akan membantumu mencarinya.”
“tidak usah, hari sudah semakin gelap. Kau bisa
terlambat datang ke rumah. Jika itu terjadi, orangtuamu pasti khawatir.”
“Gwaenchana, aku
tidak bisa membiarkanmu disini sampai pagi. Jadi, kajja kita cari bersama saja.” Kata Rachel yang diakhiri dengan
senyum penyemangat.
Mereka
mulai menyelisik setiap celah ditempat itu. Chanyeol masih mencarinya di tempat
sebelumnya. sedangkan Rachel berinisiatif mencarinya disekitar pagar sekolah
yang letaknya tidak jauh dari Chanyeol berada.
“apa yang akan terjadi jika kita tidak menemukan
kalung itu? Tanya Rachel disela pencariannya.
“bagaimanapun caranya, kalung itu harus ditemukan
karena kalung itu sangat berharga bagiku dan keluargaku.”
Rachel hanya mengangguk. Menurutnya, jawaban
Chanyeol cukup jelas, itu berarti ia harus melanjutkan pencariannya.
“aku menemukannya!”
teriak Rachel sambil mengacungkan sebuah kalung yang ciri-cirinya sama
dengan yang dikatakan Chanyeol.
Mata
Chanyeol berbinar seketika. Akhirnya benda itu ditemukan. Ia dapat bernapas
lega sekarang.ancaman diusir dari rumah, lenyap sudah dari benaknya. Tanpa
Rachel ketahui, ada seorang pria berpakaian serba hitam dan memakai topi
berjalan mendekatinya. Dengan gerakan cepat, pria itu meraih kalung yang
menggantung ditangan Rachel. Rachel tersentak saat menyadari benda yang ada
dalam genggamannya telah berpindah tangan. Ia panik dan hanya bisa berteriak.
“pencuri! Hey...berhenti kau!” telunjuknya mengarah ke si pencuri yang
melarikan diri.
Chanyeol
segera berlari mengejar pria itu. Rachel yang melihat Chanyeol berlari,
memutuskan untuk membuntutinya. Setelah cukup jauh mereka berlari. Chanyeol
berhenti. Dadanya sesak, rasanya sulit untuk bernapas. Ia tidak kuat lagi
berlari.berbeda dengan Rachel. Gadis itu masih punya energi untuk mengejar si
pencuri sialan itu. Sehingga ia mendahului Chanyeol dan meninggalkannya jauh
dibelakang. Jangan sampai ia kehilangan jejak. Chanyeol tidak tinggal diam, ia
segera menelfon polisi dan melaporkan tindakan kejahatan yang telah menimpanya.
Ayolah,
sedikit lagi. Jarak antara Rachel dengan si pencuri semakin sempit. Pria itu
tidak menyangka bahwa gadis remaja itu sanggup berlari sejauh ini. rachel
berhasil meraih kupluk jaket pria itu, dengan tenaga yang tersisa, ia
menariknya sampai pria itu terjungkal kebelakang. Sukses. Tanpa buang waktu
lagi, Rachel merampas kalung itu. Pada detik itu juga, Chanyeol datang bersama
polisi. Pencuri itu panik bukan main. Ia mendorong Rachel yang masih
mencengkram bajunya. Seketika Rachel tersungkur ke aspal yang kasar. Setelah
pria itu mencelakai Rachel, ia berlari lagi untuk menghindari kejaran polisi.
Aksi kejar-kejaranpun terjadi antara si pelaku pencurian dengan 2 petugas
polisi setempat.
“gwaenchana?”
tanya Chanyeol seraya membantu Rachel bangun.
“gwaenchana.” Balas
Rachel dengan memaksakan seulas senyum. “ini dia, aku mendapatkannya.” Rachel
menunjukkan kalung itu.
Chanyeol
melirik siku gadis itu. Sikunya terluka. Pantas saja Rachel tampak menahan
sakit. Ternyata ia sedang menyembunyikan lukanya.
“jangan sebut dirimu baik-baik saja. Lihat ini...kau
terluka!” Chanyeol mengangkat lengan Rachel dan menunjukkan lukanya.
“sudahlah, ini hanya luka kecil.” Rachel melepaskan
diri dari cekalan tangan pria itu. Andai
saja kau tahu, Park Chanyeol. Luka yang disebabkan pencuri itu tidak
menyakitkan jika dibandingkan dengan luka yang kau torehkan dihatiku. Suara
hati Rachel.
“kau jangan menganggap enteng segala sesuatu yang
kecil. Bagaimana jika pencuri tadi membawa belatih, pistol, atau benda
berbahaya lainnya? Kau bisa saja terluka lebih parah daripada ini. kenapa kau
tidak biarkan saja pria itu pergi? Kenapa kau malah mengabaikan keselamatanmu
eoh?” tutur Chanyeol tanpa jeda.
Apakah
Chanyeol sedang mengkhawatirkan Rachel? Oh, jangan terlalu berharap Rachel!
Khawatir bukan berarti dia juga memiliki perasaan suka padanya. Ia bingung.
harus menjawab pertanyaan yang mana. Pertanyaan yang diajukan pria itu terlalu
banyak.
“sesuatu yang kau anggap berharga....menurutku juga
begitu.” Hanya kalimat itu yang terlintas dipikiran Rachel. Random bukan?
***
~oh du du du du ooh~ yeah~
Banjjak jjalbge bichnasseossdeon
haengboy
Soge chwihae jeo gieogui biche
Jamkkan nuni meoreossnabwa....
“yeoboseyo.” Nada
dering ponsel Chanyeol berhenti setelah ia menggeser tombol hijau dilayar
ponselnya.
“yeol-ie...hiks...hiks...” terdengar suara isak
tangis dari sebrang sana.
“kenapa kau menangis? Apa yang terjadi?....emm
baiklah, aku akan segera kesana.” Chanyeol memutus sambungan telfonnya setelah
ia mendapat jawaban dari semua pertanyaannya.
~skip~
Chanyeol
menuruni anak tangga dengan pandangan yang menyisir aula teater Nanta. Tempat itu tampak kosong melompong. Pertunjukkan baru
akan dimulai 3 jam lagi, tapi kenapa gadis itu memintanya kemari sekarang? Dan
yang membuat Chanyeol cemas adalah gadis itu berbicara sambil menangis.
“Dara-ya....”
panggil Chanyeol setelah berhasil menemukan gadis itu. Dara terduduk di kursi
tengah barisan paling depan. Gadis itu langsung menghambur ke dada bidang
Chanyeol dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping pria itu. “namja itu brengsek, dia telah
membohongiku.” Adu Dara dengan suara yang bergetar karena menahan isaknya.
Namja itu...pria yang telah merebut Dara
dari Chanyeol. Berani-beraninya dia membuat Dara menangis. Chanyeol mendekap
punggung gadis itu dan menepuk-nepuknya pelan. Ia paling tidak tega jika ada
wanita menagis di depan matanya. Apapun akan Chanyeol lakukan, asalkan tangis
itu reda.
Mereka
menyusuri taman, lalu berhenti disebuah jembatan yang dibawahnya terdapat
genangan air tenang atau biasa disebut ‘danau’ berukuran sedang. Air wajah Dara
mulai membaik. Setidaknya air mata itu berhenti mengalir. Itu semua berkat
Chanyeol. Pria itu tahu betul bagaimana caranya membuat Dara tersenyum, bahkan
membuatnya tertawa terbahak-bahakpun...Chanyeol dapat melakukannya.
KRING....KRING....KRING....
sebuah sepeda melaju kencang melewati jembatan.
Spontan, Chanyeol menarik lengan Dara yang berdiri agak ditengah jembatan. Dara
yang kehilangan keseimbangan, jatuh kedalam pelukan Chanyeol dan berpegangan ke
kerah kemeja Chanyeol. Mereka tersungkur ke bibir jembatan. Beruntungnya,
mereka tidak jatuh ke danau. Dara melepaskan napas lega. Hampir saja ia menjadi
korban pengendara ugal-ugalan itu.
PLUNG....
Suara tumbukan benda dengan air. “apa itu yang
jatuh?” tanya Dara yang menyadari ada benda jatuh ke danau. Sepertinya benda
itu milik salah satu dari mereka. Chanyeol meraba lehernya. Tidak ada. Kalung
itu tidak ada dilehernya. Jangan-jangan....Chanyeol melongok ke bawah jembatan
dengan tatapan tidak percaya. Jangan katakan jika kalungnya tertelan danau itu.
“itu kalungku, pasti terjatuh saat kau menarik kerah
bajuku.” Chanyeol berlari menuruni jembatan yang berbentuk busur itu setelah ia
menyelesaikan kalimatnya.
“hey, kau mau kemana?”
“aku akan mengambil kalung itu.” Jawab Chanyeol
tanpa menoleh.
“aish...kalung itu benar-benar merepotkan. Baru
kemarin aku menemukannya. Sekarang aku kehilangannya lagi” keluh Chanyeol yang
mulai turun ke danau.
“mustahil menemukannya kembali. Kita beli saja yang
baru.” Teriak Dara dari atas jembatan.
“kalung itu sangat berharga bagiku. Tidak ada kalung
yang seperti itu ditempat lain.”
“kalau begitu, kau bisa mendisain ulang kalung itu,
lalu meminta pengrajin perhiasan untuk membuatnya. Ayolah...keluar dari sana!”
Chanyeol
tetap pada pendiriannya. Ia menyusuri danau yang keruh itu. Untuk saja danau
itu tidak dalam, hanya sebatas lututnya. Jadi ia tidak perlu basah kuyup di
cuaca sedingin ini. ia tdak akan berhenti sampai benda itu kembali ke tangannya.
***
Chanyeol
menggetarkan senar-senar gitarnya mengunakan ujung kukunya. Sesekali ia
berhenti dan menuliskan nada yang menurutnya cocok untuk syair buatannya. Tapi
kegiatannya tidak berjalan mulus. Ia mencoret-coret buku lagunya, merobek lembarannya,
meremasnya, lalu membuangannya sembarang. Entah sudah berapa kertas yang
berserakan dilantai. Otaknya buntu. Tidak ada inspirasi sama sekali. Kenapa?
Sudah
cukup. Tidak ada gunanya jika dilanjutkan. Chanyeol menurunkan gitarnya dari
pangkuannya. Melelahkan. Sudut mata Chanyeol menangkap siluet alat musik yang
terletak di meja paling ujung ruang musik. Sebuah biola. Ia jadi teringat gadis
berparas mungil itu. Seringkali Rachel datang menemuinya disini. Untuk adu
kemampuan bermain musik atau hanya sekedar mendengarkan Chanyeol latihan. Tapi
sudah beberapa hari terakhir ini, gadis itu tidak menampakkan diri dihadapan
Chanyeol.
Secara
tidak langsung dan tanpa Chanyeol sadari, gadis itu memiliki pengaruh dalam
kegiatan bermusiknya. Sebelum Rachel menghilang dari pandangannya, Chanyeol
selalu bisa menyelesaikan lagu-lagunya. Ia tidak pernah kehabisan ide. Apakah
ia menyadari, jika Rachel adalah sumber inspirasinya? Ayolah Chanyeol,
sadarlah!
Carilah
yeoja yang bisa menghargaimu dan semua yang kau miliki.
mustahil
menemukannya kembali. Kita beli saja yang baru.
sesuatu
yang kau anggap berharga....menurutku juga begitu.
Kalimat yang diucapkan kakak perempuannya, Dara dan
Rachel, beriringan mengitari pikiran chanyeol. Kini ia mengerti garis nasib
yang diberikan padanya. Siapa gadis yang menghargainya, siapa gadis yang yang
tulus mencintainya dan siapa gadis yang pantas ia sayangi. Chanyeol tahu
jawabannya.
~skip~
Akhirnya
sampai juga. Napasnya memburu dan debar jantungnya tak karuan. Chanyeol baru saja
berlari dari halte bus ke kediaman Rachel. Semoga belum terlambat, harap
Chanyeol. Krystal mengatakan bahwa Rachel akan pergi ke luar negeri hari ini
untuk waktu yang lama. Itu alasannya kenapa Chanyeol berlari layaknya atlit
maraton yang berambisi meraih juara satu. Setelah berhasil mengatur napasnya,
Chanyeol menekan tombol intercome rumah
Rachel. Seorang wanita yang diperkirakan berusia 40 tahun yang diyakininya
sebagai asisten rumah tangga keluarga Rachel berbicara di intercome.
“Annyeong
Haseyo, apakah Rachel ada di rumah?”
“nona Rachel sedang pergi.”
“eoh...
kamsahamnida, maaf mengganggu.” Terselip kekecewaan di wajah Chanyeol saat
mengetahui gadis itu sudah pergi. Harapannya pupus. Ia sudah terlambat. Apakah
ia tidak punya kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya?
“kau sedang apa?”
Chanyeol berbalik. “Rachel....” gumamnya. “kukira
kau sudah pergi keluar negeri.
“luar negeri?” kata Rachel dengan alis yang
mengkerut ke dalam.
“iya, Krystal yang mengatakannya. Dia bilang kau
akan pergi hari ini.”
“hahahah....kau sudah ditipu olehnya.” Rachel
terkekeh. “hari ini aku memang pergi ke bandara, tapi aku tidak berniat ke luar negeri. Aku hanya mengantar
bibiku saja.” Sambungnya.
Niat
sekali Krystal mengerjai Chanyeol. Gadis
itu pasti kesal dengan sikap Chanyeol yang telah tega menolak cinta sahabatnya,
Rachel. Kembali ke pokok permasalahan! Chanyeol belum menjawab pertanyaan
Rachel. Gadis itu masih menunggu jawabannya. Itu pasti. Jadi, ada perlu apa
pria itu datang kerumahnya?
“aku ingin mengatakan sesuatu.” Kata Chanyeol
akhirnya. Ia menatap sepasang mata coklat Rachel. Walaupun gadis itu tidak
mengeluarkan suaranya, tapi Chanyeol tahu jika Rachel sedang menunggu
kelanjutan ucapannya dengan wajah penuh tanya. “tanggal 26 januari 2015 di
halte bus dekat sekolah. Apapun yang aku katakan waktu itu padamu, aku
menyesalinya. Andai aku bisa menarik kata-kataku. Tapi, aku hanyalah manusia
biasa yang tidak mampu memutar waktu ke masa lalu.”
Chanyeol
menundukkan kepalanya. Ini salahnya karena baru mengakui perasaannya. Banyak
orang yang mengatakan cinta itu buta. Namun, ada kalanya cinta juga butuh
logika. Selama ini Chanyeol telah dibutakan oleh cinta seorang gadis bernama
Sandara. Sampai ia tidak bisa melihatt ketulusan hati Rachel.
Rachel
mengerti. Tanggal 26 januari 2015 adalah waktu dimana ia mengajak pria itu
untuk menjadi kekasihnya. Dia bilang menyesal? Ingin menarik kata-katanya? Itu
berarti... siapa saja tolong cubit
pipiku. Apakah ini mimpi?kata Rachel dalam pikirannya. Ia merengkuh tubuh
Chanyeol. Rachel tidak peduli apakah ini mimpi atau bukan, dunia mimpi atau
dunia nyata, ia akan tetap melakukan hal yang sama, yaitu memeluk pria itu
dengan erat.
“mungkin dimatamu, aku adalah yeoja yang tidak tahu malu, tapi aku tidak dapat menahan diri untuk
tidak memelukmu. Aku sangat senang, kau bisa membuka hatimu untuk menerimaku. Gomawoyo.”
Rachel
berbicara tepat di sebelah telinga Chanyeol. Tak ada komentar dari pria itu.
Chanyeol hanya semakin mempererat tautan mereka. Menurutnya, perasaannya saat
ini, sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Aku
ingin bersandar di dadanya yang bidang, untuk mendengarkan nada indah yang
mengalun dengan teratur. Aku ingin merengkuh pinggangnya, untuk merasakan
kehangatan dan menunjukkan jika dia adalah milikku. Aku ingin merangkul bahunya
yang lebar, untuk mengukur seberapa kuat dia dalam menanggung tanggung jawab
atas diriku. Aku ingin mencium keningnya, untuk membuktikan jika aku
benar-benar menyayanginya. Aku ingin meingisi ruang kosong di jemarimnya dengan
jemariku, menggenggamnya erat, tanpa ada niat untuk melepasnya. Menjaga janji
kami diantara tautan tangan yang tak dibatasi oleh jarak. Dan aku ingin
terlelap tenang dengan kedua tangannya yang melingkar ditubuhku. Aku ingin kau
seutuhnya. Park Chanyeol. Rachel.
~The End~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar