Sabtu, 21 Maret 2015

The Glass Shoes


Title: The Glass Shoes
Autor: Shin Tama
Length: oneshoot
Genre: romance
Cast: Suho (EXO)
Kim Seo Yeon (Miss korea 2014)

Meong...meong...meong....
            Suho keluar rumah, lalu  mencari-cari dari mana suara itu berasal. Berisik sekali. Ia jadi tidak fokus mengerjakan pekerjaannya. Jika makhluk itu sudah ketemu, ia akan mengusirnya dengan cara apapun. Memang kejam, tapi mau bagaimana lagi? Suara nyaring itu sungguh mengganggunya. Suho berhenti di dekat pohon besar. Jelas-jelas suara itu bersumber dari sekitar pohon besar itu. Namun ia tidak melihat makhluk itu. Ekornya sajapun, ia tidak lihat. Ranting kecil jatuh mengenai kepala Suho. Refleks ia mendongak ke atas. Takut-takut masih ada ranting yang akan jatuh lagi. Jadi ia bisa sigap menghindar.
Meong...meong...meong....
“ternyata kau disana?” kata Suho yang melihat kucing itu terjebak diatas pohon.
            Bagaimana Suho dapat mengusir hewan berbulu lebat itu? Ia sangat takut jika harus berkontak fisik dengan hewan itu. benyak orang yang mengatakan bahwa hewan itu lucu dan menggemaskan. Tapi tidak bagi Suho. Menurutnya, hewan itu adalah hewan yang mengerikan. Lebih mengerikan daripada seekor buaya yang sedang membuka mulutnya. Intinya, pria itu memiliki sejarah buruk dengan hewan yang disebut kucing.
“hey, apa yang kau lakukan? Kenapa diam saja?” kata seorang gadis yang tiba-tiba saja muncul dibelakang  Suho. “palli, tolong kucing itu!” lanjut gadis itu.
“aku tidak bisa.” Balas Suho.
wae?
“karena aku...aku....” ucap Suho terbata-bata karena malu mengakui jika ia takut dengan kucing. Jika gadis itu sampai tau, pasti dia akan menjadi bahan tertawaan.
“hah...jika kucing itu tidak cepat ditolong, maka ia akan jatuh.” Gadis itu menghembuskan napas berat, lalu segera memanjat pohon itu.
            Gadis itu membuat Suho mematung dengan tingkahnya. Tidak disangka, ada gadis semacam itu. Kukira semua gadis hanya bisa kesalon dan menghabiskan uang di mall. ternyata dia berbeda. Komentar Suho dalam pikirannya. Gadis itu dengan lincah menapakkan kakinya di dahan demi dahan pohon. Mata Suho tak dapat berkedip saat melihat gadis itu. Terselip rasa khawatir dalam hatinya. Beberapa menit kemudian, Suho dapat bernapas lega. Gadis itu berhasil membawa kucing itu turun. Syukurlah.

“apakah kucing ini milikmu?” tanya gadis itu setelah kakinya menginjak tanah.
“bukan.”
“ataukah kucing ini milik seseorang yang kau kenal?”
“bukan juga. Sepertinya itu kucing liar”
“kalau begitu, aku akan membawanya.”
            Sebuah mobil convertable putih berhenti didepan mereka berdua. Pengemudi mobil itu adalah seorang wanita yang terlihat lebih tua dari gadis yang berdiri di samping Suho.
“Seo Yeon-ah, kau kemana saja? Sejak tadi, aku mencarimu. Acaranya akan segera dimulai.”
Teriak wanita itu dari dalam mobil.
“oh tidak, aku terlambat.” Kata Seo Yeon setelah melihat jam tangannya.
            Seo Yeon bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Suho yang masih berdiri dibawah pohon besar itu.
***

Dddrrrttt....dddrrrttt....dddrrrttt....
            Suara getar ponsel menderu berkali-kali. Namun, sang pemilik ponsel tersebut belum juga mengangkat panggilan itu. Di panggilang ke 8, pemilik ponsel tersebut baru menerimanya.
yeoboseyo.”
“yaaaa! Kim Seo Yeon....” teriak seorang wanita dari ujung sana.
            Seo Yeon langsung menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Suara manajernya itu sangat nyaring. Ia heran, kenapa wanita itu bisa jadi manajernya. Wanita itu lebih pantas menjadi penyanyi seriosa, menurutnya.
 Menjadi model terkenal, tidak semudah orang-orang pikir. Ada kalanya masa-masa sulit itu datang. Sering kali ia kena omel manajernya karena tidak on time.ya, tidak mudah menghilangkan kebiasaan buruknya itu.
“tidak usah teriak begitu. Aku mendengarmu. Ada apa?” tanya Seo Yeon yang baru saja membuka matanya.
“apa kau lupa? Malam ini kau ada jadwal kompetisi model Korea.”
“astaga, aku ketiduran. kau tunggu saja. Aku akan segera kesana.”

            Seo Yeon melirik jam dingding. 30 menit adalah waktu yang tersisa untuknya untuk bersiap-siap. Ia berlari ke kamar mandi. 5 menit kemudian, ia keluar dari sana. Dengan langkah cepat, ia meraih baju yang telah disiapkan manajernya. Setelah selesai memakai baju, ia langsung melesat ke luar rumah. Tidak ada waktu untuk memakai make up dirumah. Akan menghemat waktu jika ia memakainya di mobil, pikirnya.
“taksi...mana taksi...” gumam Seo Yeon sambil menyisir jalan raya. “itu dia.” Seo Yeon berlari menuju mobil itu.
Ajusshi, cepat antarkan aku ke Yeouido.”
            Siapa yang dia sebut ajusshi? Memangnya aku tampak sudah tua. Gerutu Suho dalam hati. Ia memutar kepalanya untuk menegur orang itu bahwa ini bukan taksi. Ia memaklumi jika orang itu menganggap mobilnya taksi karena warna mobilnya memang seperti taksi. Tapi biar bagaimanapun, mobilnya bukanlah taksi. Jadi ia tidak bisa tinggal diam. Gadis itu...gumam Suho dalam hati. Ia kenal gadis itu. Seo Yeon, gadis pemanjat pohon.
Ajusshi, apa yang kau tunggu, ayo jalan!”
ye...”
            Di perjalanan, sesekali Suho melirik ke kaca sepion. Gadis itu tampak sibuk mengurusi dirinya sendiri. Menata rambut, memakai lipstick, menyapukan bedak, dan mempoleskan eyes shadow. Apakah gadis itu tidak sadar, jika dia berlari dan masuk ke mobilku tanpa alas kaki? Pikir Suho. Lucu sekali. Suho mengerem mobilnya di depan sebuah gedung yang menjulang. Ketika Seo Yeon hendak membayar ongkos transportasinya...suho menolak. Tentu saja, pria itu tidak dibayar untuk ini.
chwesonghamnida, aku sedang terburu-buru...jadi aku tidak menyadari jika mobilmu bukanlah taksi.” Ucap Seo Yeon sambil membungkukkan tubuhnya setelah mendengarkan penjelasan pria itu. Gadis itu lalu berjalan menuju lobi gedung itu.
“Seo Yeon-ssi....” panggil Suho.
            Langkah Seo Yeon terhenti. Darimana pria itu tahu namaku? Pikirnya. Ia memutar tubuhnya, lalu mendapati pria itu berjalan ke arahnya dengan membawa sepasang high hills.    Melihat sepasang benda itu, ia menjadi teringat sesuatu. Kakinya. Seo Yeon melirik kebagian bawah tubuhnya. Astaga, aku lupa memakai alas kaki. Kata Seo Yeon dalam hati.
“pakai ini, kau tidak mungkin berkeliaran tanpa memakai alas kaki bukan?” Suho menyodorkan sepasang high hills itu. “ini milik adikku. Aku rasa dia tidak akan keberatan jika aku menolong seseorang.” Lanjut Suho. Ia merundukkan tubuhnya untuk meletakkan high hills itu di depan sepasang kaki jenjang Seo Yeon.
“darimana kau tau namaku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”
“ya, aku adalah saksi saat kau memanjat pohon untuk menolong seekor kucing.”
“oh...aku ingat.” Balas Seo Yeon. “Maaf, aku harus segera pergi.” Sambung Seo Yeon.

            gadis itu melenggang masuk kedalam gedung setelah saling bertukar kartu nama dengan Suho. Seo Yeon berjanji akan mengembalikan high hills itu secepatnya. Suho tak beranjak dari sana sampai gadis itu benar-benar hilang dari pandangannya.
***

I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
Nege marhejwo ige sarangiramyon
            Suho bersenandung sambil memrapihkan meja kerjanya. Hari ini suasana hatinya sedang baik, didukung dengan cuaca yang cerah. Lengkap sudah. “kau lebih pantas jadi penyanyi, mengapa kau disini dan menjadi seorang dokter?” kata seorang pria yang tiba-tiba saja ada diruangan itu.
“Lay...kau mengagetkanku saja. Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?”
“aku tidak mau mengganggu acara bernyanyimu itu.” Kata Lay yang masih menyandarkan tubuhnya di ambang pintu sambil menlipat kedua tangannya didepan dada.
“sejak kapan kau berada disini?” tanya Suho yang sedang duduk bersandar di kursi nyamannya.
“sejak kau mulai benyanyi, membereskan meja kerjamu, dan kau senyum-senyum sendiri. Sepertinya suasana hatimu sedang baik. Ada apa? Ceritakan padaku!”
“nanti akan kuceritakan. Sekarang aku lapar. Kajja, kita keluar untuk makan siang!” jawab Suho seraya merangkul pundak rekannya itu.
            Mereka menyusuri jalan setapak di antara keramaian kota. Mereka berniat mengisi perutnya di sebuah restaurant dekat rumah sakit. Langkah kaki Suho terhenti di depan sebuah bangunan berdiding kaca. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya, selain gadis itu. Namun masih ada kaitannya dengan gadis itu.
“kenapa berhenti? ayo jalan.bukankah kau lapar.”
changkkamanyo, aku ingin membeli sesuatu.” Jawab Suho, lalu masuk ke bangunan itu.
Lay membaca plang yang menempel dibangunan itu. “toko sepatu wanita...” dahinya mengkerut. Ia memutuskan untuk menyusul Suho. Ia menghampiri Suho yang sedang memandangi sebuah sepatu yang dipajang di etalase dekat pintu masuk.

“bagaimana menurutmu sepatu itu?” tanya Suho setelah Lay berada disampingnya.
“bagus. Untuk adikmu?”
“bukan.”
“....” Lay diam. Ia menunggu Suho melanjutkan kalimatnya. Pria itu sudah berjanji akan menceritakan semuannya padanya. Menurutnya, rekannya itu akan mulai bercerita.
“aku akan membelinya untuk seorang gadis.” Sambung Suho.
“sekarang aku tau alasannya kenapa kau terlihat begitu senang. Ternyata karena gadis itu. Apa yang membuat kau tertarik padanya?” Timpal Lay.
 “dia cantik...lebih cantik dari sepatu itu. Dia juga seorang model.” Ucapa Suho dengan mata yang tak lepas dari sepatu itu. “tapi, bukan itu yang membuatku tertarik padanya. Dia aneh, unik, dan ceroboh. Karena terlalu bersemangat mengurusi karirnya, ia sampai bertindak ceroboh. Aku suka itu.” Sambungnya.
“sebaiknya kau pertimbangkan lagi perasaanmu. Mungkin kemarin, hari ini, atau besok...gadis itu masih cantik. Bagaimana jika suatu saat nanti penampilan gadis itu berubah drastis, apakah kau akan tetap menyukainya?”
“jika itu terjadi, itu berarti cintaku sedang di uji.” Jawab Suho seraya melemparkan senyum termanisnya.
***
           
Suho melangkahkan kakinya secepat mungkin menuju ruang UGD. Ada pasien kecelakaan lalu lintas yang harus ia tangani dengan segera. Baginya...setiap detik yang berjalan sangat berharga. Semua jiwa berhak bersemayam di raganya. Itu sebabnya ia berada di sini, rumah sakit. Ia mengabdikan dirinya untuk memberi kesempatan bagi siapa saja yang masih mempunyai garis kehidupan di takdirnya. Tak ada kata menyerah dalam kamusnya. Ia akan berusaha sekeras mungkin. Itu adalah janjinya yang selalu ia genggam.
seonsaengnim, keadaan pasien sangat kritis.” Kata seorang suster.
            Suho mengenakan semua perlengkapak dokternya. Ia bersiap memeriksa pasien tersebut. “ Seo Yeon...” gumamnya. Mata Suho melebar. Ia sangat terkejut. Apa yang terjadi pada gadis itu? “siapkan ruang operasi, kita akan segera mengoprasinya.” Lanjutnya setelah memeriksa keadaan gadis itu.
***

“baiklah, saya akan menyebutkan siapa pemenang dari kompetisi ini. apa kalian siap mendengarnya?” kata pembawa acara dengan penuh semangat. Penonton membalasnya dengan tepuk tangan yang meriah. “pemenangnya adalah....”
Seo Yeon mencengkram gaunnya. Jantungnya berdegum sangat kencang. Tangannya dingin. “oh eonni, aku sangat gugup.” Adu Seo Yeon kepada manajernya. “tenanglah, berdoa saja agar namamu yang disebut.” Balas manajernya. Raut wajah Seo Yeon yang gugup tidak bisa disembunyikan. Ia sampai sulit bernapas karena tidak sabar untuk mengetahui siapa pemenangnya. Pembawa acara itu benar-benar membuatnya jengkel. Kenapa lama sekali? Dia malah mengulur-ulur waktu. Ingin rasanya ia berlari keatas panggung dan merebut amplop berisi nama pemenangnya.
“pemenangnya adalah Kim Seo Yeon.” Teriak pembawa acara itu.
            Gadis itu naik keatas pangung dengan hati yang ringan. Ia tidak dapat merasakan kakinya menyentuh lantai. Rasanya kebahagiaan telah membawanya terbang. Akhirnya ia naik satu tangga. Satu langkah lagi, impiannya akan benar-benar terwujud. Diakui sebagai model di kancah interasional adalah impian terbesarnya.
~skip~
gomawo mentraktir kami makan dan minum.” Kata manajernya, lalu memeluk artis kesayangannya itu.
“aish, sepertinya kau mabuk berat. Biar aku saja yang menyetir mobilnya. Berikan padaku kuncinya.”

            Percuma bicara dengan orang yang sedang mabuk. Seo Yeon merogoh saku jaket manajernya itu. Setelah menemukan apa yang ia cari, ia memapahnya ke dalam mobil. Seo Yeon berjalan memutari mobilnya menuju ke pintu pengemudi. Ketika hendak masuk, ia melihat sebuah mobil oleng kearahnya. Ia tidak punya cukup waktu untuk menghindar. Bemper mobil itu pun menghantam tubuhnya.
            Seo Yeon terbangun dari tidurnya. ia terduduk diatas tempat tidurnya. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Ternyata kecelakaan itu hanya mimpi. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia menyisir ruangan yang sedang ditempatinya. Rasanya ada yang berbeda. Tunggu dulu....ini memang berbeda. Ini bukan kamarnya. “ aahw...” ringis Seo Yeon. Ia menyingkap selimut yang menutupi kakinya. Mimpi itu memang nyata. Pikirnya. Ia terkejut saat melihat kedua kakinya dibebat.
***

Seo Yeon terduduk di sebuah kursi roda dengan pandangan keluar jendela. Sudah hampir seminggu ia mendekam di rumah sakit ini. kau harus beristirahat total selama 3 bulan. Ucapan dokter muda itu teringang-ngiang di telinganya. 3 bulan? Apa dokter itu bergurau? Kompetisi model internasional akan di gelar bulan depan. Apakah ia harus mengakui kecelakaan yang telah menimpanya ini?
“ini tidak mungkin.” Katanya dengan suara parau. Air matanya meluncur dipipinya yang tirus. Sulit dipercaya. Hanya tinggal satu langkah lagi menuju impiannya. Dan sekarang ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak dapat ikut kompetisi bergengsi itu.
“Seo Yeon-ah, waktunya makan siang.” Kata Raina yang baru saja masuk bersama dengan seorang suster yang membawa senampan makanan.
“aku tidak lapar.” Balas  Seo Yeon tanpa mengalihkan pandangannya.
“kau harus makan agar kau cepat sembuh, cha...!”
PRAAAANG...
“sudah kubilang, aku tidak ingin makan.” Seo Yeon menepis nampan makanan yang disodorkan manajernya hingga nampan itu jatuh dan menghamburkan semua yang ada diatasnya. “makan atau tidak...tidak akan merubah segalanya. Aku tetap duduk di kursi roda ini.” sambunya lagi.
“kau hanya butuh waktu. Jadi aku mohon, jangan mempersulit dirimu sendiri.” Raina membungkuk untuk memeluk model asuhannya itu.
“tapi...impianku sudah kandas. Apa yang harus aku lakukan?” tangis Seo Yeon pecah dalam dekapan Raina.

“kau jangan khawatir, setelah kau sembuh...kita bisa menata karirmu dari awal lagi.”
“tapi aku sudah melangkah sejauh ini, hanya tinggal satu langkah lagi.”
***

            “kopi” tawar Lay seraya menyodorkan coffe cup kepada Suho.
            “terimakasih.” Suho menerima kopi tersebut.
Lay mengambil tempat di samping Suho. Akan menyenangkan jika mengobol di suasana taman seperti ini, pikirnya. “jadi, apa yang sedang kau lakukan disini? Tidak biasanya.” Lay membuka obrolan.
“aku sedang bingung.” jawab Suho setelah menyesap kopinya.
wae?”
“apa yang harus aku lakukan dengan sepatu itu.”
“...” lay tidak langsung menjawab. Ia mencoba memahami situasi dan membaca arah pembicaraan temannya itu. Ia menghembuskan napas berat, lalu berkata “tentu saja kau harus memberikannya kepada gadis itu.” Lay tersenyum yang menampakkan lesung pipinya itu.
“itu masalahnya....” balas Suho. “beberapa hari yang lalu, dia mengalami kecelakaan. Dia menderita osteomyelitis.” Lanjuutnya.
“apakah gadis itu dirawat dirumah sakit ini?”
“ya, dia pasienku. Namanya Kim Seo Yeon.”
osteomyelitis adalah penyakit yang sangat berbahaya. Dia bisa saja lumpuh.” Komentar Lay.
            Suho tahu itu. Gadis itu dalam masa sulit. Ia dapat merasakannya. Hatinya terasa sakit setiap kali ia melihat gadis itu menangis dikamar rawatnya. Ia berharap dapat melihat lagi senyuman di wajah gadis itu. Apapun akan ia usahakan agar raut kesedihan diwajah gadis itu lenyap. Cintanya benar-benar sedang diuji.
“Suho-ssi...apakah itu benar?” tanya seorang wanita.
            Merasa namanya dipanggil, Suho menoleh. Ia mendapati Seo Yeon tengah duduk dikursi rodanya dengan jarak yang tidak jauh dari tempatnya berada. Gadis itu pasti telah mendengar semuannya.
“kenapa kau diam saja. Jawab pertanyaanku! Apakah aku akan lumpuh selamanya?” sambung gadis itu dengan mata yang mulai merah dan berkaca-kaca.
“tolong dengarkan penjelasanku.” Respon Suho seraya menghampiri gadis itu. “setiap orang memiliki kesempatan untuk sembuh. Kau hanya perlu mengikuti terapi.” Kata Suho setelah berada tepat dihadapan gadis itu.
“itu berarti benar. Aku lumpuh.” Balas Seo Yeon dengan suara yang mulai melemah.
“bukan begitu. Maksudku....”
“percuma kau mengatakan itu kepada orang cacat. Aku tidak mau ikut terapi.” Sela Seo Yeon dengan air mata yang mengalir. “suster, tolong antarkan aku kekamarku.”
            Suho tak dapat mencegah gadis itu untuk pergi. Ia hanya bisa melihat gadis itu menjauh dari pandangannya dan menghilang di tikungan koridor. Kau boleh saja cacat. Tapi aku tahu...hatimu tidak cacat. Aku akan menunggu sampai saat itu tiba. Saat dimana kau menyadari bahwa hidup itu harus terus berjalan. Ucap Suho dari hati kecilnya.
***
           
            PRAAAANG....
Seo Yeon melemparkan sebuah vas bunga kaca ke ke tembok. Tidak hanya itu, semua barang yang ada di meja...ia raih dan melakukan hal yang sama seperti nasib vas bunga. Meskipun ia menghancurkan benda-benda yang ada di ruangan itu, tapi tetap saja rasa emosinya masih menggumpal. Apa lagi? Kemarin ia harus menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mewujudkan mimpinya. Sekarang? Haruskah ia menerima kenyataan jika kakinya tidak bisa digunakan lagi di runway? Besok? Apa lagi?
            Seperti bunga yang tumbuh di di tebing curam. Seo Yeon terbelunggu dalam sudut dunia yang gelap seorang diri dengan hati yang rapuh. Kapan saja angin bisa datang dan menerpanya sampai jatuh. Sejak kecil, ia sudah kehilangan kasih sayang seorang ibu. Takdir tidak mengizinkannya untuk bersama orang yang sangat disayanginya itu. Dan sekarang...ia harus bersiap untuk kehilangan Raina. Raina sudah seperti kakakya sendiri. Hanya dia keluarga yang ia miliki. Namun, Raina juga bukan wanita bodoh yang mau bekerja bagi gadis lumpuh yang tidak berguna. Seo Yeon tahu itu.
aigo... Seo Yeon-ah ada apa ini?” tanya Raina dengan ekspresi terkejut saat melihat kamar rawat Seo Yeon yang porak-poranda.
amugottoanieyo,hanya saja....aku....sedikit frustasi.” Jawab Seo Yeon terpotong-potong. “ah lupakan saja. Sekarang aku ingin menghirup udara segar diluar. Bisakah kau mengantarku ke atap gedung?” sambungnya.
“atap? Kita ke taman saja, eotte?”
“tidak mau.”
“hah...baiklah baiklah, kita keatap.”
            Raina menyetujui permintaan gadis itu. Ia tahu betul sikap Seo Yeon. Jika ada kenginannya yang tidak dituruti, maka dia akan uring-uringan. Dasar gadis keras kepala.
***

            Banyak orang berkerumun di depan gedung rumah sakit. Ada sesuatu yang menarik perhatian mereka.
“hey...nona, apa yang sedang kau lakukan disana?”
“ayo cepat turun!”
“kau bisa saja jatuh, cepat turun!”
Suara orang-orang itu saling bersahutan. Mereka meneriaki seorang gadis yang tengah berdiri dibibir atap gedung. Sepertinya gadis itu ingin bunuh diri, pikir mereka. Perhatian Suho juga tersedot. Ia menghampiri kerumunan orang tersebut, lalu melihat apa yang mereka lihat. Mata Suho membulat seketika. Ia sangat terkejut saat melihat seorang gadis yang ia kenal disana. Tanpa pikir panjang. Ia berlari menuju lift dan menekan tombol menuju lantai teratas dari gedung itu.
“Seo Yeon-ssi!” teriak Suho setelah sampai ditempat tujuan.
Gadis itu menoleh.
“menjauh dari sana! Kau bisa jatuh.”
“memang itu tujuanku. Hidupku sangat sulit. Tidak ada gunanya aku hidup.” Balas Seo Yeon
“jangan bicara begitu. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Pikirkanlah baik-baik. Jangan seperti ini!”
“...”
“Seo Yeon-ah....!” teriak Raina yang baru saja datang.
            Perhatian Seo Yeon tertarik pada manajernya. Ini kesempatan bagi Suho. Suho melangkah cepat menuju bibir atap, lalu menarik gadis itu untuk menjauh dari kawasan berbahaya itu. Dapat. Suho merengkuh gadis itu. Tidak akan ia biarkan gadis itu melakukan hal bodoh lagi.
            Gadis itu meronta-ronta dalam dekapan tangan Suho. “lepaskan aku!” katanya dengan air mata yang mulai mengalir. Suho tak bergeming. Semakin gadis itu berusaha lepas darinya, semakin ia mempererat lingkar tangan di tubuh gadis itu. “tidak akan kulepaskan sampai kau berubah pikiran.”
            Tidak lama kemudian, datang dokter Lay dengan asistennya. Lay segera menyuntikkan obat penenang kepada Seo Yeon. Hanya itu satu-satunya cara untuk menenangkan gadis itu.
~di kamar rawat~
“maafkan aku dok, kami telah merepotkanmu. Ini semua gara-gara aku. Andai saja aku tidak meninggalkannya untuk membeli coffe cup, masalah ini tidak mungkin terjadi.” Ungkap Raina dengan penuh sesal.
“tidak ada orang yang selalu benar. Mulai sekarang, kau hanya perlu menjaganya. Jangan sampai hal seperti tadi terjadi lagi.” Balas Suho.
            Setelah membaringkan Seo Yeon dikamar rawatnya, Suho meninggalkan gadis itu dalam lelapnya. Obat penenang sangat berpengaruh ditubuhnya. Untuk sementara itu baik, gadis itu jadi punya waktu untuk istirahat dan melupakan sejenak permasalahannya.
***

            Seo Yeon melirik kalender. Tanggal 4 Februari. Waktu terasa lama sekali berjalan. Padahal baru 2 minggu ia masuk rumah sakit ini. tapi, rasanya sudah berbulan-bulan. Membosankan. CKLEK. Pintu kamarnya terbuaka. Ia melihat dokter muda itu dibalik pintu. Kenapa pria itu tidak pernah bosan? Sudah berulang kali ia katakan bahwa ia tidak ingin mengikuti terapi.
“jika kau kemari untuk menyuruhku mengikuti terapi...kurasa kau pasti sudah tau jawabanku.”
anieyo, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Kau pasti bosan, bukan?” kata Suho.
Eodi?”
            Suho mendorong kursi roda Seo Yeon menuju lobi. Tidak ada penolakan dari gadis itu. Itu berarti dia memang sedang bosan, pikir Suho. terdengar suara riuh menyelubungi area lobi saat mereka memasuki area itu. Banyak pasien yang berkumpul ditempat itu.
“ada apa ini? kenapa ramai sekali?” tanya Seo Yeon
“hari ini adalah hari kanker sedunia. Pihak rumah sakit menggelar acara ini untuk menghibur para pasien disini, terutama mereka yang menderita kanker.” Jawab Suho. “bisakah kau tunggu disini, aku ingin ke tempat panitia, hanya sebentar saja.”
ye, pergilah.” Balas Seo Yeon.
           
Ia melihat pria itu berjalan menuju belakang panggung. Apa yang akan pria itu lakukan? Seo Yeon berada diantara pasien lainya yang sedang menikmati hiburan yang disuguhkan. Ada pertunjukkan sulap klasik, ada pertunjukkan menyanyi, ada pertunjukan drama dan berbagai permainan. Sekiranya daftar  acara itu yang ia tahu dari poster iklan yang membentang di dinding panggung.
            Mata Seo Yeon berkeliling area itu. Ia melihat banyak senyuman. Ia heran, mengapa mereka masih bisa tersenyum? Apa yang membuat mereka setegar itu? Sepengetahuannya, kanker adalah penyakit yang sangat mematikan yang ada di dunia ini. belum ada obat yang ditemukan untuk mengobatinya. Yang ada hanya obat untuk mengurai penderitaannya.
“hey nona...” panggil seorang wanita.
“apakah ajumma memanggilku?” tanya Seo Yeon kepada wanita yang ada disebelahnya.
“iya, kau.”
“ada apa?”
“apakah kau kekasih dokter Suho?” tanya wanita itu dengan penuh harap.
anieyo, aku adalah pasiennya. Memangnya apa yang membuatmu berpikir seperti  itu?” respon Seo Yeon.
“cara dia memandangmu dan cara dia bicara denganmu...sama dengan cara suamiku memandang dan bicara padaku.” Jelas wanita itu, wanita itu menghembuskan napas berat lalu melanjutkan “ternyata bukan  ya, sayang sekali. Padahal aku lihat, kalian sangat serasi. Kau gadis yang cantik dan dia pria yang tampan.” Tersirat raut kekecewaan di wajah wanita itu.
            Seo Yeon tersenyum samar. Tak banyak yang bisa ia katakan. Ajumma itu salah, pikirnya. Ia hanyalah seorang gadis cacat, sedangkan pria itu...ia memiliki tubuh yang sempurna dan sehat. Mana ada pria yang akan melirik gadis cacat sepertinya?
“ehem... annyeong haseyo. Chonun Suho imnida. Aku ingin menyanyikan sebuah lagu.” Kata Suho yang kini ada diatas panggung. “ lagu ini aku dedikasikan untuk kalian semua yang telah berjuang melawan penyakit yang bersarang tubuh kalian. Aku harap kalian dijauhkan dari rasa putus asa. Hwaiting!” Suho mengepalkan sebelah tangannya dan mengangkatnya sejajar bahu.

Machi amugeotdo moreuneun airo geureoke dasi taeeonan sungan gachi
Jamsi kkumilkkabwa han beon deo nun gamatda tteo boni
Yeoksi neomu ganjeolhaetdeon ne ape gidohadeut seo isseo
Dan han beonman ne yeoppeseo bareul matchwo georeo bogopa han beon,
ttak han beonmanyo
....
I’m eternally love
Neoui suhojaro jeo geosen barameul makgo
Ne pyeoneuro modu da deungeul dollyeodo
Hime gyeoun eoneu nal ne nunmeureul dakka jul
Geureon han saram deol su itdamyeon
Eodideun cheongugilteni

            Suara tepuk tangan mengakhiri penampilan Suho. pria itu membungkuk sebagai tanda terimakasih dan penghormatan. Setelah itu, ia kembali kebelakang panggung. Perhatian Seo Yeon kembali kepada wanita itu, setelah sebelumnya perhatiannya tertuju pada pria yang baru saja selesai bernyanyi di atas panggung.
“ehmm...Ajumma. apakah kau menderita kanker?” tanya Seo Yeon sedikit ragu.
“iya, kanker sumsum tulang belakang. Itu sebabnya aku duduk dikursi roda ini. apakah alasanmu duduk dikursi roda itu sama denganku?”
“tidak, aku tidak menderita kanker. Hanya saja....”
“syukurlah, kau beruntung karena tidak menderita penyakit terkutuk itu.” Potong wanita itu. “kau masih muda. Masa depanmu masih panjang. Jadi, jangan kau sia-siakan hidupmu untuk menyesali musibah yang menimpamu.” Sambungnya seraya membelai rambut panjang Seo Yeon.
“ehmm....boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Seo Yeon
“ya, katakanlah!”
“apa yang membuatmu dapat bertahan sampai sekarang dan tersenyum dengan ringan? Seakan-akan kau tidak menganggap penyakit itu.”
            Wanita itu tersenyum setelah mendengar pertanyaan gadis muda itu. Seo Yeon tertegun saat melihat senyuman itu. Teduh. Wanita itu mengeluarkan selembar foto dari tas rajutnya. Kemudian memberikan foto itu kepada Seo Yeon dan berkata “alasan satu-satunya aku bertahan yaitu karena mereka.”
            Seo Yeon menerima foto itu dan mendapati sebuah keluarga besar disana. Ada seorang ayah, seorang ibu (yang diyakininya adalah wanita yang sekarang ini ada disebelahnya), satu anak laki-laki, dan dua anak perempuan.
“kewajibanku sebagai ibu belum selesai. Aku ingin melihat anak-anakku menikah. Aku ingin melihat anak-anakku mendapat kebahagian di kehidupan barunya. Dan aku sangat ingin menggendong cucu-cucuku.” Ungkap wanita itu. “jika itu semua sudah tercapai, aku tidak akan menahan rasa sakit ini lagi. aku rela jika tuhan mengambil nyawaku.” Kata wanita itu dengan berderai air mata.
            “bolehkah aku memelukmu? Kau mengingatkanku pada ibuku.” Tanya Seo Yeon meminta persetujuan. Wanita itu mengangguk dan membuka kedua tangannya. Dengan senang hati, Seo Yeon menyambutnya dan menghambur ke dalam pelukan wanita itu. Apa yang aku pikirkan selama ini? salahku selalu melihat keatas, sampai tidak menyadari bahwa ada orang yang memiliki nasib lebih buruk dariku. Jauh dibawahku. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia merasa malu kepada dirinya sendiri. Padahal umurnya ½ dari umur wanita itu, tapi semangat wanita itu lebih besar dari dirinya. Ironis memang....
***
           
            “aku harap kau menikmati hiburan tadi. Aku pergi dulu.” Kata Suho setelah mengantarkan Seo Yeon ke kamar rawatnya.
            “Suho-ssi....
            “ya.” Suho menghentikan lagkahnya dan berbalik.
            “kapan aku bisa mulai terapi?”
            “....”
            Suho tertegun. Apakah ia tidak salah dengar? Mengapa ia berubah pikiran? Terselahlah. Yang jelas, ia senang mendengar gadis itu ingin mengikuti terapi. Itu berarti gadis itu masih punya semangat. Tidak ada alasan lagi baginya untuk mengulangi tindakan bunuh diri.
“Suho-ssi...” merasa pertanyaannya tidak ditanggapi, Seo Yeon memanggil pria itu.
“akan ku atur jadwalmu. Kau telah membuat keputusan yang benar. Itu bagus. Baiklah, aku harus menangani pasien lain.”
            “Suho-ssi...” panggil Seo Yeon lagi. Pria itu menoleh. “saat menyanyi tadi...suaramu bagus.” Lanjutnya. Pria itu membalasnya dengan lengkung manis dibibirnya.
            Seo Yeon teringat ucapan wanita itu.  Wanita itu benar. Biar bagaimanapun, ia harus tetap menjalani hidupnya. Selama ada keinginan, kesempatan itu pasti datang. Yang ia perlukan sekarang adalah usaha.
            Setiap kamis dan jumat, Seo Yeon rutin mengikuti terapi. Hari demi hari berlalu. Di bulan ke-2 sejak ia mengikuti terapi, keadaannya semakin membaik, ya walaupun kakinya belum bisa digunakan dengan normal. Tidak apa. Cepat atau lambat ia pasti akan bisa merasakan kakinya lagi. Rasanya tidak sabar menunggu saat itu tiba, saat dimana ia bisa menapakkan kakinya lagi. Jika saat itu tiba, orang yang pertama yang ingin diberiatuhunya adalah orang itu. Entah kenapa, ia ingin orang itu tahu setiap keadaannya.
***

 yeoboseyo.” Jawab Suho dari ujung sana.
“Suho-ssi, bisakah kau menemuiku sekarang?” tanya Seo Yeon.
“ya tentu, eodiya?”
“di ruang terapi.”
            TOK.... TOK.... TOK....
Suara ketukan pintu. pasti pria itu. Tanpa pikir panjang, Seo Yeon mempersilakan pria itu masuk. Ia melihat stetoskop masih tersangkut di lehernya. Dia pasti sedang sibuk. Seo Yeon jadi merasa tidak enak hati telah meminta seorang dokter untuk menemuinya di jam kerja sepert ini.
“bagaimana keadaanmu hari ini?”
changkkaman, tetap disana!” cegah Seo Yeon yang melihat pria itu hendak mendekat.
            Suho menatap gadis itu dengan tatapan bertanya. Kenapa? Apa yang akan gadis itu lakukan? Dengan perlahan Seo Yeon bangkit dari kursi rodanya. Masih terbesit rasa khawatir di hati Suho. apakah gadis itu yakin?
            Seo Yeon menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Kakinya sedikit bergetar. Walaupun begitu, ia tidak ingin mengurungkan niatnya. Ia pasti bisa. Sudah banyak orang yang memberinya motivasi selama ini. termasuk pria yang ada dihadapannya sekarang ini. tidak akan ia biarkan mereka merasa kecewa. Ia mulai melangkahkan kakinya. Langkah demi langkah dengan berlahan.
“kau dapat melihatnya, bukan? Ini keadaanku sekarang.” Kata Seo Yeon setelah sampai di depan Suho.
“kau berhasil Seo Yeon-ssi.” Respon Suho dengan senyum mengembang. “tunggu sebentar, aku akan segera kembali.” Sambungnya, lalu pergi dari ruangan itu.
            Beberapa menit kemudian, Suho kembali dengan membawa sebuah kotak karton. Ia menghampiri Seo Yeon yang sedang duduk di kursi rodanya. kemudian berlutut di depan gadis itu. ia mengeluarkan sepasang high hills berwarna merah terang dengan hiasan manik-manik yang terbuat dari krystal.
“ini untukmu. Bolehkah aku memakaikannya?”
            Seo Yeon mengangguk, itu berarti iya. “kamsahamnida” lanjutnya kemudian. Manis sekali.aku merasa seperti cinderella dari negeri dongeng, pikirnya.
“Suho-ssi...” panggil Seo Yeon.
“ya.”
CUP.... Seo Yeon mendaratkan sebuah kecupan lembut di pipi pria itu.
~FIN~

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar