Title: The Glass Shoes
Autor: Shin Tama
Length: oneshoot
Genre: romance
Cast: Suho (EXO)
Kim Seo Yeon (Miss
korea 2014)
Meong...meong...meong....
Suho
keluar rumah, lalu mencari-cari dari
mana suara itu berasal. Berisik sekali. Ia jadi tidak fokus mengerjakan
pekerjaannya. Jika makhluk itu sudah ketemu, ia akan mengusirnya dengan cara
apapun. Memang kejam, tapi mau bagaimana lagi? Suara nyaring itu sungguh
mengganggunya. Suho berhenti di dekat pohon besar. Jelas-jelas suara itu bersumber
dari sekitar pohon besar itu. Namun ia tidak melihat makhluk itu. Ekornya sajapun,
ia tidak lihat. Ranting kecil jatuh mengenai kepala Suho. Refleks ia mendongak
ke atas. Takut-takut masih ada ranting yang akan jatuh lagi. Jadi ia bisa sigap
menghindar.
Meong...meong...meong....
“ternyata kau disana?” kata Suho yang melihat kucing
itu terjebak diatas pohon.
Bagaimana
Suho dapat mengusir hewan berbulu lebat itu? Ia sangat takut jika harus berkontak
fisik dengan hewan itu. benyak orang yang mengatakan bahwa hewan itu lucu dan
menggemaskan. Tapi tidak bagi Suho. Menurutnya, hewan itu adalah hewan yang
mengerikan. Lebih mengerikan daripada seekor buaya yang sedang membuka mulutnya.
Intinya, pria itu memiliki sejarah buruk dengan hewan yang disebut kucing.
“hey, apa yang kau lakukan? Kenapa diam saja?” kata
seorang gadis yang tiba-tiba saja muncul dibelakang Suho. “palli,
tolong kucing itu!” lanjut gadis itu.
“aku tidak bisa.” Balas Suho.
“wae?”
“karena aku...aku....” ucap Suho terbata-bata karena
malu mengakui jika ia takut dengan kucing. Jika gadis itu sampai tau, pasti dia
akan menjadi bahan tertawaan.
“hah...jika kucing itu tidak cepat ditolong, maka ia
akan jatuh.” Gadis itu menghembuskan napas berat, lalu segera memanjat pohon
itu.
Gadis
itu membuat Suho mematung dengan tingkahnya. Tidak disangka, ada gadis semacam
itu. Kukira semua gadis hanya bisa
kesalon dan menghabiskan uang di mall. ternyata dia berbeda. Komentar Suho
dalam pikirannya. Gadis itu dengan lincah menapakkan kakinya di dahan demi
dahan pohon. Mata Suho tak dapat berkedip saat melihat gadis itu. Terselip rasa
khawatir dalam hatinya. Beberapa menit kemudian, Suho dapat bernapas lega.
Gadis itu berhasil membawa kucing itu turun. Syukurlah.
“apakah kucing ini milikmu?” tanya gadis itu setelah
kakinya menginjak tanah.
“bukan.”
“ataukah kucing ini milik seseorang yang kau kenal?”
“bukan juga. Sepertinya itu kucing liar”
“kalau begitu, aku akan membawanya.”
Sebuah
mobil convertable putih berhenti
didepan mereka berdua. Pengemudi mobil itu adalah seorang wanita yang terlihat
lebih tua dari gadis yang berdiri di samping Suho.
“Seo Yeon-ah, kau kemana saja? Sejak tadi, aku
mencarimu. Acaranya akan segera dimulai.”
Teriak wanita itu dari dalam mobil.
“oh tidak, aku terlambat.” Kata Seo Yeon setelah
melihat jam tangannya.
Seo
Yeon bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Suho yang masih berdiri
dibawah pohon besar itu.
***
Dddrrrttt....dddrrrttt....dddrrrttt....
Suara
getar ponsel menderu berkali-kali. Namun, sang pemilik ponsel tersebut belum
juga mengangkat panggilan itu. Di panggilang ke 8, pemilik ponsel tersebut baru
menerimanya.
“yeoboseyo.”
“yaaaa! Kim Seo Yeon....” teriak seorang wanita dari
ujung sana.
Seo
Yeon langsung menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Suara manajernya itu
sangat nyaring. Ia heran, kenapa wanita itu bisa jadi manajernya. Wanita itu
lebih pantas menjadi penyanyi seriosa, menurutnya.
Menjadi model terkenal, tidak semudah
orang-orang pikir. Ada kalanya masa-masa sulit itu datang. Sering kali ia kena
omel manajernya karena tidak on time.ya,
tidak mudah menghilangkan kebiasaan buruknya itu.
“tidak usah teriak begitu. Aku mendengarmu. Ada
apa?” tanya Seo Yeon yang baru saja membuka matanya.
“apa kau lupa? Malam ini kau ada jadwal kompetisi
model Korea.”
“astaga, aku ketiduran. kau tunggu saja. Aku akan
segera kesana.”
Seo
Yeon melirik jam dingding. 30 menit adalah waktu yang tersisa untuknya untuk
bersiap-siap. Ia berlari ke kamar mandi. 5 menit kemudian, ia keluar dari sana.
Dengan langkah cepat, ia meraih baju yang telah disiapkan manajernya. Setelah
selesai memakai baju, ia langsung melesat ke luar rumah. Tidak ada waktu untuk
memakai make up dirumah. Akan
menghemat waktu jika ia memakainya di mobil, pikirnya.
“taksi...mana taksi...” gumam Seo Yeon sambil
menyisir jalan raya. “itu dia.” Seo Yeon berlari menuju mobil itu.
“Ajusshi,
cepat antarkan aku ke Yeouido.”
Siapa yang dia sebut ajusshi? Memangnya aku
tampak sudah tua. Gerutu Suho dalam hati. Ia memutar kepalanya untuk
menegur orang itu bahwa ini bukan taksi. Ia memaklumi jika orang itu menganggap
mobilnya taksi karena warna mobilnya memang seperti taksi. Tapi biar
bagaimanapun, mobilnya bukanlah taksi. Jadi ia tidak bisa tinggal diam. Gadis itu...gumam Suho dalam hati. Ia
kenal gadis itu. Seo Yeon, gadis pemanjat pohon.
“Ajusshi, apa
yang kau tunggu, ayo jalan!”
“ye...”
Di
perjalanan, sesekali Suho melirik ke kaca sepion. Gadis itu tampak sibuk
mengurusi dirinya sendiri. Menata rambut, memakai lipstick, menyapukan bedak, dan mempoleskan eyes shadow. Apakah gadis itu tidak sadar, jika dia berlari dan masuk
ke mobilku tanpa alas kaki? Pikir Suho. Lucu sekali. Suho mengerem mobilnya
di depan sebuah gedung yang menjulang. Ketika Seo Yeon hendak membayar ongkos
transportasinya...suho menolak. Tentu saja, pria itu tidak dibayar untuk ini.
“chwesonghamnida,
aku sedang terburu-buru...jadi aku tidak menyadari jika mobilmu bukanlah
taksi.” Ucap Seo Yeon sambil membungkukkan tubuhnya setelah mendengarkan
penjelasan pria itu. Gadis itu lalu berjalan menuju lobi gedung itu.
“Seo Yeon-ssi....”
panggil Suho.
Langkah
Seo Yeon terhenti. Darimana pria itu tahu
namaku? Pikirnya. Ia memutar tubuhnya, lalu mendapati pria itu berjalan ke
arahnya dengan membawa sepasang high
hills. Melihat sepasang benda itu,
ia menjadi teringat sesuatu. Kakinya. Seo Yeon melirik kebagian bawah tubuhnya.
Astaga, aku lupa memakai alas kaki. Kata
Seo Yeon dalam hati.
“pakai ini, kau tidak mungkin berkeliaran tanpa
memakai alas kaki bukan?” Suho menyodorkan sepasang high hills itu. “ini
milik adikku. Aku rasa dia tidak akan keberatan jika aku menolong seseorang.”
Lanjut Suho. Ia merundukkan tubuhnya untuk meletakkan high hills itu di depan sepasang kaki jenjang Seo Yeon.
“darimana kau tau namaku? Apakah kita pernah bertemu
sebelumnya?”
“ya, aku adalah saksi saat kau memanjat pohon untuk
menolong seekor kucing.”
“oh...aku ingat.” Balas Seo Yeon. “Maaf, aku harus
segera pergi.” Sambung Seo Yeon.
gadis
itu melenggang masuk kedalam gedung setelah saling bertukar kartu nama dengan
Suho. Seo Yeon berjanji akan mengembalikan high
hills itu secepatnya. Suho tak beranjak dari sana sampai gadis itu
benar-benar hilang dari pandangannya.
***
I lost my mind
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Noreul choeummannasseultte
No hanappego modeun goseun Get in slow motion
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Meil geudewa
Sumaneun gamjongdeureul lanwojugo bewogamyo
Ssaugo ulgo anajugo
Nege marhejwo ige sarangiramyon
Suho bersenandung sambil
memrapihkan meja kerjanya. Hari ini suasana hatinya sedang baik, didukung
dengan cuaca yang cerah. Lengkap sudah. “kau lebih pantas jadi penyanyi,
mengapa kau disini dan menjadi seorang dokter?” kata seorang pria yang
tiba-tiba saja ada diruangan itu.
“Lay...kau mengagetkanku saja. Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?”
“aku tidak mau mengganggu acara bernyanyimu itu.” Kata Lay yang masih
menyandarkan tubuhnya di ambang pintu sambil menlipat kedua tangannya didepan
dada.
“sejak kapan kau berada disini?” tanya Suho yang sedang duduk bersandar
di kursi nyamannya.
“sejak kau mulai benyanyi, membereskan meja kerjamu, dan kau
senyum-senyum sendiri. Sepertinya suasana hatimu sedang baik. Ada apa? Ceritakan
padaku!”
“nanti akan kuceritakan. Sekarang aku lapar. Kajja, kita keluar untuk makan siang!” jawab Suho seraya merangkul
pundak rekannya itu.
Mereka menyusuri jalan
setapak di antara keramaian kota. Mereka berniat mengisi perutnya di sebuah restaurant dekat rumah sakit. Langkah
kaki Suho terhenti di depan sebuah bangunan berdiding kaca. Ada sesuatu yang
menarik perhatiannya, selain gadis itu. Namun masih ada kaitannya dengan gadis
itu.
“kenapa berhenti? ayo jalan.bukankah kau lapar.”
“changkkamanyo, aku ingin
membeli sesuatu.” Jawab Suho, lalu
masuk ke bangunan itu.
Lay membaca plang yang menempel dibangunan itu. “toko sepatu wanita...”
dahinya mengkerut. Ia memutuskan untuk menyusul Suho. Ia menghampiri Suho yang
sedang memandangi sebuah sepatu yang dipajang di etalase dekat pintu masuk.
“bagaimana menurutmu sepatu itu?” tanya Suho setelah Lay berada
disampingnya.
“bagus. Untuk adikmu?”
“bukan.”
“....” Lay diam. Ia menunggu Suho melanjutkan kalimatnya. Pria itu sudah
berjanji akan menceritakan semuannya padanya. Menurutnya, rekannya itu akan
mulai bercerita.
“aku akan membelinya untuk seorang gadis.” Sambung Suho.
“sekarang aku tau alasannya kenapa kau terlihat begitu senang. Ternyata
karena gadis itu. Apa yang membuat kau tertarik padanya?” Timpal Lay.
“dia cantik...lebih cantik dari
sepatu itu. Dia juga seorang model.” Ucapa Suho dengan mata yang tak lepas dari
sepatu itu. “tapi, bukan itu yang membuatku tertarik padanya. Dia aneh, unik,
dan ceroboh. Karena terlalu bersemangat mengurusi karirnya, ia sampai bertindak
ceroboh. Aku suka itu.” Sambungnya.
“sebaiknya kau pertimbangkan lagi perasaanmu. Mungkin kemarin, hari ini,
atau besok...gadis itu masih cantik. Bagaimana jika suatu saat nanti penampilan
gadis itu berubah drastis, apakah kau akan tetap menyukainya?”
“jika itu terjadi, itu berarti cintaku sedang di uji.” Jawab Suho seraya
melemparkan senyum termanisnya.
***
Suho melangkahkan kakinya secepat
mungkin menuju ruang UGD. Ada pasien kecelakaan lalu lintas yang harus ia tangani
dengan segera. Baginya...setiap detik yang berjalan sangat berharga. Semua jiwa
berhak bersemayam di raganya. Itu sebabnya ia berada di sini, rumah sakit. Ia
mengabdikan dirinya untuk memberi kesempatan bagi siapa saja yang masih
mempunyai garis kehidupan di takdirnya. Tak ada kata menyerah dalam kamusnya.
Ia akan berusaha sekeras mungkin. Itu adalah janjinya yang selalu ia genggam.
“ seonsaengnim, keadaan pasien
sangat kritis.” Kata seorang suster.
Suho mengenakan semua
perlengkapak dokternya. Ia bersiap memeriksa pasien tersebut. “ Seo Yeon...”
gumamnya. Mata Suho melebar. Ia sangat terkejut. Apa yang terjadi pada gadis
itu? “siapkan ruang operasi, kita akan segera mengoprasinya.” Lanjutnya setelah
memeriksa keadaan gadis itu.
***
“baiklah, saya akan menyebutkan siapa
pemenang dari kompetisi ini. apa kalian siap mendengarnya?” kata pembawa acara
dengan penuh semangat. Penonton membalasnya dengan tepuk tangan yang meriah.
“pemenangnya adalah....”
Seo Yeon mencengkram gaunnya. Jantungnya
berdegum sangat kencang. Tangannya dingin. “oh eonni, aku sangat gugup.” Adu Seo Yeon kepada manajernya.
“tenanglah, berdoa saja agar namamu yang disebut.” Balas manajernya. Raut wajah
Seo Yeon yang gugup tidak bisa disembunyikan. Ia sampai sulit bernapas karena
tidak sabar untuk mengetahui siapa pemenangnya. Pembawa acara itu benar-benar membuatnya
jengkel. Kenapa lama sekali? Dia malah mengulur-ulur waktu. Ingin rasanya ia
berlari keatas panggung dan merebut amplop berisi nama pemenangnya.
“pemenangnya adalah Kim Seo Yeon.” Teriak pembawa acara itu.
Gadis itu naik keatas
pangung dengan hati yang ringan. Ia tidak dapat merasakan kakinya menyentuh
lantai. Rasanya kebahagiaan telah membawanya terbang. Akhirnya ia naik satu
tangga. Satu langkah lagi, impiannya akan benar-benar terwujud. Diakui sebagai
model di kancah interasional adalah impian terbesarnya.
~skip~
“gomawo mentraktir kami makan
dan minum.” Kata manajernya, lalu memeluk artis kesayangannya itu.
“aish, sepertinya kau mabuk berat. Biar aku saja yang menyetir mobilnya.
Berikan padaku kuncinya.”
Percuma bicara dengan
orang yang sedang mabuk. Seo Yeon merogoh saku jaket manajernya itu. Setelah
menemukan apa yang ia cari, ia memapahnya ke dalam mobil. Seo Yeon berjalan
memutari mobilnya menuju ke pintu pengemudi. Ketika hendak masuk, ia melihat
sebuah mobil oleng kearahnya. Ia tidak punya cukup waktu untuk menghindar.
Bemper mobil itu pun menghantam tubuhnya.
Seo Yeon terbangun dari
tidurnya. ia terduduk diatas tempat tidurnya.
Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Ternyata
kecelakaan itu hanya mimpi. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia menyisir
ruangan yang sedang ditempatinya. Rasanya ada yang berbeda. Tunggu dulu....ini
memang berbeda. Ini bukan kamarnya. “ aahw...” ringis Seo Yeon. Ia menyingkap
selimut yang menutupi kakinya. Mimpi itu
memang nyata. Pikirnya. Ia terkejut saat melihat kedua kakinya dibebat.
***
Seo Yeon terduduk di sebuah kursi roda dengan pandangan keluar jendela.
Sudah hampir seminggu ia mendekam di rumah sakit ini. kau harus beristirahat total selama 3 bulan. Ucapan dokter muda itu
teringang-ngiang di telinganya. 3 bulan? Apa dokter itu bergurau? Kompetisi
model internasional akan di gelar bulan depan. Apakah ia harus mengakui kecelakaan
yang telah menimpanya ini?
“ini tidak mungkin.” Katanya dengan suara parau. Air matanya meluncur
dipipinya yang tirus. Sulit dipercaya. Hanya tinggal satu langkah lagi menuju
impiannya. Dan sekarang ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak dapat
ikut kompetisi bergengsi itu.
“Seo Yeon-ah, waktunya makan
siang.” Kata Raina yang baru saja masuk bersama dengan seorang suster yang
membawa senampan makanan.
“aku tidak lapar.” Balas Seo Yeon
tanpa mengalihkan pandangannya.
“kau harus makan agar kau cepat sembuh, cha...!”
PRAAAANG...
“sudah kubilang, aku tidak ingin makan.” Seo Yeon menepis nampan makanan
yang disodorkan manajernya hingga nampan itu jatuh dan menghamburkan semua yang
ada diatasnya. “makan atau tidak...tidak akan merubah segalanya. Aku tetap
duduk di kursi roda ini.” sambunya lagi.
“kau hanya butuh waktu. Jadi aku mohon, jangan mempersulit dirimu
sendiri.” Raina membungkuk untuk memeluk model asuhannya itu.
“tapi...impianku sudah kandas. Apa yang harus aku lakukan?” tangis Seo Yeon pecah dalam dekapan
Raina.
“kau jangan khawatir, setelah kau sembuh...kita bisa menata karirmu dari
awal lagi.”
“tapi aku sudah melangkah sejauh ini, hanya tinggal satu langkah lagi.”
***
“kopi” tawar Lay seraya
menyodorkan coffe cup kepada Suho.
“terimakasih.” Suho
menerima kopi tersebut.
Lay mengambil tempat di samping Suho. Akan menyenangkan jika mengobol di
suasana taman seperti ini, pikirnya. “jadi, apa yang sedang kau lakukan disini?
Tidak biasanya.” Lay membuka obrolan.
“aku sedang bingung.” jawab Suho setelah menyesap kopinya.
“wae?”
“apa yang harus aku lakukan dengan sepatu itu.”
“...” lay tidak langsung menjawab. Ia mencoba memahami situasi dan
membaca arah pembicaraan temannya itu. Ia menghembuskan napas berat, lalu
berkata “tentu saja kau harus memberikannya kepada gadis itu.” Lay tersenyum yang
menampakkan lesung pipinya itu.
“itu masalahnya....” balas Suho. “beberapa hari yang lalu, dia mengalami
kecelakaan. Dia menderita osteomyelitis.”
Lanjuutnya.
“apakah gadis itu dirawat dirumah sakit ini?”
“ya, dia pasienku. Namanya Kim Seo Yeon.”
“osteomyelitis adalah penyakit
yang sangat berbahaya. Dia bisa saja lumpuh.” Komentar Lay.
Suho tahu itu. Gadis itu
dalam masa sulit. Ia dapat merasakannya. Hatinya terasa sakit setiap kali ia
melihat gadis itu menangis dikamar rawatnya. Ia berharap dapat melihat lagi
senyuman di wajah gadis itu. Apapun akan ia usahakan agar raut kesedihan
diwajah gadis itu lenyap. Cintanya benar-benar sedang diuji.
“Suho-ssi...apakah itu benar?”
tanya seorang wanita.
Merasa namanya
dipanggil, Suho menoleh. Ia mendapati Seo Yeon tengah duduk dikursi rodanya
dengan jarak yang tidak jauh dari tempatnya berada. Gadis itu pasti telah
mendengar semuannya.
“kenapa kau diam saja. Jawab pertanyaanku! Apakah aku akan lumpuh
selamanya?” sambung gadis itu dengan mata yang mulai merah dan berkaca-kaca.
“tolong dengarkan penjelasanku.” Respon Suho seraya menghampiri gadis
itu. “setiap orang memiliki kesempatan untuk sembuh. Kau hanya perlu mengikuti
terapi.” Kata Suho setelah berada tepat dihadapan gadis itu.
“itu berarti benar. Aku lumpuh.” Balas Seo Yeon dengan suara yang mulai
melemah.
“bukan begitu. Maksudku....”
“percuma kau mengatakan itu kepada orang cacat. Aku tidak mau ikut
terapi.” Sela Seo Yeon dengan air mata yang mengalir. “suster, tolong antarkan
aku kekamarku.”
Suho tak dapat mencegah
gadis itu untuk pergi. Ia hanya bisa melihat gadis itu menjauh dari
pandangannya dan menghilang di tikungan koridor. Kau boleh saja cacat. Tapi aku tahu...hatimu tidak cacat. Aku akan
menunggu sampai saat itu tiba. Saat dimana kau menyadari bahwa hidup itu harus
terus berjalan. Ucap Suho dari hati kecilnya.
***
PRAAAANG....
Seo Yeon melemparkan sebuah vas bunga kaca ke ke tembok. Tidak hanya itu,
semua barang yang ada di meja...ia raih dan melakukan hal yang sama seperti
nasib vas bunga. Meskipun ia menghancurkan benda-benda yang ada di ruangan itu,
tapi tetap saja rasa emosinya masih menggumpal. Apa lagi? Kemarin ia harus
menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa mewujudkan mimpinya. Sekarang? Haruskah
ia menerima kenyataan jika kakinya tidak bisa digunakan lagi di runway? Besok? Apa lagi?
Seperti bunga yang
tumbuh di di tebing curam. Seo Yeon terbelunggu dalam sudut dunia yang gelap
seorang diri dengan hati yang rapuh. Kapan saja angin bisa datang dan
menerpanya sampai jatuh. Sejak kecil, ia sudah kehilangan kasih sayang seorang
ibu. Takdir tidak mengizinkannya untuk bersama orang yang sangat disayanginya
itu. Dan sekarang...ia harus bersiap untuk kehilangan Raina. Raina sudah
seperti kakakya sendiri. Hanya dia keluarga yang ia miliki. Namun, Raina juga
bukan wanita bodoh yang mau bekerja bagi gadis lumpuh yang tidak berguna. Seo
Yeon tahu itu.
“aigo... Seo Yeon-ah ada apa ini?” tanya Raina dengan ekspresi
terkejut saat melihat kamar rawat Seo Yeon yang porak-poranda.
“amugottoanieyo,hanya
saja....aku....sedikit frustasi.” Jawab Seo Yeon terpotong-potong. “ah lupakan
saja. Sekarang aku ingin menghirup udara segar diluar. Bisakah kau mengantarku
ke atap gedung?” sambungnya.
“atap? Kita ke taman saja, eotte?”
“tidak mau.”
“hah...baiklah baiklah, kita keatap.”
Raina menyetujui
permintaan gadis itu. Ia tahu betul sikap Seo Yeon. Jika ada kenginannya yang
tidak dituruti, maka dia akan uring-uringan. Dasar gadis keras kepala.
***
Banyak orang berkerumun
di depan gedung rumah sakit. Ada sesuatu yang menarik perhatian mereka.
“hey...nona, apa yang sedang kau lakukan disana?”
“ayo cepat turun!”
“kau bisa saja jatuh, cepat turun!”
Suara orang-orang itu saling bersahutan. Mereka meneriaki seorang gadis
yang tengah berdiri dibibir atap gedung. Sepertinya gadis itu ingin bunuh diri,
pikir mereka. Perhatian Suho juga tersedot. Ia menghampiri kerumunan orang
tersebut, lalu melihat apa yang mereka lihat. Mata Suho membulat seketika. Ia
sangat terkejut saat melihat seorang gadis yang ia kenal disana. Tanpa pikir
panjang. Ia berlari menuju lift dan
menekan tombol menuju lantai teratas dari gedung itu.
“Seo Yeon-ssi!” teriak Suho
setelah sampai ditempat tujuan.
Gadis itu menoleh.
“menjauh dari sana! Kau bisa jatuh.”
“memang itu tujuanku. Hidupku sangat sulit. Tidak ada gunanya aku hidup.”
Balas Seo Yeon
“jangan bicara begitu. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
Pikirkanlah baik-baik. Jangan seperti ini!”
“...”
“Seo Yeon-ah....!” teriak Raina
yang baru saja datang.
Perhatian Seo Yeon
tertarik pada manajernya. Ini kesempatan bagi Suho. Suho melangkah cepat menuju
bibir atap, lalu menarik gadis itu untuk menjauh dari kawasan berbahaya itu.
Dapat. Suho merengkuh gadis itu. Tidak akan ia biarkan gadis itu melakukan hal
bodoh lagi.
Gadis itu meronta-ronta
dalam dekapan tangan Suho. “lepaskan aku!” katanya dengan air mata yang mulai
mengalir. Suho tak bergeming. Semakin gadis itu berusaha lepas darinya, semakin
ia mempererat lingkar tangan di tubuh gadis itu. “tidak akan kulepaskan sampai
kau berubah pikiran.”
Tidak lama kemudian,
datang dokter Lay dengan asistennya. Lay segera menyuntikkan obat penenang
kepada Seo Yeon. Hanya itu satu-satunya cara untuk menenangkan gadis itu.
~di kamar rawat~
“maafkan aku dok, kami telah merepotkanmu. Ini semua gara-gara aku. Andai
saja aku tidak meninggalkannya untuk membeli coffe cup, masalah ini tidak mungkin terjadi.” Ungkap Raina dengan
penuh sesal.
“tidak ada orang yang selalu benar. Mulai sekarang, kau hanya perlu
menjaganya. Jangan sampai hal seperti tadi terjadi lagi.” Balas Suho.
Setelah membaringkan Seo
Yeon dikamar rawatnya, Suho meninggalkan gadis itu dalam lelapnya. Obat
penenang sangat berpengaruh ditubuhnya. Untuk sementara itu baik, gadis itu
jadi punya waktu untuk istirahat dan melupakan sejenak permasalahannya.
***
Seo Yeon melirik
kalender. Tanggal 4 Februari. Waktu terasa lama sekali berjalan. Padahal baru 2
minggu ia masuk rumah sakit ini. tapi, rasanya sudah berbulan-bulan.
Membosankan. CKLEK. Pintu kamarnya terbuaka. Ia melihat dokter muda itu dibalik
pintu. Kenapa pria itu tidak pernah bosan? Sudah berulang kali ia katakan bahwa
ia tidak ingin mengikuti terapi.
“jika kau kemari untuk menyuruhku mengikuti terapi...kurasa kau pasti
sudah tau jawabanku.”
“anieyo,
aku
ingin mengajakmu ke suatu tempat. Kau pasti bosan, bukan?” kata Suho.
“Eodi?”
Suho
mendorong kursi roda Seo Yeon menuju lobi. Tidak ada penolakan dari gadis
itu. Itu berarti dia memang sedang bosan, pikir Suho. terdengar suara riuh
menyelubungi area lobi saat mereka memasuki area itu. Banyak pasien yang
berkumpul ditempat itu.
“ada apa ini? kenapa ramai sekali?” tanya Seo Yeon
“hari ini adalah hari kanker sedunia. Pihak rumah sakit menggelar acara
ini untuk menghibur para pasien disini, terutama mereka yang menderita kanker.”
Jawab Suho. “bisakah kau tunggu disini, aku ingin ke tempat panitia, hanya
sebentar saja.”
“ye, pergilah.” Balas Seo Yeon.
Ia melihat pria itu berjalan menuju
belakang panggung. Apa yang akan pria itu lakukan? Seo Yeon berada diantara
pasien lainya yang sedang menikmati hiburan yang disuguhkan. Ada pertunjukkan
sulap klasik, ada pertunjukkan menyanyi, ada pertunjukan drama dan berbagai
permainan. Sekiranya daftar acara itu
yang ia tahu dari poster iklan yang membentang di dinding panggung.
Mata
Seo Yeon berkeliling area itu. Ia melihat banyak senyuman. Ia heran,
mengapa mereka masih bisa tersenyum? Apa yang membuat mereka setegar itu? Sepengetahuannya,
kanker adalah penyakit yang sangat mematikan yang ada di dunia ini. belum ada
obat yang ditemukan untuk mengobatinya. Yang ada hanya obat untuk mengurai
penderitaannya.
“hey nona...” panggil seorang wanita.
“apakah ajumma
memanggilku?”
tanya Seo Yeon kepada wanita yang ada disebelahnya.
“iya, kau.”
“ada apa?”
“apakah kau kekasih dokter Suho?” tanya wanita itu dengan penuh harap.
“anieyo,
aku
adalah pasiennya. Memangnya apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” respon Seo Yeon.
“cara dia memandangmu dan cara dia bicara denganmu...sama dengan cara
suamiku memandang dan bicara padaku.” Jelas wanita itu, wanita itu
menghembuskan napas berat lalu melanjutkan “ternyata bukan ya, sayang sekali. Padahal aku lihat, kalian
sangat serasi. Kau gadis yang cantik dan dia pria yang tampan.” Tersirat raut
kekecewaan di wajah wanita itu.
Seo Yeon tersenyum
samar. Tak banyak yang bisa ia katakan. Ajumma
itu
salah, pikirnya. Ia hanyalah seorang gadis cacat, sedangkan pria itu...ia
memiliki tubuh yang sempurna dan sehat. Mana ada pria yang akan melirik gadis
cacat sepertinya?
“ehem... annyeong
haseyo. Chonun Suho imnida.
Aku ingin menyanyikan sebuah lagu.” Kata Suho yang kini ada diatas panggung. “
lagu ini aku dedikasikan untuk kalian semua yang telah berjuang melawan
penyakit yang bersarang tubuh kalian. Aku harap kalian dijauhkan dari rasa putus
asa. Hwaiting!” Suho mengepalkan
sebelah tangannya dan mengangkatnya sejajar bahu.
Machi
amugeotdo moreuneun airo geureoke dasi taeeonan sungan gachi
Jamsi
kkumilkkabwa han beon deo nun gamatda tteo boni
Yeoksi
neomu ganjeolhaetdeon ne ape gidohadeut seo isseo
Dan
han beonman ne yeoppeseo bareul matchwo georeo bogopa han beon,
ttak
han beonmanyo
....
I’m
eternally love
Neoui
suhojaro jeo geosen barameul makgo
Ne
pyeoneuro modu da deungeul dollyeodo
Hime
gyeoun eoneu nal ne nunmeureul dakka jul
Geureon
han saram deol su itdamyeon
Eodideun
cheongugilteni
Suara
tepuk tangan mengakhiri penampilan Suho. pria itu membungkuk sebagai tanda
terimakasih dan penghormatan. Setelah itu, ia kembali kebelakang panggung.
Perhatian Seo Yeon kembali kepada wanita itu, setelah sebelumnya perhatiannya
tertuju pada pria yang baru saja selesai bernyanyi di atas panggung.
“ehmm...Ajumma.
apakah kau menderita kanker?” tanya Seo Yeon sedikit ragu.
“iya, kanker sumsum tulang belakang. Itu sebabnya
aku duduk dikursi roda ini. apakah alasanmu duduk dikursi roda itu sama
denganku?”
“tidak, aku tidak menderita kanker. Hanya saja....”
“syukurlah, kau beruntung karena tidak menderita
penyakit terkutuk itu.” Potong wanita itu. “kau masih muda. Masa depanmu masih
panjang. Jadi, jangan kau sia-siakan hidupmu untuk menyesali musibah yang menimpamu.”
Sambungnya seraya membelai rambut panjang Seo Yeon.
“ehmm....boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Seo Yeon
“ya, katakanlah!”
“apa yang membuatmu dapat bertahan sampai sekarang
dan tersenyum dengan ringan? Seakan-akan kau tidak menganggap penyakit itu.”
Wanita
itu tersenyum setelah mendengar pertanyaan gadis muda itu. Seo Yeon tertegun
saat melihat senyuman itu. Teduh. Wanita itu mengeluarkan selembar foto dari
tas rajutnya. Kemudian memberikan foto itu kepada Seo Yeon dan berkata “alasan
satu-satunya aku bertahan yaitu karena mereka.”
Seo
Yeon menerima foto itu dan mendapati sebuah keluarga besar disana. Ada seorang
ayah, seorang ibu (yang diyakininya adalah wanita yang sekarang ini ada disebelahnya),
satu anak laki-laki, dan dua anak perempuan.
“kewajibanku sebagai ibu belum selesai. Aku ingin
melihat anak-anakku menikah. Aku ingin melihat anak-anakku mendapat kebahagian
di kehidupan barunya. Dan aku sangat ingin menggendong cucu-cucuku.” Ungkap
wanita itu. “jika itu semua sudah tercapai, aku tidak akan menahan rasa sakit ini
lagi. aku rela jika tuhan mengambil nyawaku.” Kata wanita itu dengan berderai
air mata.
“bolehkah
aku memelukmu? Kau mengingatkanku pada ibuku.” Tanya Seo Yeon meminta
persetujuan. Wanita itu mengangguk dan membuka kedua tangannya. Dengan senang
hati, Seo Yeon menyambutnya dan menghambur ke dalam pelukan wanita itu. Apa yang aku pikirkan selama ini? salahku
selalu melihat keatas, sampai tidak menyadari bahwa ada orang yang memiliki
nasib lebih buruk dariku. Jauh dibawahku. Kata Seo Yeon dalam hati. Ia
merasa malu kepada dirinya sendiri. Padahal umurnya ½ dari umur wanita itu,
tapi semangat wanita itu lebih besar dari dirinya. Ironis memang....
***
“aku
harap kau menikmati hiburan tadi. Aku pergi dulu.” Kata Suho setelah
mengantarkan Seo Yeon ke kamar rawatnya.
“Suho-ssi....”
“ya.”
Suho menghentikan lagkahnya dan berbalik.
“kapan
aku bisa mulai terapi?”
“....”
Suho
tertegun. Apakah ia tidak salah dengar? Mengapa ia berubah pikiran?
Terselahlah. Yang jelas, ia senang mendengar gadis itu ingin mengikuti terapi.
Itu berarti gadis itu masih punya semangat. Tidak ada alasan lagi baginya untuk
mengulangi tindakan bunuh diri.
“Suho-ssi...” merasa
pertanyaannya tidak ditanggapi, Seo Yeon memanggil pria itu.
“akan ku atur jadwalmu. Kau telah membuat keputusan
yang benar. Itu bagus. Baiklah, aku harus menangani pasien lain.”
“Suho-ssi...” panggil Seo Yeon lagi. Pria itu menoleh.
“saat menyanyi tadi...suaramu bagus.” Lanjutnya. Pria itu membalasnya dengan
lengkung manis dibibirnya.
Seo
Yeon teringat ucapan wanita itu. Wanita
itu benar. Biar bagaimanapun, ia harus tetap menjalani hidupnya. Selama ada
keinginan, kesempatan itu pasti datang. Yang ia perlukan sekarang adalah usaha.
Setiap
kamis dan jumat, Seo Yeon rutin mengikuti terapi. Hari demi hari berlalu. Di
bulan ke-2 sejak ia mengikuti terapi, keadaannya semakin membaik, ya walaupun
kakinya belum bisa digunakan dengan normal. Tidak apa. Cepat atau lambat ia
pasti akan bisa merasakan kakinya lagi. Rasanya tidak sabar menunggu saat itu
tiba, saat dimana ia bisa menapakkan kakinya lagi. Jika saat itu tiba, orang
yang pertama yang ingin diberiatuhunya adalah orang itu. Entah kenapa, ia ingin
orang itu tahu setiap keadaannya.
***
“yeoboseyo.” Jawab Suho dari ujung sana.
“Suho-ssi, bisakah
kau menemuiku sekarang?” tanya Seo Yeon.
“ya tentu, eodiya?”
“di ruang terapi.”
TOK....
TOK.... TOK....
Suara ketukan pintu. pasti pria itu. Tanpa pikir
panjang, Seo Yeon mempersilakan pria itu masuk. Ia melihat stetoskop masih tersangkut di lehernya. Dia pasti sedang sibuk. Seo
Yeon jadi merasa tidak enak hati telah meminta seorang dokter untuk menemuinya
di jam kerja sepert ini.
“bagaimana keadaanmu hari ini?”
“changkkaman, tetap disana!” cegah Seo
Yeon yang melihat pria itu hendak mendekat.
Suho menatap gadis itu
dengan tatapan bertanya. Kenapa? Apa yang akan gadis itu lakukan? Dengan
perlahan Seo Yeon bangkit dari kursi rodanya. Masih
terbesit rasa khawatir di hati Suho. apakah gadis itu yakin?
Seo
Yeon menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Kakinya
sedikit bergetar. Walaupun begitu, ia tidak ingin mengurungkan niatnya. Ia
pasti bisa. Sudah banyak orang yang memberinya motivasi selama ini. termasuk
pria yang ada dihadapannya sekarang ini. tidak akan ia biarkan mereka merasa
kecewa. Ia mulai melangkahkan kakinya. Langkah demi langkah dengan berlahan.
“kau dapat melihatnya, bukan? Ini keadaanku
sekarang.” Kata Seo Yeon setelah sampai di depan Suho.
“kau berhasil Seo Yeon-ssi.” Respon Suho dengan senyum mengembang. “tunggu sebentar, aku
akan segera kembali.” Sambungnya, lalu pergi dari ruangan itu.
Beberapa
menit kemudian, Suho kembali dengan membawa sebuah kotak karton. Ia menghampiri
Seo Yeon yang sedang duduk di kursi rodanya. kemudian berlutut di depan gadis
itu. ia mengeluarkan sepasang high hills berwarna
merah terang dengan hiasan manik-manik yang terbuat dari krystal.
“ini untukmu. Bolehkah aku memakaikannya?”
Seo
Yeon mengangguk, itu berarti iya. “kamsahamnida”
lanjutnya kemudian. Manis sekali.aku
merasa seperti cinderella dari negeri dongeng, pikirnya.
“Suho-ssi...” panggil
Seo Yeon.
“ya.”
CUP.... Seo Yeon mendaratkan sebuah kecupan lembut
di pipi pria itu.
~FIN~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar